Chapter Thirteen.

1.5K 205 12
                                    

"Terima kasih, Seulgi."

Seulgi yang tadinya sibuk menatap langkah kakinya menjawab. "Hm? Untuk apa?"

"Sudah mau membayar makan malamku."

"Kamu harus terbiasa, Irene. Aku akan sering seperti itu untuk ke depannya."

"Still, thank you."

"Jangan berterima kasih padaku," Seulgi mengangkat kepalanya untuk menatap Irene dari samping. "Seharusnya aku yang berterima kasih, untuk mau percaya padaku."

Meskipun langit sudah gelap, Seulgi bisa melihat senyum Irene sekilas. Hal itu membuat Seulgi gemas melihat Irene yang masih malu untuk lebih terbuka kepadanya.

Mereka berdua berjalan kembali di boardwalk, meskipun mereka tidak bisa melihat pemandangan pantai karena sudah gelap, mereka masih dibuat terkesan oleh cahaya lampu warna-warni dari beberapa toko didekat mereka.

Meski sudah gelap juga, Pantai Vanice masih dipenuhi banyak orang. Seperti anak remaja yang sibuk bermain skateboard di jalanan yang diterangi beberapa lampu, dan anak basket yang masih sibuk bermain di lapangan.

Seulgi melihat ada banyak kursi kayu yang kosong menghadap ke arah pantai, setiap kursi berjarak cukup jauh dan ditemani satu tiang lampu. Seulgi mengajak Irene untuk duduk di kursi, sedangkan Seulgi berdiri bersandar pada pagar pembatas di depannya.

"Apa kamu bahagia?" tiba-tiba Seulgi bertanya setelah lama berdiam diri.

"Bisa kah aku katakan jika aku bahagia sejak bertemu denganmu?"

Seulgi tersenyum. "Jika itu yang kamu rasakan, cukup katakan saja. Itu tidak seperti aku akan memukulmu jika kamu berkata begitu."

"Kalau begitu, ya, aku sangat bahagia bersamamu, bersama Daniel juga."

Seulgi terkesiap berpura-pura terkejut. "Bisa-bisanya kamu bahagia bersama anak itu."

Irene tertawa pelan, ia menatap ke arah dua tangannya yang ditaruh di atas pahanya. Lalu mengingat tujuan utama mengapa Seulgi mengajaknya ke Pantai Vanice.

Tempat ini menjadi tempat terakhir yang Seulgi kunjungi bersama Mamanya, kan? Kenangan itu pasti menyedihkan untuknya. Tapi, karena kali ini dia pergi bersama Irene, semuanya terasa jauh berbeda.

"Bagaimana dengamu, Seulgi? Apa kamu bahagia?"

Seulgi menatap ke atas langit. "Karena hari ini ulang tahun Mama, aku sudah pasti bahagia."

"Apa yang terjadi padanya?" tanya Irene.

Fokus Seulgi menjadi pecah mendengar itu. "Apa yang terjadi padanya..." lirihnya, kemudian ia memejamkan mata. Membuat dirinya fokus untuk mendengarkan suara ombak pantai yang tidak jauh dari posisinya.

"Jika kamu tidak ingin membicarakannya, tidak apa-apa." kata Irene. "Aku tidak akan memaksa karena aku menghargai privasimu, Seulgi."

Hati Seulgi seakan dipeluk erat oleh kalimat Irene barusan. Seulgi berterima kasih kepada Tuhan telah membuat manusia berhati lembut seperti Irene.

Seulgi tahu jika ia membahas tentang sosok Mama, itu akan membuka luka yang sudah lama mengering. Tapi, sudah berapa tahun yang lalu, Seulgi tahu ia seharusnya bisa melepaskan kenangan yang kelam.

Seulgi membuka matanya dan kemudian duduk disamping Irene. Tatapannya lurus ke depan seakan-akan dia tidak bisa mengalihkan pandangannya.

"Sewaktu aku dan Daniel masih kecil, dia meninggalkan Papa." Kata Seulgi. "Sampai sekarang aku tidak tahu apa masalahnya, dan aku tidak ingin tahu."

Criminal ─ Seulrene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang