Sebelas

1.9K 292 53
                                    

Sudut pandang pertama-

* * *

Pria dihadapanku yang memperkenalkan diri sebagai Jeon Jungkook itu masih memperhatikanku yang sedang menyendok nasi. Aku sudah menegurnya berkali-kali untuk tidak melihatku dengan wajah menyebalkannya itu. Pose wajahnya benar-benar membuatku ingin memukulnya, oke Yerim itu sangat kasar! Tapi memang wajahnya benar-benar meledekku. Aku rasa orang ini memang benar gila. Setelah ini aku harus keluar dari sini, atau kabur kalau memang keluar secara jelas terlalu sulit. Tapi sepertinya kedua pilihannya memang amat sulit. Mengingat kejadian semalam, atau bukan semalam? Saat aku ternyata benar-benar menggoreskan pecahan kaca ke leherku. Sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya, bagaimana bisa aku senekat itu?

Tapi setelah dipikir lagi, kurasa itu adalah respon alamiahku untuk pertahanan diri kan? Aku saat itu merasa terdesak juga ketakutan. Ditambah aku yang masih belum mengerti apa tujuan pria ini.

"Apa yang kau pikirkan, sayang?" Aku menjauhkan kepalaku dari usapan tangannya yang besar.

"Dimana tas saya?" Aku menyerah menghabiskan makanan yang tersaji di atas nampan lengkap dengan buah dan air. Baru 3 sendok yang mampu ku habiskan, tapi rasanya perutku terlalu penuh.

Pria dia depanku itu hanya mengangkat alisnya, sungguh! Aku benar-benar ingin memukul wajahnya! Kenapa menyebalkan sekali ekspresi yang dibentuk wajahnya itu?

"Tuan, mari kita bicara. Saya yakin ada kesalahpahaman disini." Aku memundurkan nampan yang diletakkan tepat di depan, menegakkan tubuhku siap berbicara padanya. "Saya tidak mengenal Tuan, kecuali Tuan pelanggan cafe di tempat saya bekerja. Saya juga tidak merasa punya hutang dengan Tuan. Jadi bisa tolong beri saya penjelasan kenapa Tuan membawa saya kesini?" Tanyaku padanya yang masih berpose melipat tangan di depan dada.

"Tapi pertama-tama, bagaimana keadaan Sooyoung eonni dan Doyeon? Tuan tidak melukai mereka bukan? Mereka tidak melakukan kesalahan apapun." Kataku lagi. Harusnya aku ke kantor polisi! Aku yakin orang ini ada hubungannya dengan segala keanehan yang terjadi disekitarku. Penguntit pasti akan ditangkap pihak kepolisian bukan? Mereka pasti akan di adili jika banyak bukti yang mendukung kejahatan mereka?

"Sayang, jangan berpikir terlalu keras." Lagi-lagi tangannya menyentuh dahiku. "Jangan sentuh tanpa izin! Itu melanggak hak orang lain!" Tanganku menepis tangannya yang masih saja memegangi dahiku, bukan memegangi. Mengelus tepatnya.

"Jawab pertanyaan saya!" Aku berusaha keras tak berteriak di depan wajahnya. Mengingat di seluruh rumah ini adalah orang-orangnya, bisa saja aku dicekik lebih dulu bukan? Setidaknya aku harus kabur dulu dari sini, kecuali situasi benar-benar terdesak dan tak ada jalan lain. Kurasa mati lebih baik, hutangku juga akan lunas bukan?

"Temanmu aman." Pria itu kembali berpose melipat tangan.

"Dimana mereka?"

"Tentu saja di rumahnya sayang." Aku memandangnya geram. "Berhenti memanggil saya dengan kata sayang!"

"Aku suamimu."

"Tidak! Cepat kembali barang saya! Saya harus segera pulang!" Aku bangkit berdiri, menggeser tubuh sejauh mungkin dari tubuhnya yang menjulang tinggi disebelah ranjang. Sial pria ini terlalu tinggi. Jangan merasa terimtimidasi Yerim!

"Kau dirumah sayang."

"Kembalikan tas saya!"

"Aku tak mengizinkan kau untuk keluar dari rumah ini."

"Siapa anda?!" Kami berdiri berhadapan, dengan aku yang mendongak berusaha mencapai wajahnya.

"Kau istriku."

end | Better RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang