Chapter Sixteen.

1.5K 180 12
                                    

Ciuman sore itu benar-benar membuat Seulgi enggan berbicara. Seulgi tidak tahu harus berkata apa padanya. Tidak hanya itu, kejadian di bianglala tadi juga membuat mereka berdua menjadi sangat canggung.

Seulgi bukannya tidak ingin membalas apa yang Irene inginkan, tapi dirinya dibuat bingung. Rasa tidak siap dan gugup yang menghantui Seulgi sepanjang perjalanan membuatnya tidak sanggup berbicara pada Irene.

Seulgi masih meragukan perasaannya, apakah dia benar-benar mencintai wanita ini? Bagaimana jika semua ini tidak nyata? Bagaimana jika tanpa sadar Seulgi akan menyakiti Irene lagi?

Yang sudah pastinya Seulgi tahu jika situasi diam itu akan membuat kesalahpahaman.

Tapi, Seulgi sendiri tidak tahu harus bagaimana. Dia sama sekali tidak mengira jika mereka akan berciuman secepat itu, ditambah Seulgi tidak pernah berkencan dengan siapapun, akhirnya dia terjebak dalam ketidaktahuannya sendiri.

Tidak bisa dipungkiri betapa senang dan lega ketika tahu ternyata Irene juga mencintainya, tapi untuk orang yang tidak pernah jatuh cinta seperti Seulgi, apakah semuanya akan berjalan dengan baik?

Sejak mereka pulang, kini Seulgi sudah menghabiskan banyak waktu duduk di pinggir kolam renang. Tempat yang biasa ia gunakan untuk berpikir. Kedua kakinya terasa dingin karena air kolam, ditambah udara dingin malam ini lumayan tidak mendukung.

Atau justru mendukung untuk suasana hati Seulgi saat ini. Dia tidak tahu mana yang benar.

Seulgi menatap permukaan air yang kadang tenang, kadang bergelombang. Memperhatikan pantulan cahaya dari sekitar air kolam, berharap pemandangan tenang ini bisa membantu meluruskan pikirannya.

"Dia bilang dia mencintaiku, kan? Kalau begitu, tinggal ungkapkan saja." Ucap Seulgi pada dirinya sendiri. "Kamu hanya mengacaukan, Seulgi."

Seulgi berniat untuk meluruskan keadaan sebelum hari berganti. Berharap saja Irene belum cepat tidur. Astaga, ini membuat Seulgi menjadi sangat frustasi.

Seulgi tertawa pelan, merasa sangat tak berdaya. "Mom, Dad, what should I do? Aku tersesat, lagi."

Selama ini Seulgi berpikir kehilangan dua orang tuanya tidak terlalu berdampak besar padanya. Selama ini Seulgi selalu menanggung semuanya, meski dia punya Daniel di sampingnya, dia masih memaksa diri untuk melakukan semuanya dengan caranya sendiri.

Seulgi berpikir dia tidak akan tersesat seperti ini hanya karena tidak mendapatkan arahan dari orang tuanya, sebagaimana anak di luar sana menjalankan kehidupannya. Merasa sedih, dia sudah kehilangan orang yang seharusnya melihat dia tumbuh dewasa.

Tidak ada yang lebih tangguh dari wanita bernama Seulgi, jika saja ia tahu itu.

Seulgi menghela napas. Dia tahu dia bisa melakukan ini. "Baiklah, Irene... tentang di bianglala— ah, jangan gitu... Oke, Irene, aku minta maaf soal— aish, tidak begitu juga!"

Kesal, Seulgi pun memukul permukaan air, mencipratkan air ke sekitar wajahnya. Tangan Seulgi yang basah mengusap wajahnya, semoga saja itu bisa membuat otaknya berpikir lebih jernih lagi.

"Kenapa aku sangat bodoh, kenapa aku tidak balas ciumannya saat itu? Kamu seharusnya membalas ciumannya!" Seulgi menjadi kesal sendiri. "Tapi, aku kaget! Sangat! Siapa yang akan mengira itu akan terjadi? Itu ciuman pertamaku, dan Irene orang pertama yang aku— dan bagaimana bisa aku melakukannya— argh!"

Seulgi menarik rambutnya dengan kedua tangannya. Memaki-maki dirinya sendiri kenapa bisa-bisanya dia bertindak sangat bodoh di depan Irene.

Seulgi tidak ingin membuang waktu lagi, akhirnya dia berdiri dan melakukan pemanasan sebelum ia pergi ke kamar Irene. Setidaknya itu membantu dirinya untuk tidak gugup lagi.

Criminal ─ Seulrene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang