MOS 24

1.7K 51 7
                                    

***Part ini ada mengandungi sedikit unsur dewasa. Mohon pertimbangan bijak sebelum membacanya.
_______________________________________

"Aku bukan sekadar ingin menggenggam tanganmu tika kita melafazkan solemn vows di hadapan altar. Tetapi aku ingin mengurungmu selamanya di dalam hatiku-Steve Timothy"

Steve Timothy's POV

Wajah malu-malunya membuatku semakin ingin menggodanya. Aku sengaja membiarkannya berdiri di sisi katil, sambil matanya memerhati ke arahku, tanpa berkerdip.

Tika boxer, helaian terakhir yang menutupi tubuhku aku turunkan hingga ke hujung kaki, Steffy menahan nafas. Ku perhatikan pipinya bertambah merah.

"Look at me!" Aku memberi arahan tika aku menyedari dia mula ingin memutar tubuh untuk membelakangiku.

" Lihat aku, sayang," kataku. Aku menarik kedua tangannya hingga tubuhnya merapat padaku.

"Steve..," suaranya kedengaran serak. Natasnya juga terlihat berat.

Pipi Steffy semakin merah. Namun yang membuatku menahan tawa, matanya terpaku pada 'adikku' yang kini sudah berdiri dengan gagah sekali.

"Kenapa? Kamu ingin menyentuhnya?" aku menggoda Steffy.

Tangannya yang gementar aku bawa ke bawah, kepada 'si adik' yang telah begitu lama kesepian.

"Dia milik kamu," aku berbisik di telinganya sebelum bibirku hinggap pada tulang selangkanya. Ku kucup dan ku hisap perlahan.

"Ohh..Steve..," terdengar desahannya. Tangannya mula membelai 'adikku', mengurut perlahan.

Aku menurunkan zip gaun yang dipakainya. Hanya dalam beberapa saat sahaja, gaun itu sudah melorot ke hujung kakinya.

"Without bra, hmm?" Aju tersengih.

Dalam diam, aku mengkagumi orang yang mencipta gaun pengantin dan gaun untuk majlis resepsi. Unik, kerana penggunanya tidak perlu memakai bra. Pasti ada tujuannya, untuk memudahkan tugas kaum hawa di malam pertama.

" Kamu begitu cantik, isteriku," bisikku.

Kedua telapak tanganku menangkup payudaranya yang mengacung begitu indah dan menggoda.

"Ahh.. Steve," katanya tika tanganku menguli lembut payudaranya. Matanya mulai layu.

"Your littke pumpkins look so beautiful too," aku menunduk dan mengulum satu putingnya.

Jemariku memilin putingnya yang satu lagi.

"Steve.."

"Hmmm.. Ya, sayang," aku semakin berghairah.

Kejantananku semakin tegang. Semakin tidak sabar untuk merasa lembah nikmatnya yang saat ini ku kira sudah cukup basah dan sedia untuk menerimaku.

"Kamu sudah basah?" aku bertanya nakal.

Tanganku menyusup ke dalam seluar dalam merah yang dipakainya. Di dalam seluar dalam itu ku temukan "si comel" milik Steffy yang sudah basah kuyup.

"Kamu basah," bisikku sambil menatap ke dalam matanya.

Tanganku melorotkan seluar dalam merah itu hanya dengan sekali sentap.

Kini aku dan Steffy sama-sama polos. 'Adikku' beberapa kali mencium 'si comel'.

Aku menolak perlahan tubuh Steffy hingga dia terbaring di tengah tilam.

"Kamu sudah bersedia untuk membuat bayi?" aku bertanya seraya mula menempatkan diriku di atasnya.

Steffy ingin menjawab, namun bagiku jawapan itu tidak perlu. Matanya yang berkabut ghairah sudah cukup menjelaskan segalanya.

Aku mencumbui payudaranya sekali lagi. Ku pilin dan ku kepit putingnya dengan bibirku. Sesekali ku hisap kencang hingga dia terjerit kecil sambil tubuhnya mengelinjang.

"I love you, Tiffany. I love you, yesterday, now and forever," aku mencumbui bibirnya.

Lidahku menjelajah ke dalam mulutnya. Lidahnya ku belit dengan lidahku.

"Emmpphh..," jemarinya menyusup ke dalam rambutmu. Nafasnya dan nafasku menderu, bersatu menjadi satu.

"I love you, so much," aku membuka kakinya dengan kakiku.

Tubuhku aku selitkan di antara dua kakinya. Aku mengangkat sedikit punggungku, menempatkan 'adikku' betul-betul di hadapan bibir 'si comel' yang sudah basah dan terbuka, sedia menyambutku.

"Steve, tolong perlahan," pintanya malu-malu. Aku menatapnya seketika.

"Ini bukan kali pertama, sayang," kataku mengingatkannya.

"Tahu. Tapi sudah begitu lama, Steve. Dan kamu...," kata-katanya terhenti di situ.

" Aku..kenapa?"

"Kamu besar," jemarinya menyentuh 'adikku'. Aku tertawa kecil. Apa katanya? 'Adikku' besar? Bukankah para isteri lebih suka jika milik suami mereka besar? Aku senyum dan mengucup bibirnya.

"We'll fit together. I promise," kataku.

Tidak menghiraukan tatapannya yang penuh keraguan, aku membenamkan 'adikku' ke dalam 'si comel' miliknya.

"Ahhh...," tangannya mencengkam belakangku saat 'adikku' sudah terbenam dengan sempurna di dalam 'si comel'.

"Sakit?" Matanya yang terpejam membuat aku menyangka jika dia kesakitan menerima penetrasiku.

Steffy menggelengkan kepalanya. Jemarinya yang sebentar tadi mencengkam belakangku, kini memeluk tubuhku dengan erat. 


"See? We fit together, honey. I feel perfect inside you," kataku.

Aku mula memaju mundurkan pinggulku. Menghentak dengan irama yang tidak senada. Terkadang laju, terkadang perlahan. Namun yang pasti setiap gerakanku membuat Steffy mengelinjang dan mendesah hebat.

" Steve... "

" Hmmm.. "

" Steve.. "

" Ya, sayang.."

"Peluk aku..." dan aku mendakapnya erat.

Dia milikku. Milikku yang sah. Aku sudah menikahinya di hadapan Tuhan dan sivil. Tiada apa lagi yang dapat menghalangku untuk menyentuh dan memilikinya.

"I 'll hold you forever, love," aku menekan pinggulku hingga' adikku' terbenam begitu dalam. Hingga menyentuh dasar 'si comel' miliknya.

"Semoga benihku dan benihmu bersatu, sayang. Aku mahu baby," dan ku semburkan spermaku ke dalam rahimnya.

"Aku juga mahu baby," balasnya sambil kakinya membelit kemas pinggangku.

Vote dan komen.
Selamat membaca.

Tbc...

My Only Sunshine (✔️ Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang