Chapter 10. Farhan?

42 4 0
                                    

Di kelas 11 IPA 1 sebenarnya juga excited tentang acara ulang tahun sekolah ini, tapi bagi anak laki-laki di sana, ini adalah saat yang tepat untuk mereka bolos sekolah. Padahal semua siswa diwajibkan untuk berpartisipasi, dasar.

Di pojok kelas, berkumpullah anak laki-laki yang sedang bermain mobile legend, termasuk Farhan. Sebenarnya sebelum diumumkannya acara ulang tahun sekolah, Farhan sudah diminta Bu Halimah, wali kelas 11 IPA 1, untuk mengikuti lomba olimpiade matematika, tapi Farhan menolak dengan alasan ia ingin sekali saja mengikuti lomba yang ia inginkan, yaitu menggambar dan Bu Halimah pun mengizinkan ia mengikuti lomba menggambar, makanya Farhan biasa saja ketika acara itu diumumkan tadi.

"Lu bakal masuk pas ulang tahun sekolah, Han?" tanya Nathan masih sambil bermain di ponselnya.

"Iya, gue ada urusan," jawab Farhan. Ah, dia mati. Farhan pun menutup gamenya dan ganti membuka aplikasi chatting dan ada pesan dari adiknya, mengatakan jika ia ada kerja kelompok di rumah Tamara, teman sekelasnya. Kakaknya bisa menjemput dia di rumah Tamara saja sekitar jam 6 malam.

Sejak papa dan mama Farhan bercerai, Farhan memang resmi menjadi tukang antar-jemput adiknya itu. Papanya bahkan melepas tanggung jawab untuk menafkahai Farhan dan Arin. Meskipun Clara mendapat banyak bantuan dari keluarga besarnya, tapi Clara harus tetap bekerja demi menyambung hidup dan juga tidak ingin merepotkan keluarganya.

"Han, lu nggak main lagi?" tanya Azqa kali ini.

"Nggak. Udah mati, males."

"Ntar lu ke tempat biasa nggak?"

"Iya. Adek gue baru pulang jam 6."

Farhan pun membalas oke pada pesan adiknya, bangkit dari kursinya, dan buru-buru keluar kelas menuju kantin karena jika tidak buru-buru, teman-temannya pasti akan menitip dibelikan makanan atau minuman di kantin.

***

Play music above for good reading experience

Sepulang sekolah, karena Wilen dan Rena memutuskan untuk langsung pulang, Adinda sendirian mengenderai motornya menuju salah satu pusat perbelanjaan yang cukup dekat dari sekolah. Adinda memang akan seperti ini jika ia sendirian dan kali ini ia pergi ke pusat perbelanjaan untuk menghabiskan waktu.

Acara jalan-jalan itu berakhir di jam setengah 5 sore. Adinda masih punya waktu untuk jalan-jalan entah ke mana. Dari hari Senin-Sabtu, Adinda memang akan seperti ini, mencari kesibukan. Sepulang sekolah, jika ia memang tidak main dengan Wilen, Rena, dan/atau siapa pun, ia akan menetap di perpustakaan atau kantin sekolah, jalan-jalan sendirian, ke mall, taman terbuka, tempat wahana bermain, museum, perpustakaan nasional, dan tempat wisata mana pun yang bisa ia kunjungi. Jika ia sudah bosan dan masih punya waktu, ia akan pergi ke gedung terbengkalai di belakang sekolah, seperti sekarang.

Sambil memakan cheese cake yang ia beli dari mall tadi, Adinda membuka ponselnya dan membalas beberapa pesan. Setelahnya ia membuka galeri, melihat foto-fotonya dengan bundanya, membuat kenangan-kenangan itu kembali mengalir deras tanpa kuasa ia hentikan.

"Bunda, ini begini bukan caranya?" tanya Adinda kala itu yang masih berusia 10 tahun. Adinda dan bundanya, Eva, sedang memasak kue bolu kukus cokelat.

"Pelan-pelan saja, Din." Eva pun membantu Adinda mengaduk adonan kue. Sambil tertawa dan bercanda, Eva dan Adinda akhirnya berhasil memanggang kue tersebut ke dalam oven.

Masih Seorang ManusiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang