8

3.2K 449 28
                                    

Hari berganti hari, tak terasa sudah memasuki hari ke dua puluh.

Selang enam hari sejak Shani menculik Gracia keluar saat gadis mungil itu sedih malam malam dan berujung Shani maupun Gracia berubah seperti kerasukan reog karena sebuah ciuman di pipi, Shani jadi semakin merasakan hal yang menurutnya 'aneh' dari seorang Gracia. Namun, ia juga merasakan ada sesuatu yang aneh pada dirinya sendiri.

Kedekatan antara Gracia dan Shani sudah tidak bisa lagi di elakkan. Seperti sebelumnya, jarang ada pertengkaran antara Shani dan Gracia. Justru sebaliknya, mereka berdua bahkan semakin lengket, adem ayem loh jinawi. Tak jarang, Gracia memaksa Shani untuk bergabung dengan sahabat sahabatnya sewaktu makan siang, bersama Jinan juga tentunya.

Sedikit banyak, Shani mulai paham dengan sifat asli seorang Shania Gracia. Beberapa kali, ia akan dengan senang hati diam diam memperhatikan Gracia, walaupun dari kejauhan. Hal itu tak luput dari pantauan Jinan yang semakin merasa jika Shani tak lagi berperan sebagai mentor gadis galak yang perlahan jinak itu.

Ada sesuatu hal yang Jinan rasa terselubung dalam perhatian perhatian Shani pada Gracia. Tak ingin berspekulasi sendiri, biar nanti Shani yang akan dengan senang hati mencurahkan segala rahasia padanya. Hanya saja, menunggu itu membosankan, terlebih lagi dengan pikiran pikiran random yang tak kunjung menemukan jawaban. Seperti teka teki, satu per satu clue pasti akan muncul.

Namun, tiga hari belakangan, Gracia sedikit kesulitan untuk bisa bersama dengan Shani. Gadis jangkung itu sedang dikirim ke luar kota untuk study banding ke salah satu SMA yang cukup ternama karena prestasinya di ibu kota.

Tiga hari pula, Gracia merasa kesepian. Rasanya seperti ada yang kurang dalam dirinya. Terlebih, bangku disampingnya yang kembali tak bertuan. Bahkan, pesannya pada Shani tadi pagi, belum juga mendapatkan balasan. Membuat Gracia merasa tak bersemangat untuk bersekolah hari ini.

Mood yang belum terlalu baik, semakin keruh saat kembali munculnya manusia yang amat Gracia benci, sudah menunggunya di depan pintu ruang kelasnya.

"Mau ngapain lagi?"

Drama tarik menarik antara Revan dan Gracia menjadi tontonan gratis warga kelas. Anin dan Sisca yang mencoba melepaskan cengkraman Revan pada tangan Gracia juga tak berhasil. Gracia yang sudah kesakitan karena tangannya ditarik, hanya bisa pasrah sembari menangis. Bagaimana juga, banyak yang ingin membantu Gracia, tapi tak cukup berani untuk melawan Revan.

Revan membawa Gracia ke warung belakang sekolah. Warung yang dijadikan basecamp segelintir siswa 'nakal' untuk beristirahat.

Seingat Gracia, dulu warung ini adalah warung yang sering kali ingin ia sambangi. Entah hanya untuk memesan es teh manis, lalu duduk selama jam istirahat untuk bisa melihat sosok yang ia idam idamkan untuk bisa jadi kekasih. Sosok yang kini menuntunnya duduk di salah satu bangku paling pojok warung itu, dan meninggalkannya sendiri dengan dalih 'bentar, aku pesen dulu'.

Sejujurnya, ia menyesal sekarang. Gengsi yang ia miliki dulu terlampau besar. Terlebih predikat The Most Wanted yang ia miliki, membuatnya angkuh. Jika saja ia tak meladeni bisikan bisikan murid lain yang kerap memasangkan dirinya dengan sosok brengsek bernama Revan itu.

Rasa tertantang dalam hatinya, jiwa kompetitif buruk membuatnya gelap mata. Ia berfikir, jika ia bisa membuat seorang Revan takluk padanya, maka namanya akan semakin dipandang tinggi. Semakin memperjelas strata antara dirinya dan murid lain. Paling superior dibanding yang superior.

Gracia hanya bisa menunduk. Bahkan Anin dan Sisca tak bisa membantunya lepas dari sosok menjijikan itu. Dan Nino, satu satunya laki laki yang 'kemungkinan' paling bisa ia andalkan, entah kemana.

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang