─𝐅.𝐋𝐀𝐒𝐇𝐁𝐀𝐂𝐊
19 tahun yang lalu, 2001, San Francisco.
Seulgi masih mengingatnya dengan jelas. Melihat seperti apa ekspresi yang dibuat oleh pria paruh baya di depannya, sedang berusaha yang terbaik untuk membuat wanita paruh baya di sampingnya untuk tetap berada di rumah.
Di samping Seulgi, berdiri Adik laki-lakinya yang memegang tangan Seulgi. Sesekali ia menatap ke dua paruh baya di depannya bergantian, lalu kembali menatap ke arah Kakaknya.
"Kenapa Papa dan Mama saling berteriak?" bisik Daniel.
Seulgi menjawab dengan mengeratkan tangan Daniel. Lalu ia menarik Adik kecilnya ke ruangan yang lebih jauh, agar suara keributan yang dibuat oleh orang tuanya tidak terdengar lagi oleh Daniel.
Setelah masuk ke dalam kamar, Seulgi segera menutup pintu dan menyuruh Daniel untuk duduk di atas ranjang. Daniel tidak bisa apa-apa selain menuruti apa yang Seulgi bilang.
"Mereka sedang bertengkar." Seulgi menjawab setelah berdiam cukup lama.
"Kenapa mereka bertengkar?"
"Karena... karena pasti ada masalah." Seulgi menatap Daniel, dirinya dibuat bingung harus menjelaskan seperti apa. Daniel baru saja berumur 5 tahun, dan diumur itu tidak seharusnya melihat pemandangan buruk ini. "It's okay, everything is gonna be alright, Daniel. Kamu tidak perlu takut."
Daniel memainkan jari-jarinya. "Bagaimana denganmu?"
Seulgi mengangkat alisnya. "Aku? Kenapa aku?"
"Apa Kakak tidak merasa takut? Takut melihat mereka bertengkar." Tanya Daniel dengan wajah polosnya.
Apakah Seulgi takut? Pertanyaan itu tidak pernah mengira akan dilontarkan oleh Daniel, entah bermaksud khawatir atau sekedar ingin tahu.
Tetapi, apakah Seulgi takut? Benar, Seulgi sangat takut.
Seulgi telah melihat banyak hal dibanding Daniel, ditambah ia harus selalu menjaga Daniel yang merupakan tanggung jawabnya sebagai Kakak. Tidak tahu mengapa, Seulgi merasa yakin jika orang tuanya tidak akan bertahan lebih lama lagi.
Bagaimana tidak jika Seulgi tidak bisa berhenti mendengar orang tuanya saling berteriak?
Seulgi yang tetap terjaga setiap malam hanya karena tidak bisa berhenti mendengarkan orang tuanya yang terus berdebat dari luar kamarnya.
Seulgi lebih memprioritaskan Daniel untuk bisa tidur nyenyak setiap malamnya. Seulgi benar-benar seorang Kakak yang baik dan tulus untuk Daniel.
Mau tidak mau mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar. Tanpa sadar saking lamanya itu membuat Daniel tertidur dengan sendirinya, meninggalkan Seulgi yang masih duduk terdiam merenungkan sesuatu.
Setelah beberapa menit diam, Seulgi segera berdiri dan membuka pintu pelan-pelan agar tidak membangunkan Daniel. Seulgi melihat ke sekitar, tidak ada suara ataupun keributan, situasi benar-benar sunyi.
Namun tidak berlangsung lama sampai Seulgi berjalan ke ruang tamu, melihat Sang Papa yang duduk di atas sofa dengan tangan yang memijat pelipisnya. Seulgi menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok wanita paruh baya.
Tapi, sayang sekali Seulgi tidak bisa menemukannya di manapun.
Papa mengusap wajahnya sebelum menatap Seulgi yang masih berdiri di tengah-tengah ruangan, dengan suara yang lemah ia memanggil putrinya.
"Kang Seulgi."
Seulgi menoleh dengan wajah polosnya. "Ya, Papa?"
"Dimana Daniel?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal ─ Seulrene ✓
Fanfiction❝Alasan aku melakukan ini tidak seperti yang terlihat. Jadi, untuk sekarang, kumohon percayalah padaku.❞ Tentang Irene yang mengira hidupnya akan dipenuhi pria nafsu, hingga suatu malam dia melihat dirinya dibeli oleh seorang wanita. ©Seulgibaechuu...