14

2.9K 427 96
                                    

Urusan Shani bersama Revan sudah usai. Dengan hasil akhir Revan dilarikan ke rumah sakit karena petugas medis di Unit Kesehatan Sekolah angkat tangan melihat luka luka Revan.

Bahkan, petugas kesehatan itu bergidik ngeri kala Shani dengan santainya menyeret laki laki yang bahkan untuk berdiri tegap saja sudah tak lagi sanggup. Citra seorang Shani Indira yang selama ini ia tau hanya dingin dan punya aura intimidasi yang kuat, ternyata menyimpan sosok monster mengerikan dalam kepribadiannya. Namun, bagaimanapun juga, pesona Shani sama sekali tak berkurang. Justru bertambah.

Sedangkan Shani saat ditanyai perihal sebab Revan babak belur begitu oleh beberapa pihak yang sedang bertugas hari itu, menjawab santai tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Tentu saja, kejadian yang menimpa Revan karena ulah Shani membuat guru BK dan guru piket yang bertugas kalang kabut. Sementara Shani ditahan di ruang kepala sekolah.

Kepala sekolah itu bahkan tak menyangka jika peristiwa menghebohkan pagi hari itu dilakukan oleh seorang Shani Indira. Murid unggulan yang ia banggakan.

Saat ditanyai motif Shani melakukan penyerangan pada Revan, ia juga tampak santai menanggapi. Seolah apa yang ia lakukan tadi hanya iseng saja.

Sang kepala sekolahpun kini ikut gusar saat tau jika alasan Shani menghajar Revan adalah karena tindakan menjijikan yang ia lakukan pada Gracia.

Sepeninggal Shani dari ruang kepala sekolah, ia tak lekas kembali ke kelas. Ia memilih untuk ke loker miliknya.

Gadis semampai itu menghela nafas panjang tepat di loker bernomor 510 punyanya. Raut wajah dingin dan sadisnya berubah kala melihat potret wajah seseorang berukuran 4x6 yang sengaja ia tempel di pintu lokernya. Bersebelahan dengan kertas karton berisi angka angka yang beberapa sudah ia coret. Sudah lebih dari separuh.

Lagi, ia coret satu kolom berangka 65 di kertas itu dengan spidol merah. Rasa sesak mendadak menyerang dadanya. Tersadar, sebentar lagi tugasnya usai.

Jika tugasnya selesai, ia pasti akan kembali ke kelasnya terdahulu, bersama Jinan. Kembali dengan rutinitas monoton yang membosankan.

Gadis itu mengambil salah satu dari dua kotak yang rapi tersimpan dalam lokernya. Satu kotak berwarna putih dengan tanda mirip plus berwarna merah besar di tengahnya.

Darah manusia sampah yang belum sempat ia bersihkan diseka perlahan dengan kapas yang dibasahi dengan NaCL, juga beberapa luka yang didapatkan karena terlalu keras menghajar Revan ia tekan sedikit kuat sampai darahnya tak lagi keluar.

Luka dibuku punggung jarinya itu sebenarnya terasa pedih. Namun, rasa itu menguap begitu saja kala mengingat panas dihatinya saat gadis yang sedang ia perjuangkan dan jaga, direndahkan oleh mulut sampah nan menjijikan seperti Revan. Sebenarnya, ia bisa memusnahkan Bajingan itu saat dikelas tadi. Tapi, urung di lakukannya. Ia tak mau Gracia melihatnya sebagai pembunuh, ia juga tak mau membunuh seseorang tepat dihadapan gadis mungil itu.

Pikirannya melalang, entah setelah ini Gracia akan memandang dia seperti apa. Mungkin setelah ini, Gracia akan menjaga jarak darinya. Menjauhkan dirinya sejauh mungkin untuk melindungi dirinya dari seorang monster seperti Shani. Shani, akan menerimanya dengan lapang hati, walaupun itu akan sangat menyiksanya dalam rasa sakit yang tak bisa digambarkan dengan kata kata.

Shani kembali meletakkan kotak putih itu ke dalam lokernya setelah selesai membalut tangannya dengan kain kassa yang diberi obat merah.

Jemarinya membelai kotak lain yang lebih besar dari kotak alat medis miliknya yang berwarna ungu. Diambilnya kotak itu, lalu ia dekap erat erat.

Koridor loker itu benar benar sepi. Karena jarang ada siswa yang akan ke loker pada jam pelajaran berlangsung seperti saat itu.

Senyumnya perlahan mengembang dari wajah yang sedari tadi tak berekspresi apa apa. Ia mengambil beberapa potong photopack yang ia buat sendiri, hasil dari jepretan jepretan 'colongan' koleksinya. Satu persatu ia tatap dalam dalam. Bersama dengan itu, memory tentang kejadian dan situasi dimana ia mencuri foto itu diam diam, kembali teringat.

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang