MOS 25

1.6K 49 4
                                    

"Perkara terbaik yang pernah ku lakukan adalah memberikan hatiku kepadamu-Steffy Tiffany"

Steffy Tiffany's POV

Sudah enam tahun berlalu. Sudah enam tahun aku dan Steve bersatu sebagai Rumi dan Juli. Bercinta seperti Sita dan Rama.

Cuma belum ada yang memanggil aku 'mama' . Belum ada yang memanggil Steve 'papa'. Kami masih berdua. Setiap bulan kami berharap agar ada 'bayi' yang tumbuh di dalam rahimku.

Namun setiap bulan, hanya kehampaan yang kami temui. Setiap bulan, tika periodku terlewat datang, Steve akan cepat-cepat membeli alat ujian kehamilan dan tidak sabar memintaku agar menggunakannya.

"Jangan lupa. Berdoa dulu agar ada dua garis merah muncul," begitu yang selalu diucapkan Steve.

Dan tika aku keluar dari bilik air dengan wajah muram, Steve akan mengambil alat ujian kehamilan itu dari tanganku dan mencampakkannya ke dalam bakul sampah kecil di tepi pintu bilik air itu.

" Jangan gunakan alat itu lagi. Jangan pernah kita membeli alat itu lagi," katsnya seraya memelukku erat.

"Aku mencintai kamu, Tiffany. Meski kita harus hidup berdua sahaja untuk selamanya, aku sanggup. Asalkan kamu tidak berhenti mencintaiku," katanya.

♥️♥️♥️

Steve Timothy's POV

Suami mana dalam dunia ini yang tidak berharap agar isterinya mengandungkan zuriatnya. Begitu juga aku. Setiap bulan selama enam tahun aku berharap agar benihku dan benih Steffy bercantum dan membuahkan janin di dalam rahim Steffy.

Namun harapanku belum lagi termakbul. Kecewa? Memang aku kecewa. Lebih-lebih lagi bila aku melihat kekecewaan di wajah isteriku.

Terkadang aku merasa bersalah. Andai saja Steffy tidak mendermakan buah pinggangnya kepadaku, pasti dia tidak mengalami kesukaran untuk mengandung. Namun apakan daya. Semuanya sudah terjadi.

"Steve," Steffy keluar dari bilik tidur dan merapatiku yang sedang duduk di sofa di ruang tamu. Steffy terus sahaja membaringkan kepalanya di atas pahaku.

"Kenapa, sayang?" aku membetulkan rambutnya yang tidak terurus.

"Pening, Steve," katanya sambil memicit dahinya.

"Kamu demam?" Ku letakkan telapak tangan di atas dahinya. Badannya terasa normal, tidak demam.

"Aku tidak demam. Tetapi aku rasa pening. Bila bangun, rasa pusing dan ingin muntah," katanya.

"Mungkin kamu lapar. Biar aku ambilkan nasi goreng di dapur," kataku.

Sudah menjadi kebiasaan jika hujung minggu dan aku tidak ke tempat kerja, aku akan menyiapkan sarapan untuk kami berdua.

Aku kembali dengan sepinggan nasi goreng dan segelas milo suam.

" Tif..bangun, sayang," Steffy membuka mata.

" Makan sikit, Tif. Biar ada tenaga," aku mencedok sesudu nasi goreng dan menyuakannya ke mulut Steffy.

"Huweek!" Belum sempat ku suapkan nasi goreng itu, Steffy terus menutup mulut dan berlari ke bilik air.

"Kenapa, sayang?" aku mengurut tengkut Steffy.

"Mual, Steve," jawabnya.

" Kamu tak sihat, Tif. Kita ke klinik saja," aku mencadangkan. Namun Steffy menolak.

"Biarkan aku berehat saja, Steve. Mungkin aku terlalu penat," katanya.

Aku tidak ingin mendesak Steffy. Seketika aku berbaring di sebelahnya sambil mengelus belakangnya hingga dia tertidur.

"Mungkin dia mengandung," aku meneka sendiri.

Setahuku period Steffy memang sudah terlambat. Ada kemungkinan dia mengandung. Meski enggan berharap, namun naluriku masih kuat mengatakan bahawa Steffy sedang mengandung.

♥️♥️♥️

Steffy Tiffany's POV

Aku masih berbaring di atas katil saat Steve masuk ke bilik tidur kami dengan sesuatu di tangannya.

"Aku membeli alat ini. Kita cuba saja," katanya.

"Steve..aku takut kecewa..," kataku.

Namun Steve tetap meletakkan alat itu di atas telapak tanganku.

" Uji saja. Tak perlu berharap apa-apa," katanya.

Aku menurut permintaan Steve. Sudah tentu didahului dengan doa.

"Semoga positif. Semoga muncul dua garis merah," mulutku tidak habis berdoa.

"Sayang..apa keputusannya?" Di luar rupanya Steve juga tidak sabar menunggu keputusannya.

"Tunggu..," aku memerhati pada alat ujian kehamilan itu.

Dadaku berdebar kencang meski sudah kerap melihat keputusan yang mengecewakan.

Dua minit menunggu, perlahan - lahan garisan merah itu mula kelihatan. Mula-mula hanya satu garis yang kelihatan. Setelah hatiku hampir kecewa lagi, muncul garisan merah yang kedua.

Aku membuka mata dengan lebar untuk memastikan yang aku tidak tersalah lihat. Masih ragu aku memejamkan mata dan membukanya kembali. Dua garisan merah itu masih terlihat dengan jelas.

"I'm pregnant," aku menekup mulut sambil terisak kecil. Tangisan gembira dan penuh kesyukuran.

Aku membuka pintu bilik air. Seperti selalu, alat ujian kehamilan itu berada kemas dalam genggamanku.

"Tiffany..maaf," Steve memelukku.

Tangannya perlahan membuka genggaman tanganku. Alat ujian kehamilan itu berpindah ke dalam genggamannya.

"Maaf. Lain kali aku takkan membelinya lagi," Steve mencampakkan alat itu ke dalam bakul sampah di tepi bilik air.

"Jangan menangis," pujuknya.

"Aku belum melihat keputusannya," kataku.

"Belum? Jadi kenapa kamu menangis?" Steve melepaskan pelukannya.

Tangannya segera mengambil kembali alat ujian kehamilan itu.

"Tiffany! Dua garis merah, sayang! Dua garis merah! Kamu mengandung, sayang!" Steve memelukku seraya menciumku berkali-kali.

"I love you. I love you, honey."

Vote dan komen.
Selamat membaca.

Tbc...

My Only Sunshine (✔️ Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang