Kerinduan

275 23 0
                                    

Kerinduan Sang Anak pada orang tuanya tak akan pernah hilang, sebelum mereka bertemu.

.oOo.

Setelah kepergian Reval tadi, Kayla pun langsung menghampiri Syafira dan menyarankan Syafira untuk menelefon kakaknya pada saat itu juga, agar Hafidz bisa menjemputnya. Dan sekarang, di sinilah Syafira, di dalam kamar dengan bermenung diri di atas kasurnya itu. Syafira sudah seperti ini sejak Reval meninggalkannya begitu saja.

Tidak lama kemudian, bayangan-bayangan kejadian pada malam itu kembali menghantuinya, membuat gadis itu tiba-tiba saja berteriak. "Ummy, Abi!!!!" teriaknya histeris yang disertai dengan tangisan.

Hafidz yang baru saja ingin kembali ke kantornya langsung saja menjadi urung, ketika mendengar teriakan Sang Adik yang menggema di dalam rumah ini. Dengan perasaan khawatir, Hafidz pun berlari menaiki anak tangga, menuju kamar Syafira.

"Dek, kamu kenapa?" tanya Hafidz yang langsung menghampiri Sang Adik, saat tiba di kamarnya Syafira.

"Hiksss ... Abang ... hiksss ... ummy dan abi ... hikss ... hikss ...." tangisnya di dalam pelukan Hafidz.

"Kamu kenapa, Dek?" tanya Hafidz dengan begitu lembutnya.

"Di mana ummy dan abi, Bang?" Mendengar pertanyaan Sang Adik, seketika perasaan takut akan waktu itu kembali menghantui Hafidz. Hafidz pun melonggarkan pelukannya, lalu Syafira merenggangkan pelukan di antara mereka berdua.

"Kapan mereka akan kembali, Bang?" tanya Syafira. Mendengar pertanyaan dan nada berbicara Syafira yang seperti ini, seketika membuat Hafidz hampir saja meneteskan air matanya, jika saja dia tidak bisa menahan rasa takutnya itu.

"Istighfar Dek, Adek jangan kaya dulu lagi. Abang nggak bisa lihat Adek yang kaya gitu. Adek harus bisa menerima kenyataan itu, karena itu adalah takdir Allah untuk kita dan ini adalah yang terbaik untuk kita berdua. Allah hanya ingin kita bersikap mandir, tidak seperti dulu yang selalu bergantung pada ummy dan abi. Dan ingat Dek, Adek masih memiliki Abang dan Abang yang akan selalu menjaga dan melindungi Adek." jelas Hafidz, sambil menatap Sang Adik yang terlihat begitu memilukan.

"Ara ... hiksss ... Ara cuma rindu ummy dan abi ... hiksss ...." isaknya. Hafidz pun kembali menarik Sang Adik ke dalam pelukannya.

"Adek harus bisa ngikhlasin kepergian mereka, kasihan ummy dan abi. Mereka pasti sedih saat melihat Adek yang kaya gini. Adek harus percaya sama Allah, kalau semuanya pasti akan baik-baik saja." jelas Hafidz, sambil mengusap-usap punggung Sang Adik dengan lembutnya.

"Hiksss ... Ara akan belajar Bang, hikss ...." lirihnya yang disertai akan isakan kecil di dalam pelukan Sang Kakak.

Ting ... tong ... ting ... tong ... ting ... tong ...

Bel rumah mereka pun berbunyi, pertanda ada seseorang yang berada di luar rumah mereka saat ini. Hafidz dan Syafira pun akhirnya terpaksa melepaskan pelukan mereka berdua.

"Siapa Bang? Hikss ...." lirih Syafira yang masih sedikit terisak.

"Adek tunggu di sini dulu, ya! Abang akan lihat siapa yang datang dulu ke bawah." ujar Hafidz yang hanya diangguki oleh Sang Adik.

Hafidz pun berjalan ke luar dari kamar Syafira, lalu menuruni anak tangga. Setibanya di bawah, Hafidz langsung saja membuka pintu dan mendapati seorang wanita yang tengah membelakanginya saat ini.

Syafira || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang