MOS 6

2.4K 50 2
                                    

"Mengapa sakit rasanya melihat ada tangan lain yang memeluk tubuhnya? Mengapa hati terasa pedih melihat ada bibir lain yang mengecup pipinya?" - Steffy Tiffany

Aku merasa seolah ada beban yang menghempap tubuhku. Perlahan aku membuka mata. Saat mataku terbuka, aku menemukan sepasang mata sedang menatapku. Tangannya melingkar memeluk pinggangku.

"Good morning, my sunshine," ucapnya. Aku mengerdipkan mata beberapa kali, cuba mengingat bagaimana aku boleh berada dalam pelukannya.

Seketika pipiku terasa panas terbakar setelah aku mengingat semuanya. Diakah yang bersalah atau akukah yang bersalah, semuanya berligar dalam fikiranku.

"Good morning, my sunshine," kembali dia mengucapkan kata-kata itu.

Aku hanya memandangnya sekilas tanpa menyahut kata-katanya.

Saat aku menggerakkan kakiku, terasa pedih pada pusat tubuhku. Aku mengaduh dan kembali terbaring.

"Sakit. Aku benci semua ini," tanpa sedar ucapan itu terucap dari bibirku.
Steve memandangku dengan tatapan yang tidak aku mengerti.

"I'm really sorry, Tif," ucapnya kemudian. Tangan gagahnya mencempung tubuhku, membawaku ke bilik air. Aku berdiri dengan kakiku yang gementar sementara menunggunya mengisi tab mandi dengan air suam.

"Berendam, Tif," dia mengangkat tubuhku dan mendudukkan aku di dalam tab mandi itu. Aku memandangnya, tapi dia tidak sedikitpun menoleh kepadaku.

"Steve..," aku mencekal pergelangan tangannya. Namun dia membuka cekalanku dengan sebelah lagi tangannya. Aku tidak mengerti mengapa sikapnya tiba-tiba seperti itu.

"Mandi, Tiffany. Selepas ini, kita perlu berbicara," katanya lalu meninggalkan aku.

Aku menghabiskan hampir lima belas minit di dalam bilik air. Aku merenung diri, merenung kesilapan yang sudah aku lakukan. Aku tidak boleh menyalahkan Steve sepenuhnya. Dia sudah berusaha menjaga jarak denganku. Tetapi aku yang mendekatkan diri padanya.

"Tiffany," diikuti ketukan di pintu bilik mandi.

Aku keluar dari tab mandi dan baru ku sedar aku tidak membawa tuala mandi bersamaku. Aku merenung ke arah pintu, memikirkan bagaimana caranya aku akan keluar dengan tubuh telanjangku.

Clek! Pintu bilik mandi terbuka. Steve mendekatiku dengan tuala mandi di tangannya. Tanpa mengatakan apapun, dia melingkarkan tuala itu pada tubuhku.

Dalam kebuntuan, aku hanya mengikut tika dia menarik tanganku keluar dari bilik mandi dan mendudukkan aku di atas birai katil.

Steve mengambil tuala kecil dan membantu mengeringkan rambutku.
Setelah itu, dia membuka almari di mana aku menyusun pakaianku.

"Mari, aku bantu," mataku terbeliak tidak percaya. Ditangannya ada pakaian dalamku. Aku menggeleng perlahan.

" Sini, Tiffany," suara tegasnya membuat aku akhirnya menurut. Dia melayanku seperti anak kecil, hingga sepotong jeans separas lutut dan baju T berlengan pendek tersarung di tubuhku.

"Setelah ini, kemaskan semua barangmu, Tiffany," katanya.

Dari pintu bilik yang terbuka, aku dapat melihat Steve mengemaskan barang-barangnya.

"Steve, kita..," Steve berpaling dan menatapku. Tiada senyuman di wajahnya seperti semalam.

"Kemaskan barang-barangmu, Tiffany. Kita akan pulang hari ini," katanya. Aku diburu pertanyaan. Lyra dan Myra tidak mengatakan apa-apa kepadaku.

"Tapi, Lyra...."

"Hanya kita berdua yang akan pulang hari ini," katanya.

"Aku minta maaf tidak dapat mengawal diri, Tif. Dan... aku tidak dapat berjanji untuk tidak mengulanginya lagi jika kita masih berdua di chalet ini," ucap Steve. Jadi itu alasannya.

"Jika kita pulang hari ini, adakah itu akan dapat mengembalikan semuanya, Steve?" tanyaku.

💕💕💕

Petang ini kami akan mengadakan barbecue. Menurut Lyra, beberapa orang teman Roger akan menyusul kami ke mari.

Aku memerhati Steve sedang menyalakan  api di bawah pemanggang. Aku memerhati bagaimana tangan kekarnya bekerja. Dan aku terbayang kembali bagaimana tangan kekar itu bekerja di atas tubuhku.

Tidak aku nafikan, Steve memang tampan. Malah di antara mereka bertiga, dia yang paling tampan. Jika ada yang bertanya soal hati, tentang apakah aku jatuh hati kepadanya atau tidak, bohong jika aku katakan aku tidak jatuh hati kepadanya.

Cepat atau lambat kita jatuh hati, itu kuasa mata. Orang selalu mengatakan, dari mana punai melayang, dari pokok turun ke padi, dari mana datangnya sayang, dari mata turun ke hati. Katakan gadis mana yang tidak terpikat pada lelaki tampan seperti Steve.

"Tif," Lyra duduk di sebelahku.

"Hmm.."

"Dari tadi aku lihat kau asyik merenung Steve. Kau suka padanya?" Aku tidak suka pertanyaan Lyra. Seharusnya pertanyaan itu diajukannya sebelum mereka membuat keputusan untuk  menempatkan aku berdua dengan Steve.

"Dia baik, Tif. Cuma nasibnya yang kurang baik," ucap Lyra.

"Kurang baik? Maksudnya?"

"Ah, lupakan saja, Tif." Lyra enggan meneruskan ceritanya tentang Steve.

"Eh, nampaknya mereka sudah datang," Lyra bangun menuju ke arah teman-teman Roger. Aku pula masih di tempatku. Dari jauh aku melihat salah seorang daripada mereka menghampiri Steve. Seorang gadis dengan potongan badan seksi.

" Hai, Steve," aku mendengar suaranya dengan jelas. Kemudian dia merangkul bahu Steve dan mencium pipi lelaki itu. Ku lihat Steve membalas pelukan gadis itu.

Darahku tersirap. Aku menggenggam tanganku erat hingga kukuku rasa menekan pada telapak tanganku. Mengapa hatiku rasa sakit melihat dia memeluk gadis lain? Mengapa sakit rasanya melihat ada gadis lain yang mencium pipi Steve?

Inikah yang dikatakan cemburu? Tetapi bukankah cemburu kerana sayang?

Vote dan komen.
Selamat membaca.

Tbc....



My Only Sunshine (✔️ Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang