Dua puluh satu

4.1K 346 94
                                    

Sudah terlewat 3 hari sejak kejadian penembakan di rumah sakit, Yerim belum juga berbicara. 2 hari lalu dirinya kembali di bawa pulang. Saat masuk ke dalam rumah Yerim sempat menyerngit karena menemukan wajah-wajah baru menghiasai sudut-sudut rumah Jungkook. Yerim juga tak berhasil menemukan Chaeyeon.

Sejak hari kepulangannya, Yerim tak di izinkan keluar dari kamarnya. Sarapan, makan siang dan makan malam diantar ke dalam kamarnya. Jungkook juga terlihat lebih sibuk sejak kepulangan Yerim, membuat istri dari Jeon Jungkook itu bersyukur karena tak perlu mendengar suara atau melihat eksistensi pria itu.

Pintu kamarnya di ketuk, Karina mendekati Yerim yang sedang memandangi pintu balkon.

"Nyonya, waktunya mandi Sore. Sekarang sudah pukul 6 Nyonya." Ingat Karina. Yerim hanya melirik dan berjalan perlahan ke dalam bathroom.

Menyelesaikan mandinya dengan cepat, Yerim berpindah ruangan. Memakai bajunya tanpa memilih, Yerim memakai terusan yang tergantung paling dekat dengan dirinya. Tanpa menyisir rambutnya, Yerim keluar dari walk in closet dan berjalan lurus kearah ranjangnya. Berbaring miring kearah balkon, tangannya menarik selimut menutupi kaki sampai batas dagunya, matanya kembali menciptakan aliran sungai. 3 hari berlalu diisi Yerim dengan berdiam dan menangis. Setelah mendengar apa yang Jungkook janjikan, Yerim menutup rapat mulutnya. Kendati mulutnya tak mengucapkan apapun, otak dan hati Yerim nyatanya terus berperang di dalam sana. Terus menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi, menyalahkan pula Jungkook yang selalu berhasil menggagalkan usahanya untuk pergi.

Menurut Yerim, Tuhan memang membencinya. Tak satupun kebahagiaan ia rasakan. Sekalipun bahagia, itu karena campur tangan Jungkook. Yerim bisa merasakan bagaimana itu bahagia, saat ingatan itu tak ada, bisa tertawa walaupun beban hutang orang tuanya berdiri tegak dikedua pundaknya. Disatu menit tertentu, Yerim mempertanyakan apa yang sebenarnya ia inginkan. Bahagia tanpa ingatan menyakitkan atau pergi saja.

Dirinya tak mampu menghentikan isak tangis, selalu seperti itu sejak 3 hari lalu. Yerim bahkan mulai mempertanyakan apa yang membuat dirinya menangis. Hanya saja, hatinya terlalu gelisah hingga tanpa sadar air mata mengalir dengan sendirinya.

Rasanya terlalu salah, pikir Yerim. Ia berada disini, masih bernafas dan hidup dengan mewah. Semuanya salah. Harusnya aku sekarang bersama Saeron dan Bibi Kim kan? Aku juga bisa berkumpul dengan Ibu dan Ayah, mungkin mereka berbeda. Mungkin mereka bisa menerimaku dan menyayangiku seutuhnya.

Yerim memang bersyukur saat kembali mengetahui bahwa Jungkook menyelamatkan dia yang hampir diperkosa oleh Taeyong. Tapi Yerim tak akan pernah bersyukur atas segala upaya Jungkook dalam menghentikan segala usahanya untuk pergi. Pria itu salah jika berfikir menggagalkan usaha Yerim berarti menyelamatkan perempuan itu. Bagi Yerim, keberhasilan Jungkook adalah kegagalan dalam menyelamatkannya. Seharusnya pria itu membiarkan aku pergi, untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk memulai hidup bersama Ayah dan Ibu dengan kebahagian yang melimpah. Itulah pikiran yang selalu berputar di kepala Yerim sejak 3 hari lalu. Pagi, Siang dan Malam gagasan itu selalu terputar di kepalanya.

Pintu kamarnya di ketuk, Karina masuk dengan nampan berisi makanan dan minuman untuk sesi Malam Yerim. Mendekati sisi ranjang Yerim, Karina meletakkan nampan itu diatas nakas.

"Tuan marah saat tau Nyonya tak menyentuh makan siang dan tak menghabiskan sarapan yang disajikan. Tuan bilang, toleransinya hanya sampai tadi siang. Tolong habiskan makan malam Nyonya berserta susunya." Ujar Karina gugup, kepalanya menunduk hormat sebelum berjalan mundur dan keluar dari kamar.

Yerim masih bergeming di atas ranjang, tak memperdulikan nampan penuh makanan yang tersaji dinakasnya. Nafsu makan Yerim turun dratis, hanya mencium aromanya saja cukup membuat ia merasa kenyang. Suatu kemustahilan bagi Yerim di keadaan normal sebenarnya.

end | Better RunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang