Dua Puluh Satu

2.5K 289 21
                                    

Edbert melamun memandangi taman belakang rumah kembarannya. Pria itu memutuskan untuk datang ke rumah Karina setelah mendapati dirinya begitu kacau semingguan ini. Siapa tahu, dengan bermain dengan kedua keponakan kembarnya bisa sedikit meleburkan rasa ingin menyalahkan diri sendiri miliknya.

"Katanya mau main dengan si kembar, kenapa malah sekarang mereka dianggurin ?" Karina baru saja datang dari dapur dengan membawa segelas jus stroberri dan dua botol dengan isi yang sama untuk si kembar. Wanita itu memberikan dua botol tadi kepada si kembar dan memastikan mereka meminumnya dengan baik sebelum beralih lagi pada Edbert. "Ada apa ?"

Edbert menggeleng lemah. "Tidakpapa."

Karina menghela napasnya lalu menatap kembarannya dengan lembut. "Kamu tahu kan, kita berdua tidak bisa saling berbohong ?"

Edbert tersenyum kemudian menegakkan tubuhnya untuk meraih gelas di meja dan meminum isinya. Setelah menghabiskan separuh cairan berwarna merah itu, Edbert menghadapkan tubuhnya pada Karina. "Kamu ingat Adena ?"

Karina dengan spontan mengangguk. "Perempuan yang menjadi hantu masa lalumu itu kan ?" Edbert mendengus. "Bagaimana bisa kamu menyebutnya hantu masa laluku ?"

"Tentu saja. Karena perempuan itu memang terus menghantuimu dan membuatmu tidak bisa mencintai perempuan lain dengan benar. You keep searching for her in every woman that you dated, Ed." Edbert tercenung karena mendapati perkataan saudara kembarnya yang menohoknya begitu telak.

"Am I wrong ?"

"No, you are not. Perkataanmu benar karena memang pada akhirnya aku hanya menginginkan dia."

"Lalu apa yang jadi masalahnya di sini ?" Edbert lagi-lagi menghela napas beratnya. Ia kemudian menyugar rambutnya kasar seraya berkata, "Aku bersalah karena sudah meninggalkannya begitu lama. Dan sekarang, saat aku kembali dia sudah punya pasangan."

"Kenapa tidak merebutnya ?" Edbert terkekeh. "Sudah, aku sudah berusaha. Tapi karena kebodohanku tadi, dia menjadi menderita,"

"Aku pergi meninggalkannya selama sembilan tahun. Dan selama itu, dia menungguku. Menungguku tanpa berhubungan dengan laki-laki lain sama sekali. Kedua orang tuanya menjadi resah karena di umurnya yang sekarang dia sama sekali belum memiliki pasangan. Dan akhirnya, Adena dijodohkan." wajah Edbert benar-benar terlihat kacau dan itu mengundang Karina untuk memberikan usapan di pundak kembarannya.

"Tanggal pernikahannya sudah ditentukan, Kar. Dan rasa bersalahku kepadanya semakin besar karena calon pasangannya bukanlah pasangan yang membiarkan Adena menjadi dirinya sendiri."

Karina membiarkan Edbert untuk tenang sejenak sebelum berkata, "Dia belum menjadi milik orang lain sepenuhnya, Ed. Kali ini, go get her. Jangan sampai kamu meninggalkannya untuk yang kedua kali."

=====

Adena berjalan dengan langkah lesu saat keluar dari gedung kantor. Siang tadi, ia mendapatkan kabar buruk jika nanti malam keluarga Ferry akan bertandang ke rumahnya untuk membicarakan detail rancangan pernikahan. Adena menyeringai miris, merasa yakin jika rancangan yang akan dibahas nanti malam pasti sama sekali tidak akan memperhatikan pendapatnya.

Cih, padahal aku yang akan menjadi salah satu mempelainya.

Adena tidak membawa mobilnya hari ini. Tadi pagi ia diantar oleh bapak ojek online. Dan sekarang, ia memutuskan untuk pulang naik busway. Yah lumayan, ia bisa bersembunyi di tengah keramaian para penumpang nanti.

Kedua kaki Adena akhirnya berhasil membawa wanita itu ke halte terdekat. Ia menanti dengan sabar sampai akhirnya unit busway yang searah dengan rumahnya datang.

Set in StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang