15

3.3K 415 64
                                    

"SATU, DUA, TIIIIIIIII...... GAAAAAAAA!!!"




Bruuk!!!





Tanpa disangka dan tanpa dinyana, pintu kusen itu mendadak terbuka lebar. Tapi, sayang seribu sayang, gadis rusuh yang masih memakai seragam lengkap itu terlanjur melaju. Tubrukan antar dua manusia itu tak lagi bisa dielakkan. Tubuh keduanya saling bertabrakan dengan cukup keras. Membuat keduanya sama sama tersungkur jatuh. Shani yang jatuh terjungkal kebelakang, dan Gracia, menimpa badan kurus Shani.

Kejadian yang terlampau cepat itu membuat Gracia justru terpaku. Ia mematung kala melihat rona Shani yang hanya berjarak tak kurang dari sepuluh senti dari mukanya sendiri. Matanya menatap tepat pada netra kecoklatan bak telaga milik Shani. Kawahnya serasa dalam, menenggelamkan Gracia dalam kedung asing yang membahagiakan.

"Aaaaauuuuhhh!!!"

Rintihan Shani itu membuat Gracia tersadar. Segera, ia bangkit dari atas Shani. Posisi yang ambigu bagi orang lain yang tak melihat secara utuh kecelakaan itu. Bahkan, bi Nami yang ada di belakang mereka hanya bisa melongo. Ia pun ikut terpaku melihat posisi teman majikannya yang nampak nyaman bertengger di atas tubuh Nona mudanya itu.

"A-ASTAGA!!! SORRY SORRY, GUE LUPA NGEREM!!" Pekik gadis itu tanpa dosa.

Gracia bangkit sembari merapikan kembali seragamnya yang sedikit berantakan. Mengacuhkan Shani yang masih berusaha duduk.

"Astaga, Non Shani! Sini non, Bi Nami bantuin bangun" Asisten rumah tangga itu sigap membantu Shani bangun.

"Ngapain kesini?" Tanya Shani yang masih mengusap usap -maaf- pantatnya yang baru saja mendarat sempurna di lantai, ditambah ditimpa beban berat. Sebut saja Gracia.

Gracia menghentikan kegiatannya merapihkan seragam, padahal seragamnya tidak terlalu berantakan, pengalihan agar dirinya tak terlalu ingat rona Shani yang ia tatap sedekat itu tadi. Mencoba menyembunyikan debaran gila dalam jantungnya.

Ia kini berkacak pinggang, metenteng persis seperti Bu Badriah alias bu kantin saat menagih uang gorengan ataupun makanan lain yang sering kali di hutang.

"Kamu tuh aku tungguin dari tadi! Aku kira abis selesai dari BK bakalan nyusulin aku ke kelas! Malah cabut! Ga bener banget jadi murid teladan!" Omel Gracia.

Shani hanya menatap datar kearah Gracia yang menampilkan wajah garang seperti wajah si kepala sekolah alias Bu Melody saat menceramahi murid murid nakal tak patuh aturan ketika upacara senin pagi.

Itu kenapa deh mukanya? Segala melotot melotot. Dia pikir kalo muka dia nakutin gitu?-batin Shani.

Shani mengalihkan pandangannya pada bi Nami yang masih menyaksikan drama menjelang siang Shani Indira dengan Shania Gracia. Menyadari arti tatapan itu, bi Nami serasa tenggorokannya tercekat. Bahkan sekedar membasahi kerongkongannya yang kerontang dengan salivanya sendiri, ia tak sanggup, terlalu kelat rasanya.

"Tadi saya udah coba nahan Non Gracia, tapi non Gracianya tetep naik ke atas, Non. Maaf."

Mendengar penuturan wanita paruh baya itu, sekelebat rasa tak enak dan juga bersalah menyerang Gracia.

"Ga usah ngeliatin bi Nami kaya gitu! Kalo mau marah, marahin aku! Jangan bi Nami!"

Intonasinya masih tinggi, Gracia masih betah mengomel. Matanya semakin mendelik kepada Shani. Bukannya takut, Shani malah terkekeh. Membuat Gracia kebingungan.

Shani sebenarnya tak mau menyalahkan wanita paruh baya itu, karena ia tau, sejak dulu kala wanita itu selalu bekerja dengan baik. Saat ia meminta Bi Nami untuk tidak menerima tamu untuknya, sekalipun itu Jinan jika ia benar benar ingin menyendiri, gadis manis itu juga tak akan pernah sampai masuk ke rumahnya. Tapi ini, tersangkanya adalah seorang Gracia. Shania Gracia, jadi tak mungkin wanita limapuluh tahunan itu bisa menghalau.

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang