17

2.5K 371 63
                                    

Hari itu, Jinan benar benar tak fokus mengikuti pelajaran. Di pikirannya hanya berputar satu nama, Shani. Sudah dua jam lebih. Jinan yang sesekali membuka ponselnya diam diam, semakin dibuat risau kala belum ada kabar apapun tentang Shani.

Jinan yang akan ke kamar mandi, urung membuka pintu alumunium itu kala mendengar suara seseorang dari dalam kamar mandi seberangnya. Melongok kesana kesini memastikan keadaan aman agar ia bisa mencuri dengar.

"Anak buah lo gagal celakain Shani, tolol! Lo sesumbar ke gue kalo anak buah lo terbaik dari agen jasa lainnya, tapi, anak buah lo semuanya tolol! Bodoh!"

Kening gadis bersurai panjang itu mengernyit. Ia tak tau siapa yang ada didalam. Tapi, mendengar sendiri Shani yang sedang berusaha di celakai, membuatnya cemas dan khawatir.

Ia semakin menempelkan daun telinganya, mempertajam pendengarannya agar tidak missed.

"Gue ga mau tau, pokoknya Shani harus mati!"

Geraman itu membuat Jinan sadar jika si pelaku akan keluar. Ia bergegas masuk ke kamar mandi dan mengintip sosok yang akan keluar itu dari lubang kunci.

Rahang tegas Jinan mengeras kala melihat sosok yang ... Shani.

"Sampai Shani kenapa kenapa, gue yang bakal bunuh lo, Revan."

Setelah bel istirahat baru berbunyi, Jinan segera meninggalkan bangkunya untuk mencari keberadaan Shani. Sialnya, ponsel miliknya mati karena kehabisan daya, apesnya ia tak membawa charger. Baru berapa langkah meninggalkan kelasnya, laju kakinya terhenti seketika saat melihat lorong kelas sebelah.

Tenggoroknya tercekat kala melihat Shani dipeluk begitu erat oleh Gracia. Tak ingin berlama lama melihat pemandangan yang mengganggu penglihatannya, ia memutuskan pergi lebih dulu sembari menunggu Shani menyelesaikan urusannya dengan Gracia.

Setelah drama romansa itu selesai, Shani lebih dulu pergi meninggalkan Gracia yang masih berada di kantin bersama ketiga sahabatnya. Tentunya, ia lebih dulu mengabari gadis mungil itu lewat pesan agar nanti si hidung roman itu tak kelimpungan karena ia tak berada di kelas.

Ia memilih pergi ke taman belakang, tempat yang selalu ia tuju jika butuh ketenangan. Seperti sekarang, kejadian demi kejadian benar benar membuatnya kehilangan kesabaran.

Seperti biasa, ia akan berdiri tegap dengan tangan yang disilangkan di depan dada. Bergumul dengan banyak pikiran yang ada didalam otaknya, untuk kemudian mencari jalan keluar dari semua masalahnya tanpa membuat masalah baru.

Sebenarnya ia tak mau terlalu memikirkan, tapi jika ia sampai lengah sedikit saja, bukan tak mungkin nyawanya benar benar akan hilang. Sedangkan, tugasnya menjadi mentor gadis limpahan kepala sekolah itu pun belum tunai.

Terlebih lagi setelah ia tau, siapa dalang yang ada dibalik tragedi memuakkan itu. Lelaki pengecut yang menggunakan cara cara kotor dan picik untuk melenyapkan rivalnya. Bukan tak mungkin, Gracia juga ada dalam bahaya setelah kejadian tempo hari. Sasaran utama Revan adalah Gracia. Demi memenangkan taruhan konyol yang mempertaruhkan kehormatan Gracia sebagai perempuan, lalu setelah itu dirinya. Sasaran nomor satu karena telah menginjak harga diri seorang Revan Askara Yudha bersamaan dengan dada dan juga wajah lelaki itu yang beberapa kali Shani injak karena termakan amarah.

Namun, seperti janjinya. Ia akan selalu menjaga Gracia dari bahaya, apapun taruhannya.





•••••






Setelah selesai dengan Q-time nya bersama tiga sabahabatnya, kini Gracia sedang mencari keberadaan Shani yang tiba tiba saja lenyap entah kemana. Karena tadi Shani hanya mengiriminya pesan jika ia keluar kelas, tapi tidak memberitahu kemana ia akan pergi. Kedua tangannya memegang erat sebuah tas jinjing berisikan kotak bekal dan botol minum dengan air bercampur beberapa macam potongan buah didalamnya.

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang