Bab 23. Bimbang

451 64 1
                                    

"Tolongin Laura, Jo. Dia pingsan!"

Hais! Medusa tua datang, apakah ini pertanda kalau dewi keberuntungan akan segera enyah darinya?

Savana menatap Jonas, wajah pria itu nampak cemas.  Lantas dia melepas tangan Savana dari genggaman, lalu berlari menghampiri mama yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Dia kenapa, Ma? Sekarang Laura di mana?"

Duh, kenapa rasanya sakit sekali saat melihat Jonas menampakkan raut khawatirnya pada wanita lain? Padahal, baru saja mereka tertawa bersama, mengenang masa dulu yang membuat bahagia. Namun, secepat kilat semesta membalikkan semua. Jonas yang sedari tadi memeluknya kini pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Tuhan ... rasanya sangat sakit sekali. Sampai-sampai Savana tak bisa menahan butiran bening yang memaksa untuk keluar dari persembunyiannya.

"Huft!" Savana menghela napas berat. Langkahnya gontai menyusuri tepi pantai. Tak ia hiraukan ombak menyapa kaki. Hatinya terlalu sakit. Untuk pertama kalinya, Savana jatuh cinta pada seorang pria yang bukan keluarga. Untuk pertama kalinya Savana merasa dicintai. Dan untuk pertama kalinya ia merasa patah hati karena diabaikan oleh orang yang ia cintai.

"Ana?"

Savana menghentikan langkah ketika suara dan panggilan familier menyapa indra pendengarannya. Savana ingat, hanya Rayyan, ah maksud Savana, hanya Arvi yang memanggilnya dengan sebutan Ana.

Dengan perlahan Savana berbalik. Seketika matanya terbelalak saat mengetahui tebakannya tidak salah. Alias benar! Demi uang Tuan Krab yang enggak habis-habis, Savana kaget kenapa Arvi bisa ada di tempat ini?

"Arvi? Ngapain lo di sini?"

"Gue ... ngikutin kalian." Arvi nyengir lebar. "Tadi, pulang dari rumah lo, gue balik lagi karena HP gue ketinggalan. Awalnya gue gak mau ikut, tapi pas liat nenek sihir dan calon nenek sihir ikut, akhirnya gue juga milih ikut."

Firasat Savana mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Itu artinya dewi keberuntungan telah menjauh pergi dari sisi. Sial! Apa yang harus Savana lakukan? Bahkan, ia sendiri tidak tahu apa yang akan menimpanya nanti.

"Gue liat Jonas ninggalin lo." Arvi kembali membuka pembicaraan setelah hening beberapa saat, manik hitamnya menatap Savana intens. "Dia emang keterlaluan. Lo pulang bareng gue aja, yah? Biar dia tahu rasa. Maksudnya apa coba ninggalin istri demi wanita lain yang bahkan bukan siapa-siapa. Gue gak terima sahabat gue diginiin."

Boleh tidak, Savana menangis? Ia .. terharu sekali mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Arvi. Savana tahu, sahabat dari oroknya ini sudah seperti kakak kandungnya, kakak yang selalu memperhatikan Savana, menjaga, bahkan tidak segan menyakiti orang-orang yang berani menganggunya.

Sama seperti Rayyan.

"Gue ... gue baik-baik aja." Sebenarnya Savana ingin pergi meninggalkan Jonas, seperti yang pria itu lakukan padanya. Namun, Savana masih sayang dengan pengorbanannya selama berada di dunia novel ini.

Dari awal Savana berjuang untuk mengubah kesialan menjadi keberkahan, hingga ia nyaris tiba di titik kemenangan, cobaan justru datang menerpa macam angin topan. Jika Savana mengikuti ucapan Arvi, maka dapat dipastikan perjuangan yang selama ini ia lakukan akan berakhir sia-sia.

Dan Savana tidak ingin itu terjadi. Maka, dengan berat hati ia mengatakan pada Arvi bahwa ia akan tetap di sini, menunggu Jonas sampai suaminya itu kembali. Meminta maaf dan menjelaskan segalanya.

"Gue gak bisa ikut. Gue bakal nunggu Jonas di sini."

"Kenapa?"

"Karena gue yakin dia pasti dateng buat jelasin semuanya. Buat minta maaf karena udah ninggalin gue sendiri di sini."

