15# Kakek Tua Aneh

117 21 4
                                    


-ooo0ooo-

Kita Saksikan

"Kita saksikan burung-burung lintas di udara
kita saksikan awan-awan kecil di langit utara
waktu itu cuaca pun senyap seketika
sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya

di antara hari buruk dan dunia maya
kita pun kembali mengenalnya
kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata
saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia."

-Sapardi Djoko Damono

-ooo0ooo-

Ke-enam lelaki beda generasi itu saling berdiri berjejeran di samping ranjang gadis Batari tersebut. Dokter Dian tengah membantu gadis itu untuk duduk setelah beberapa saat lalu mengecek keadaan gadis itu dan terkejut mengetahui jika Embun mengalami mimisan. Bahkan enam lelaki itu saja tidak tau menau mengenai hal itu, lihat saja tampilan mereka sekarang. Masih dengan wajah mengantuk dan rambut yang acak-acakan seperti singa. Malam sebelumnya mereka bilang ingin begadang, tapi ketika jam menunjukkan pukul 4 pagi satu persatu dari mereka mulai tumbang dan akhirnya semua lelaki itu ter-tidur dengan nyenyaknya.

"Uhuk uhuk." Embun terbatuk dengan wajah yang menahan nyeri.

Dokter Dian mengatur Ventilator yang berada pada mulut gadis itu. Wajah gadis itu bahkan sangat pucat dibandingkan sebelumnya, nyaris terlihat seperti mayat hidup. Arsenio sedari tadi memandang bagaimana dokter Dian menangani gadis itu. Dirinya melihat secara langsung bagaimana gadis itu kesulitan bernafas dan harus dibantu dengan alat. Dada Arsenio terasa ikut nyeri melihat pemandangan di depannya.

Dokter Dian mengalihkan pandangan pada enam lelaki tersebut. Dokter senior tersebut terkekeh geli melihat penampakan mereka. "Kalian mandi saja, Embun sudah tidak apa-apa. Lihatlah, wajah kalian terlihat lusuh."

Ke-enam lelaki itu tersadar dari lamunan mereka dan menunjukkan senyum malu. Mereka memutuskan untuk pergi ke tujuan masing-masing. Abian memilih mandi, di dalam kamar mandi di ruangan gadis itu sementara yang lain pergi keluar mencari toilet luar.

Embun memejamkan matanya, gadis itu tidak terlelap hanya saja untuk membuka mata rasanya sangat berat. Jemarinya mendadak kaku dan sering bergetar. Dokter Dian memutuskan untuk keluar dari ruangan tersebut setelah melihat Abian yang juga baru saja keluar dari kamar mandi. Abian menghampiri ranjang gadis cantik itu dan menumpukan tangannya pada besi di pinggir ranjang gadis itu.

Embun membuka sedikit matanya dan memaksakan senyum ketika mendapati Abian yang tengah menatapnya dengan lekat. Lelaki itu bahkan tidak berani menyentuh Embun yang terlihat begitu rapuh, bahkan Abian berpikir jika dirinya menyentuh sedikit saja gadis itu mungkin saja gadis itu akan merasakan sakit yang luar biasa.

"Masih sakit?" tanya lelaki itu.

Gadis Batari itu tidak mengangguk maupun menggeleng. Itu sangat sulit dilakukannya sekarang, Embun memilih tersenyum kecil membalas pertanyaan Abian. Rasanya Abian benar-benar merasa, tidak. Tidak bisa dirasakan, perasaannya campur aduk melihat gadis yang hari-harinya selalu penuh dengan senyum cerah dan tingkah yang ceria. Namun kini yang berada dihadapannya justru sosok gadis rapuh dengan tubuh yang lemah dan wajah pucat.

"Sanjiao Lian" (END√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang