MOS 22

1.5K 52 1
                                    

"Suaramu dan bisikan cintamu memandu jalan pulangku. Terima kasih cahaya matahariku-Steffy Tiffany"

Steffy Tiffany's POV

"Aku di mana?" aku melilau melihat sekelilingku.

"Kamu dalam perjalanan pulangmu. Teruskan sahaja perjalananmu. Ada taman indah yang menunggumu di penghujung jalan ini," satu suara berbisik begitu hampir di telingaku.

"Tapi...," aku ragu untuk melangkah.

"Jangan berundur, Tiffany. Tempat baru yang indah menunggumu," bisik suara itu lagi.

Akhirnya, meski ragu aku mengangguk. Aku melangkah dan terus melangkah dengan harapan untuk menemui tempat indah yang dibisikkan suara itu.

Sudah begitu jauh rasanya perjalananku. Kakiku sudah terasa begitu letih melangkah. Perjalananku entah di mana tamatnya. Aku meniti lorong kosong yang tiada berpenghujung. Lorong kosong yang dikelilingi dinding berwarna putih.

"Tiffany...," aku terdengar suara yang begitu aku kenali.

"Steve..," aku menoleh. Di belakangku dia berjalan dengan tangannya terulur untuk menggapaiku.

"It's me, honey," jawabnya seraya tersenyum memandangku.

"Kenapa kamu ada di sini?" aku bertanya.

"Aku ingin bersamamu. Aku ingin berdua denganmu," katanya.

"Tapi aku tidak tahu jalan ini akan menuju ke mana," kataku.

"Aku tidak peduli ke manapun jalan ini membawa kita, Tiffany. Aku hanya ingin bersama denganmu. Ke manapun. Andai jalan ini membawa kita ke syurga, aku rela," katanya.

Tangannya masih terulur untuk menyentuh tanganku. Aku juga menghulurkan tanganku untuk menyambut huluran tangannya. Hingga akhirnya jemari kami saling menggenggam.

" I got you! " Steve menjerit riang saat dia berjaya menarik tanganku dan meraihku ke dalam pelukannya.

"Steve..," aku  turut terjerit kecil.

"Aku akan membawamu pulang bersamaku, Tiffany," katanya.

"Tapi...," aku merenung sayu ke wajahnya.

" Mengapa? Kamu enggan pulang?" suara Steve sedikit meninggi.

"Aku ingin sampai hingga ke hujung lorong ini. Ada tempat indah menungguku di sana," kataku.

Aku cuba melepaskan diri dari pelukan Steve. Namun Steve semakin mengeratkan pelukannya.

" Tidak. Tempatmu bukan di sana. Tempatmu adalah bersamaku, dalam pelukanku," katanya.

" Please, Steve, " aku masih meronta.

Aku meronta, menggerakkan tanganku hingga tanganku tanpa sengaja menyiku perut kanan Steve.

"Aduh, sakit!" Pelukan Steve terlerai. Hanya dalam beberapa saat, Steve jatuh terkulai.

"Steve! Steve!" Aku mengangkat kepala Steve dan meletakkannya di atas pangkuanku.

"Bangun, Steve!" Aku menepuk pipi Steve beberapa kali. Namun Steve hanya mengerang menahan kesakitan.

" Steve!" aku menangis. Air mataku mengalir deras melewati pipiku.

♥️♥️♥️

Steve Timothy's POV

"Steve..," aku mendengar suara Steffy. Jarinya yang ku genggam terasa bergerak-gerak.

Aku mengangkat wajah, memandang tidak percaya ke wajah kesayanganku itu. Matanya masih belum terbuka. Namun dia memanggil namaku sambil terisak. Air matanya menitis.

"Oh, my god!" Aku tertawa kecil sambil menangis sekaligus.

Ini adalah keajaiban. Wanita kesayanganku akhirnya sedar dari tidur panjangnya. Akhirnya dia terbangun setelah tiga hari tidak tidur begitu lena.

"Steve..," sekali lagi dia memanggil namaku.

"Ya, sayang. Aku di sini," balasku.

"Steve..kamu..,"  perlahan dia membuka matanya.

"Ya, sayang. Aku di sini. Kerana kamu aku di sini. Terima kasih sayang," ku kucup bibirnya yang pucat dan kering.

"Kamu tahu?" Aku terasa ingin marah mendengar pertanyaannya.

"Kalau kamu merahsiakan apa-apa lagi dariku, aku akan menghukummu seberat-beratnya," kataku.

"Memukulku?" tanyanya.

Aku merasa semakin geram dengan pertanyaannya. Bagaimana dia boleh terfikir yang aku akan memukulnya? Menjentiknya sedikitpun aku takkan termampu.

"Aku akan menghukummu dengan memaksamu melahirkan anak-anakku seramai yang mungkin," kataku, membuat mata Steffy terbeliak.

_______________________________________

Aku duduk di dalam bilik Steffy menunggu doktor memeriksa keadaannya. Saat itulah pintu bilik itu terbuka. Roger masuk bersama sepasang suami isteri seusia ibu dan ayahku.

Tubuhku terasa gementar. Lidah terasa kelu untuk menyapa mereka. Jujur, aku belum bersedia untuk berhadapan dengan situasi seperti ini.

"Mereka  ayah dan ibu Tiffany,"  Roger berkata perlahan, hampir dengan telingaku.

Di atas kerusi rodaku, aku merasa semakin panik. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.. Hinggalah lelaki separuh usia itu mendekatiku dan memelukku.

"Maafkan papa, nak," ucapnya membuat aku terkedu.

'Papa'...dia membahasakan dirinya papa. Maksudnya...

"Mama juga minta maaf, nak," kini isterinya pula yang memelukku.

"Pa, ma..maafkan kami.." kata itu terucap begitu sahaja dari bibirku.

"Kami yang bersalah...," ibu dan ayah Steffy menangis.

"Orang tua sepatutnya membiarkan anak-anaknya bahagia. Tapi kami...," ibu Steffy mengesat air matanya.

Sejurus doktor yang selesai memeriksa keadaan Steffy menyelak langsir, pasangan suami isteri itu terus menerpa ke arah Steffy.

"Maafkan mama dan papa, nak."

"Tif juga minta maaf, pa, ma," Steffy menangis. Namun, di sebalik tangisan itu, tergambar kebahagiaan pada wajahnya.

"Setelah kamu berdua dibenarkan  keluar wad, kamu berdua akan segera dinikahkan," ayah Steffy memandangku.

" Katakan pada ayah dan ibu kamu agar datang ke rumah untuk membincangkan tarikh pernikahan kamu berdua," sambungnya lagi.

"Papa?" Seperti aku, Steffy juga nampaknya seperti tidak percaya.

"Kenapa? Tak mahu menikah? Mahu papa ubah pendirian papa?" Tanpa menunggu, Steffy segera memeluk ayahnya.

"Terima kasih, pa," aku tersenyum senang.

Tidak percaya? Atau terlalu tiba-tiba? Biarlah. Peluang tidak terbuka berkali-kali. Peluang yang ada ini tidak akan aku lepaskan. Tidak sekali-kali akan aku lepaskan.

"Terima kasih, pa, ma. Saya berjanji akan menjadi suami yang baik buat Tiffany," ucapku.

Vote dan komen.
Happy reading.

Tbc...

My Only Sunshine (✔️ Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang