Chapter Eighteen

1.3K 153 11
                                    

Seulgi menahan tawanya di depan Irene yang sudah cemberut kesal. Ditengah mereka menikmati makan malam, tidak disangka Seulgi akan mendengar cerita unik Irene yang mana ia tidak bisa makan ayam.

"Aku serius, Seulgi." kata Irene setelah menelan makanannya. Wajahnya masih cemberut, kesal melihat Seulgi yang sedang mengejeknya. "Kenapa menertawaiku?"

"Tapi, kenapa? Apa kamu punya alergi atau sesuatu?"

Irene mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu, aku hanya... hanya tidak bisa."

Seulgi hanya tersenyum, meski itu terdengar sangat lucu, Seulgi sadar jika dirinya belum mengenal Irene sepenuhnya. Banyak hal yang belum ia ketahui tentang pacarnya, jika saja ia bisa lebih pintar untuk mencari tahu.

"Apa yang kamu pikirkan, Seulgi?" tanya Irene karena Seulgi menjadi diam untuk sementara waktu.

Seulgi menatap Irene. "Hm? Tidak ada."

"Benar, ya? Sampai aku tahu kamu memikirkan tentang aku dan ayam..." ancam Irene.

"Sejujurnya," Seulgi menaruh garpunya, lalu menaruh telapak tangan kanannya di bawah dagu, matanya masih menatap Irene. "Untuk orang yang tidak bisa makan ayam, menurutku itu lucu."

"Terserah padamu, Kang Seulgi." kata Irene dan dia melanjutkan makannya.

Sedangkan Seulgi masih terdiam memperhatikan mood Irene yang menikmati makan malamnya. Matanya tidak berkedip demi tidak melewatkan satu gerakan yang Irene lakukan.

Tanpa sadar Seulgi benar-benar jatuh ke dalam pesona Irene. Siapa yang tidak? Memiliki pacar seperti Irene seakan-seakan sedang berkencan dengan malaikat tanpa sayap.

Tidak tahu sudah berapa ratus kali Seulgi mengatakan 'cantik sekali' di dalam hatinya setiap kali ia melihat Irene. Bahkan ketika Seulgi sedang tidak apa-apa, dia pasti tiba-tiba memikirkan betapa cantiknya Irene.

Irene melirik garpu Seulgi yang masih tergeletak di samping piring. Irene tertegun ketika tahu Seulgi sedari tadi menatapnya, tatapannya sangat lembut dan hangat.

"Hey, jangan melamun." Kata Irene.

"Aku tidak melamun." Jawab Seulgi. "Aku hanya menatapmu."

"Cepat habiskan makanmu, Seulgi."

Seulgi cemberut pasrah, dia akhirnya mengambil garpunya lagi. "Ah, ayolah, apa salahnya aku menatap pacarku sendiri?"

Wajah Irene dengan cepat memerah, bibirnya langsung tersenyum lebar. Senyuman yang hanya bisa muncul karena Seulgi.

Melihat Irene tersenyum membuat Seulgi ikut tersenyum, berawal dari senyuman dan akhirnya mereka tertawa pelan bersama. Sederhana namun memiliki makna yang dalam.

"Apa kamu ingat bagaimana kita bicara untuk pertama kalinya?" tiba-tiba Seulgi bertanya.

Irene mengangguk, seketika nafsu makannya hilang. Entah ini hal bagus atau tidak. "Ya, di halte bus dekat tempat aku bekerja."

"Aku khawatir kamu menganggapku orang asing yang aneh, tapi aku lega begitu melihatmu memakan roti itu. Cukup sederhana, bukan? Aku yakin itu sangat berarti untukmu."

Irene mengangguk setuju. "Dan, kamu yang memberiku kotak kue, kan?"

"Benar. Aku tahu ini telat, tapi, kamu menikmatinya, kan?"

"Sangat. Hari itu sangat berat untukku dan aku rasa dari surat yang kamu tulis untukku, kamu benar-benar memperhatikan pole dance milikku?"

Seulgi bersandar di kursinya. "Aku tidak tahu harus menjelaskan bagaimana. Tapi, ya, aku memperhatikan dengan baik. Gerakanmu benar-benar indah sampai-sampai perasaan sedihmu menusuk dadaku. Aku melihat kesedihan dari gerakan dan ekspresimu, disaat orang lain hanya fokus kepada tubuh sexy kamu, Irene."

Criminal ─ Seulrene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang