2

3.9K 596 55
                                    

Hari ke empat

Pagi yang cerah sedikit terik, tak serupa rona gadis cantik bernama Shani yang dingin sedingin perairan antartika. Shani yang kini bertugas sebagai mentor sekaligus pengawas murid nakal bernama Gracia masih berlanjut. Masih sama seperti hari kemarin, ia yakin hari ini emosinya akan diuji oleh tingkah laku Gracia. Tak jarang, walaupun baru beberapa hari ia sudah ingin mengakhiri semuanya.

Namun, Shani selalu saja tersadar jika dirinya baru berjalan seujung kuku dari keseluruhannya. Hal yang harus ia selesaikan pun masih banyak. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah menyemangati dirinya sendiri.

Koridor Sekolah unggulan itu mulai ramai. Menilik jam tangan miliknya yang mengarahkan jam ke waktu 06.35 WIB. Mungkin sikap saling acuh sudah menjadi kebiasaan di sekolah itu. Hal itu sedikit menjadi keuntungan tersendiri bagi Shani yang memang introvert. Jadi, ia tak perlu repot menanggapi sapaan sapaan dari siapapun yang tak sengaja berpapasan dengannya.

Didepan kelas yang sudah riuh, Shani menghela nafas panjang sebelum memasukinya. Acuh dengan tatapan Anin, Sisca dan Nino yang menatap tajam ke arahnya. Ia cukup cerdas untuk mengkategorikan arti tatapan itu. Yang sudah jelas menyiratkan ketidak sukaan mereka bertiga terhadapnya.

Tak ingin moodnya hancur karena ia masih harus memantau murid nakal langganan ruang BK, Shani memilih mengeluarkan novel yang baru seperempat bagian ia baca dan menyumpal kedua telinganya dengan earpods yang melantunkan lagu lagu kesukaannya, itung itung menunggu si lakon utama berangkat untuk bisa ia koreksi.

Jam menunjukkan waktu 06.57. Tepat tiga menit sebelum bel dimulainya kegiatan belajar mengajar berbunyi, nampak gadis yang seragamnya jauh dari kata rapi masuk ke kelas sambil melahap potongan terakhir roti ditangan kanannya, dan menggenggam susu ditangan kirinya.

Gadis itu mendengus saat bangku yang biasanya ia tempati sudah ditempati lebih dulu oleh orang lain. Yang artinya, hari ini ia harus kembali duduk di bangku deretan paling depan, tepat di depan papan tulis. Letak bangku yang paling ia benci nomor dua setelah meja paling depan yang berhadapan langsung dengan meja guru.

"Tugas loe udah selesai?", Tanya shani pada Gracia yang baru saja hendak duduk disebelahnya. Bahkan Shani tak mengalihkan pandangannya dari deretan huruf yang berjejer rapi membentuk kata per kalimat dalam novel yang saat ini sedang dia baca.

"Tugas apaan?". Gracia hanya cuek saja dengan pertanyaan itu, sambil terus menyesap susu kotak rasa strawberry kesukaannya.

"Kemarin kan loe dikasih tugas fisika, Gracia. Buku paket. Halaman 57, point A, B sama C. Udah gue chat kan?".

"Oh itu.. Ga gue kerjain. Males. Gue mumet mikir itung itungan". Jawab Gracia yang acuh, memilih duduk manis dengan ponsel di genggaman, meng scroll layar sambil kembali menyeruput susu kotak rasa strawberry yang ia bawa dari rumah sampai tiga perempat bagian habis. Malah ia sibuk mencari beberapa trend yang sedang hits hari ini, sesekali terkekeh karena video receh yang lewat di beranda akun miliknya.

Mendengar itu, Shani menutup novel bacaannya dengan sedikit kasar. Bahkan suaranya bisa didengar oleh Anin dan Sisca yang duduk dua meja dibelakang meja Gracia dan Shani.

" Coba loe ulangin lagi, tadi ngomong apa?" suruh Shani.

"Gue males ngerjainnya, Shani." ulangnya dengan sedikit penekanan saat melafalkan nama orang yang ada di sampingnya. Namun matanya pun tak beranjak sedikitpun dari layar handphone nya.

Belum ada satu setengah jam Shani di sini, kesabarannya sudah di uji sebegini pagi.

"Kan gue udah bilang. Kerjain. Itu buat ngepush nilai loe yang amat sangat kurang di mata pelajaran itu. Loe tuh-" Shani dengan nada datar namun tajamnya kini merasuk ke indera pendengaran Gracia, tak ingin mengomel saat pelajaran jam pertama saja belum dimulai.

One Hundred DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang