Irene menghela napas lelah. Matanya menatap ruangan yang baru saja ia bersihkan, kemudian ia menatap jam dinding. Mengingat jika sudah waktunya ia harus memasak sarapan untuk Amber, wanita itu pasti sebentar lagi banyak bicara minta makan.
Setelah menaruh sapu pada tempatnya, ia langsung pergi ke dapur untuk memasak sarapan pagi. Berpikir jika telor dan bacon sudah sangat cukup untuk mengisi perut Amber.
Tidak, Irene sama sekali tidak berpikir untuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri. Tidak kecuali jika dia telah melakukan semua tugas di rumah ini.
Baru saja Irene membuka pintu kulkas, pundaknya langsung turun lemas. Sangat menyebalkan jika persediaan sudah habis, sejenak Irene baru sadar jika sudah memasuki akhir bulan.
"Amber." Panggil Irene sembari pergi dari dapur, berjalan ke arah pintu kamar Amber. Sesekali Irene mengetuk namun tidak mendapatkan jawaban ataupun teriakan kasar seperti biasa. "Amber? Kamu sudah bangun?"
Irene terdiam merasakan sesuatu yang tidak enak. Tanpa berpikir panjang akhirnya Irene pergi menuju kamarnya. Tidak disangka-sangka sosok wanita yang ia cari ternyata sedang duduk di atas ranjang sembari membuka isi amplop putihnya.
Irene terkejut dan dengan cepat ia melangkah mendekati Amber, sama sekali tidak berpikir panjang untuk menahan tangan Amber. "Apa yang kamu lakukan?"
Amber menatap Irene. "Aku menghitung uang."
"Uangku." Koreksi Irene.
"Uangmu?" tanya Amber, terkesan meremehkan.
"Ya. Itu uang milikku, Amber."
Amber tersenyum miring. "Uang sebanyak ini, dan kamu bilang ini milikmu?"
Irene terdiam, ingin sekali rasanya mengatakan iya namun entah bagaimana rasanya sangat sulit untuk diucapkan.
"Apa kamu pikir aku bodoh, hm?" tanya Amber sembari mengambil jaket hitam di sebelahnya. "Tinggal bilang saja jika uang ini diberikan oleh pacarmu!"
Amber berteriak ketika melemparkan jaket hitam ke arah Irene. Irene segera menangkap sembari melangkah mundur. Untuk sementara waktu kepalanya dibuat tenang oleh harumnya jaket itu, namun fokusnya langsung teralihkan ketika Amber berdiri dan hendak pergi bersama amlopnya.
"Amber, jangan!" Irene melempar jaket hitamnya ke atas ranjang, ia berlari kecil dan menahan lengan Amber. "Kumohon, jangan lagi!"
"Lepaskan!" Amber menarik lengannya dan berhadapan dengan Irene. "Apa maumu?"
"Kumohon jangan ambil semuanya." Irene memberi tatapan yang sangat memohon.
"1000 dollar ini akan aku ambil, Irene. Kamu tidak seharusnya memiliki uang sebanyak ini. Aku tidak mau kamu menyalahgunakan uang ini." Amber menegaskan dan berjalan menuju pintu kamar.
"Seharusnya kamu juga bisa mendapatkan itu, kalau saja kamu tidak terlalu sering mabuk-mabukan." Lirih Irene, ia segera berbalik melihat jaket hitam yang baru saja ia lempar.
Ini bahkan jauh lebih buruk daripada biasanya. Uang sebanyak itu, dan hasil jerih payah Irene sama sekali sia-sia. Bahkan, Irene tidak mendapatkan satu persen dari uang itu.
Lebih buruknya lagi, Irene sama sekali tidak punya hak suara di sini. Namun, jika saja Irene berani untuk melawan Amber, lantas dimana lagi dia harus berteduh dan tidur layak setiap malam.
Itu sangat menusuk Irene, satu-satunya yang membuat ia bisa berada di sini tidak lain hanya seorang Krystal. Kenangan buruk yang mengubah kehadiran Irene di rumah seperti pembawa sial.
Merasa tidak ada yang bisa ia lakukan, Irene menghela napas untuk kesekian kalinya. Terlalu lama melihat jaket hitam Seulgi, itu membuat Irene berpikir tidak ada manusia lain yang sama sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal ─ Seulrene ✓
Fanfiction❝Alasan aku melakukan ini tidak seperti yang terlihat. Jadi, untuk sekarang, kumohon percayalah padaku.❞ Tentang Irene yang mengira hidupnya akan dipenuhi pria nafsu, hingga suatu malam dia melihat dirinya dibeli oleh seorang wanita. ©Seulgibaechuu...