Tidak salah kan Savana berharap seperti itu?

"Jonas gak akan datang. Lo tahu sendiri kalau dia sama Laura bakal ngelupain lo. Apalagi ada mertua lo yang selalu ngotot minta kalian pisah."

Arvi sialan! Kenapa ia harus mengingatkan Savana pada hal yang menyakitkan itu, sih? Tapi itu wajar kan? Karena Jonas menganggap Laura seperti adik kandungnya sendiri. Sama seperti yang dilakukan Savana. Ia menganggap Arvi seperti kakaknya sendiri.

"Dia pasti ... datang." Sebenarnya Savana juga ragu kalau ia hanya berdiam diri di sini. "Atau gue yang akan datang."

Ah, Savana merasa ia kembali pada plot cerita asli. Di novel sebenarnya, Jonas dan Savana bertengkar di tepi pantai karena selama seharian ia diabaikan. Lalu Arvi datang ketika Jonas pergi bersama Laura, hingga terjadilah ... ah, sial! Sekarang apa yang harus Savana lakukan?

"Dia gak bakal datang, Na! Lo kenapa susah banget dikasih tau, sih?" bentak Arvi, membuat Savana tak kuasa menahan tangis. Bukan, bukan karena bentakan dari Arvi barusan. Kalau itu, mah, Savana tidak akan takut apalagi sampai menangis.

Ini tentang Jonas.

Bagaimana jika apa yang ia khawatirkan akan terjadi? Bagaimana jika suaminya melakukan hubungan terlarang dengan medusa dua itu? Ya Tuhan ... kenapa harus begini, sih?

"Ya, kalau dia gak datang, gue yang bakal nyamperin." Savana mengusap kasar jejak air mata di wajahnya, lantas ia berlari meninggalkan Arvi. Dalam hati Savana berdoa, semoga apa yang menjadi ketakutannya tidak jadi kenyataan.

***

Kata Jonas, kamar mama mertua dan Laura ada di seberang kamar mereka. Maka dari itu, Savana berdiri di depan pintu berwarna cokelat ditemani suara jantung yang terus bersenam ria di dalam sana.

Dasar jantung tidak tahu diri! Kenapa dia suka sekali, sih, membuat orang menjadi gugup? Pakai senam SKJ segala lagi. Enggak capek, apa? Savana saja capek.

"Semoga Jonas enggak berbuat yang macam-macam di dalam sama medusa."

Sembari menghela napas berat, Savana membuka pintu di depannya. Tidak dikunci. Perlahan tapi pasti, Savana mengayunkan kaki. Namun, langkah itu harus terhenti saat indra pendengarannya menangkap suara Laura.

"Ah, sakit, Jo."

What the—apa yang mereka lakukan? Kenapa Laura merintih kesakitan macam itu?

"Salah sendiri, kenapa mau aku."

Tidak, tidak, tidak! Savana tidak ingin menerka apa yang terjadi. Ia harus melihat langsung dengan matanya yang cantik ini. Tapi ... bagaimana kalau mereka berbuat sesuatu yang—ah, tidak! Jonas sekarang berbeda dengan Jonas yang ada di novel aslinya.

Baiklah, Savana ... lo harus yakinin diri lo kalau Jonas enggak mungkin melakukan sesuatu yang membuat lo sakit hati.

Kembali Savana membawa langkahnya, semakin masuk sampai netra cokelatnya melihat Jonas dan Laura berada di ranjang.

"Mas?" Savana memanggil dengan bibir yang bergetar. "Aku mau pulang. Sendiri."

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

26.10.2020

Hayoloh!🤣🤣🤣

Savana ngeliat Jonas sama Laura ngapain, yah?

Bwahahahahaha aku mau kasih kalian kejutan aja. Jadi, kugantungin dulu. Ya ... biar kalian baca terus. AHAHAHHAHA.

Tersisa tujuh bab lagi cerita ini bakalan tamat. Jadi pengen tau, apa ekspetasi kalian sama endingnya? 😂

Dah, ah, mau ngejar ketertinggalan bab lagi.

See u next chapter, Bebs!

Ze sayang kaleannnnn💋💋💋💋

Dilarang Jatuh Cinta! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang