13

3.1K 456 36
                                    

Setelah empat hari gadis mungil itu izin sakit, hari ini dengan wajah cantik yang berseri seri itu, ia kembali masuk sekolah. Langkahnya begitu bersemangat menyusuri koridor menuju kelasnya.

Hawa dingin karena hujan yang mengguyur sejak dini hari sampai subuh tadi bahkan tak cukup membuatnya bergidik. Cardigan miliknya dan juga bayangan bayangan seseorang yang belakangan ini menghiasi hari harinya, membuat hangat tubuhnya bahkan menjalar sampai ke ujung jari kaki.

Lebih lebih, hatinya pun ikutan menghangat. Diwajahnya juga. Merah, merona, padahal ia sama sekali tak memakai riasan berlebihan, selain bedak tabur, lip tint dan juga parfum kesukaannya.

Hari masih terlalu sepi, hanya beberapa murid kelas lain yang sudah terlihat berjalan ke ruangannya masing masing. Murid dengan tentengan buku setebal paving batako, kaca mata tebal, dan rok atau celana yang dipakai sebatas pusar, mendominasi pasukan masuk pagi.

Masuk lebih pagi, menjadi rutinitas terbaru seorang Shania Gracia. Pencapaian menakjubkan setelah dua tahun lebih menjadi murid badung.

Gracia dengan senyumnya yang mengembang memasuki kelasnya, duduk manis, lalu mengeluarkan satu tas kecil berwarna ungu ke atas mejanya. Matanya berbinar kala melihat hasil karya keduanya itu.

Setelah ia dipastikan benar benar sehat, ia dengan atusias yang membara, sibuk mencari banyak resep di platform pencari.

Mulai dari resep membuat Kimbap, Sashimi, sampai nasi kebuli ia cari dengan seksama. Membandingkan satu resep dengan resep yang lain berdasarkan testimoni pengguna yang sudah pernah mengeksekusi.

Tapi, hari ini, ia memutuskan untuk membuat bekal sandwich tuna sayur dengan omelete sosis. Respon seseorang yang hari ini akan ia beri asupan makanan sehat sempurna seperti julukannya, sudah terbayang dalam benaknya.

Kelas miliknya masih sepi, hanya tiga orang murid yang sudah datang lebih awal darinya. Bergegas ia duduk di bangku favoritnya. Bangku nomer dua dari depan. Deretan bangku yang sebelumnya benar benar ia hindari dan ia benci. Tapi, sekarang menjadi bangku kesukaannya. Semua itu tak lepas dari peranan teman satu mejanya.

Pipinya seketika merona saat mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, saat ia sakit.













Flashback

Waktu menunjukkan pukul setengah dua dini hari. Gracia menggeliat bangun karena tubuhnya terasa sangat pegal. Matanya yang masih belum sepenuhnya terbuka, mengamati lamat lamat kamarnya yang remang. Demamnya kali ini cukup membuatnya kepayahan, seluruh badannya terasa sakit dan pegal.

Gracia cukup terkejut saat menolehkan wajahnya ke sebelah kanan. Ia melihat bias paras seseorang yang terlelap tidur disebelahnya. Betapa ia rasanya ingin selalu memuji kecantikan luar biasa manusia di sebelahnya itu.

Saat menggerakkan badannya, terasa ada sesuatu yang sedikit berat bertengger di perutnya. Senyumnya mengembang di sela sela kepala yang masih berdenyut hebat, tangan seorang gadis berhati lembut sedang memeluknya.

Satu tangan miliknya yang sedikit bergetar, mengusap pelan pipi yang selalu menjadi favoritnya belakangan ini. Senyum yang selalu meneduhkan hari harinya. Senyum yang selalu mengobati luka di hatinya. Dan senyum yang selalu bisa menghangatkan hatinya yang dingin karena tak ada cinta yang merengkuhnya.

Di kegelapan dengan cahaya ala kadarnya, kedua mata indah itu terbuka. Terlihat jika mata itu masih sangat mengantuk.

"Gre? Kamu bangun? Ada yang sakit, ya? Sebelah mana?"

Empat pertanyaan itu terucap dengan suara parau, nada khas seseorang yang baru saja terjaga dari lelapnya.

"Badan aku pegel, Shan. Kamu nginep sini?"

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang