Chapter Twenty Two.

1.2K 157 9
                                    

Seulgi membuka pintu lalu keluar dari ruangan, disusul Adiknya dari belakang seraya menutup pintu kembali. Seulgi menghela napas, tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

"Pastikan Irene tidak panik. Jika dia panik, itu akan merepotkan semua rencana kita." Kata Daniel.

"Satu-satunya yang bisa membuat dia tidak panik adalah aku." Kata Seulgi dengan penuh percaya diri. "Tapi, aku percaya dia akan baik-baik saja."

"Ingat, kamu harus menghadiri pembukaan bersamaku. Selama itu, kamu tidak bisa mengawasi Irene sepenuhnya."

"Aku sudah menyuruh Jeffrey untuk mengawal Irene, dan dia juga yang akan mengantarkan kita ke pameran seni punyamu. Lalu, Daniel," Yang dipanggil menolehkan kepalanya, dia kebingungan kenapa Kakaknya memberikan tatapan lembut padanya. "Terima kasih."

"Huh?"

"Aku bilang terima kasih, bodoh. Karena sudah mau membantu dan menungguku hingga akhir. Yang paling penting, terima kasih sudah mau percaya padaku."

"Aku ini Adikmu, tentu saja aku akan berdiri denganmu sampai akhir." Daniel mencoba untuk tersenyum, tetapi dia terlalu malu untuk menunjukkannya.

"Kamu tahu, terkadang aku berpikir apakah aku sudah menjadi sosok Kakak yang baik untukmu. Jika saja kamu berbuat kenakalan di luar, itu membuatku berpikir jika aku gagal mendidikmu sebab siapa lagi yang kamu punya selain aku?"

Sejujurnya Daniel tidak pernah melihat sisi Kakaknya yang seperti ini. Benar, mau sebenci apapun, Seulgi tetaplah Kakaknya. Naluri seorang Kakak akan selalu ada di hatinya untuk memperhatikan Adiknya.

Hanya saja, ini tidak biasa. Daniel tidak biasa mendengarnya, dia bingung harus menjawab seperti apa kecuali dengan cara kasar seperti biasanya.

"Aku tidak ingin bersandiwara denganmu, Noona. Itu menggelikan. Tanpa aku ucapkan, kamu sudah tahu pasti. Kita bukan tipe yang mengucapkan 'aku menyayangimu' untuk menunjukkan kasih sayang."

Seulgi tersenyum, rasanya dia ingin tertawa. "Melainkan kita selalu berteriak, memukul, dan hal kasar lainnya. Kapan terakhir kali aku melakukan kamu dengan lembut, ya?"

Daniel tertawa pelan. "Apakah ini waktu yang tepat untuk membahas itu? Dari pada begitu, cepat susul pacarmu. Dia pasti merasa sangat ketakutan sekarang."

Seulgi tersenyum sombong. "Benar, pacarku. Panggil aku jika Jeffrey sudah sampai."

Daniel mengepalkan tangannya kesal karena mendengar intonasi suara Seulgi seakan meledeknya. Tapi, ketika Seulgi sudah meninggalkannya sendirian, Daniel baru bisa tersenyum.

Percakapan pendek dan sederhana tadi berhasil membuat perasaan Daniel membaik. Rasa gugupnya langsung disingkirkan dengan cara Kakaknya bicara dan menatapnya setelah sekian lama.

Mereka mempunyai caranya masing-masing untuk saling menyayangi.

Ketika Seulgi membuka pintu kamar, dia melihat Irene masih sibuk merapihkan pakaiannya di depan cermin yang besar. Seulgi sadar meskipun tinggi badan Irene terbilang pendek, tetapi dia memiliki postur tubuh yang tidak kalah indah.

Seulgi melangkah masuk tanpa bicara apa-apa. Dari pantulan cermin, Irene melihat Seulgi mendekatinya dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Irene. Seulgi menaruh dagunya di pundak Irene.

Irene melebarkan matanya sebentar, disusul senyumannya yang lembut. Sangat terkejut karena ini pertama kalinya Seulgi memberikan back hug padanya.

"Kamu masih takut?" bisik Seulgi.

Irene menurunkan tatapannya, menatap kedua tangan Seulgi di depan perutnya. Lalu Irene ikut menggenggam tangannya. "Ada orang yang berencana untuk membunuhku, bagaimana aku tidak takut?"

Criminal ─ Seulrene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang