Setelah peristiwa Gracia yang memergoki Revan berkhianat kepadanya, hubungan antara keduanya semakin merenggang. Revan tak hentinya memohon maaf pada Gracia. Tentu saja permohonan maaf itu tak di hiraukan sama sekali oleh Gracia. Kenyataan bahwa dirinya sudah di khianati, dipermalukan pula didepan banyak orang, sudah cukup membuat Gracia menutup pintu hatinya untuk Revan. Kekasih yang sejak lama ia idamkan, nyatanya tak sebaik yang ia kira.
Namun, hal yang berbanding terbalik justru terjadi pada hubungannya dengan Shani. Gracia kini lebih kalem, lebih menurut pada Shani. Bahkan ia tak lagi protes jika diberi tugas se abrek. Kadang membuat Shani bingung. Agak aneh rasanya kalau Gracia tidak me~'reog' jika diberi tugas, biarpun begitu, hal itu cukup bagus. Shani tak lagi harus mengeratkan otot ototnya karena Gracia yang tak mau dibebani tugas.
Tapi, hari ini, Gracia meminta waktu ekstra belajar pada Shani di rumahnya. Sebenarnya bukan itu yang menjadi alasannya, melainkan dirinya rindu moment berdua dengan guru dadakannya itu.
Memilih belajar di ruang tengah, lesehan seperti biasanya, dan di temani banyak cemilan yang sudah di siapkan oleh asisten rumah tangga keluarga Gracia.
Saat ini Gracia sedang merasa kosong dalam hatinya. Teringat kembali kejadian saat ia baru pulang dari cafe dan menjumpai pengkhianatan menjijikan yang berujung ia menginap di rumah Shani.
Hal itu membuatnya merasa ada satu kenyamanan yang ia rasakan dari Shani. Kenyamanan yang tak ia temukan pada siapapun. Setidaknya, rasa patah hati yang sempat ia rasakan, kini tak lagi terasa. Tergantikan dengan kenyamanan yang diberikan Shani, melalui tugas tugas dan mentoringnya. Meskipun memusingkan, selama ada Shani, ia tak perlu risau.
"Jadi gitu cara ngerjainnya." ucap Shani pada Gracia. Sedangkan Gracia yang ada disebelahnya malah asik menatap Shani dari samping sambil sesekali tersenyum tipis.
"Kamu udah ngerti kan, Gre?"
Lagi dan lagi, Gracia justru semakin tenggelam dalam tatapannya. Seolah tak mendengar sama sekali apa yang Shani katakan.
"DOR!!!" teriak Shani sembari menepuk sedikit kencang bahu Gracia. Hal itu sukses membuat Gracia hampir jatuh terjungkal saking terkejutnya, untung saja Shani masih sigap menarik tangan Gracia agar tak terjengkang kebelakang yang berakibat kepalanya terbentur meja kecil di samping sofa.
"Apaan sih!!! Ngagetin, tau ga!!!"
Shani terkekeh geli karena reaksi kaget Gracia yang terlihat sangat lucu untuknya.
"Di ajarin bukannya merhatiin malah ngelamun. Udah ngerti belum?"
Mendengar itu Gracia hanya bisa memamerkan deretan gigi bersingsulnya pada Shani, "Hehehe, belum, Shan."
Kembali, mentornya itu harus menghela nafas panjang. Mengisi paru parunya dengan oksigen sebanyak banyaknya dan kata sabar sebagai pengikatnya.
"Sabar Shani, sabar." gumamnya berulang kali. Padahal rumus yang diajarkan Shani pemecahannya panjang, dan selama itu Gracia tak memperhatikannya? Sia sia sudah nafas yang sudah keluar dari mulut Shani beserta penjelasan penjelasan bagaimana cara menjawab menggunakan rumus.
Bukannya merasa bersalah, Gracia kini malah semakin menghapus jarak dengan Shani. Menampilkan puppy eyes nya lengkap dengan bawah bibir yang di manyunkan. Hal itu sukses membuat Shani bingung.
"Kenapa?"
"Mau hug" merengek dengan puppy eyes andalan yang tentu saja membuat Shani tak bisa menolak.
Alih alih memeluk Gracia dari sisi samping, Gracia malah pindah posisi duduk dipangkuan Shani, memeluk lehernya dan menyembunyikan wajahnya di sana. Tentu saja, Shani membeku beberapa saat. Dadanya bergemuruh hebat, seiring terpaan nafas Gracia dilehernya yang semakin berat. Namun, Shani pasrah saja, toh dia juga menikmatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Hundred Days
Teen FictionMasih jadi bucin greshan Masih dengan genre yang sama Thothor X Minra!!