1

5.1K 600 45
                                    

Braaaaaaaakk!!!!








"BUJUG!!!"

"BUSET!!!"

Teriak Anin dan Sisca berbarengan saat Gracia kembali ke kelas dengan menendang kursi kosong di samping meja miliknya.

"Loe kenapa, Gre?" tanya Nino.

Raut wajah Gracia berubah total. Tak seperti wajahnya tadi yang santai dan tak ada beban sekaligus walaupun tau siapa yang akan ia hadapi. Nafasnya memburu, rona nya merah, khas orang menahan amarah. Tangannya mengepal kuat.

"Gre? Are you ok? " tanya Sisca yang peka terhadap kondisi Gracia saat ini.

"Ga. Sama sekali ga baik." ketusnya.

"Loe kenapa? Cerita."

"Gue tau gue biang masalah. Tapi ga gini juga!" Gracia ngedumel mode on.

"Gini juga gimana sih?"

"Kalian tau? Gue tadi diapain sama kepsek satu itu?"

"Diceramahi?" jawab Anin, Gracia menggeleng.

"Di kasih petu ah..?" tanya Nino yang tak mau kalah menebak, namun hanya di gelengi oleh Gracia.

"Terus apaan?! Spill buruan!" Desak Sisca yang sudah tak sabar.

Gracia menarik nafas panjang, menghembuskannya beberapa kali, menatap ke semua sahabatnya.

"Gue, bakalan diawasi dan di mentorin sama anak kelas sebelah yang namanya Shani Indira. Sedangkan gue tau anaknya aja baru tadi." cerocos Gracia yang membuat ke empat sahabatnya itu melongo.

"Asli loe, Gre? di mentorin sama Shani?" Anin tak percaya, seorang Shani Indira yang ia dengar desas desusnya terkait prestasi prestasi yang pernah diraihnya akan menjadi mentor seorang biang onar sekelas Gracia.

"Ya kali gue boong, Nin!!"

"Wahhhh.. nasib loe lagi apes, Gre." sarkas Nino

"Makasih banget loh, No."

Dan sehari penuh itu diisi oleh Gracia yang kembali membuat onar di kelas, kantin bahkan parkiran sekolah. Menjahili adik kelas, menggoda adik kelas, dan tentu saja, caper ke gebetannya.



------

Hari baru telah dimulai. Diawali oleh matahari yang mulai menunjukkan eksistensi, bergerak perlahan lalu meninggi.

Seorang gadis cantik pemilik predikat sempurna berjalan dengan anggun di koridor sekolah. Sepanjang ia melangkah, sering ia menerima tatap hangat, puja luar biasa, dan tak jarang juga gumaman iri, hingga umpatan maki karena tak bisa menyaingi.

Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian, bahkan tanpa ia harus repot-repot menunjukkan. Gadis yang pesonanya bertebaran, tanpa harus susah payah ia sebar.

Gadis yang selalu dikagumi, walau tak pernah menunjukkan ekspresi, gadis yang selalu terlihat manis walau tak pernah tersenyum walau hanya satu garis.

Si gadis sempurna bernama Shani Indira.

Langkah nya berhenti di depan pintu ruang kelas yang sudah setengah tahun ia huni. Tangan nya bergerak menyentuh handle pintu, mendorong pintu besar tersebut sekali gerakan, hingga beberapa siswa siswi yang sudah datang langsung menoleh ke arah nya.

Shani berjalan menuju meja paling depan di tengah, tepat didepan papan tulis, lalu duduk di samping seseorang.

"Tumben datang pagi?" Satu kalimat tanya nyaris tanpa ekspresi, terlontar dari bibir Shani, sama sekali tak menatap seseorang yang ia tanya barusan. Sedangkan gadis yang ia sapa, hanya menghela nafas sedikit panjang, sudah hafal tabiat si Indira, jadi ia tak masalah.

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang