Bagian Tiga

36K 3.6K 219
                                    

Malam ini Abel sangat gundah gulana. Pikirannya kalut, dia sebentar lagi ulang tahun yang ke-17 tapi orang tuanya gak ada di sini. Abel gak yakin orang tuanya mau datang. Palingan cuma lewat telepon kaya biasanya.

Kenapa nasibnya harus seperti ini? Kenapa gak kayak yang lain? Penuh kasih sayang dari orang tuanya? Kenapa? Apa Abel gak pantas untuk merasakan kebahagiaan? Seperti yang lain? Abel juga manusia, ada kalanya capek dan jenuh.

Tepat saat ini juga Abel lagi jalan-jalan ke sekitaran kompleks rumahnya. Ini udah jam sembilan malam tapi dia malas banget buat pulang. Lagian di rumah gak ada orang tuanya. Cuman ada bibik sama supirnya aja udah.

Ponsel Abel dari tadi udah berdering. Itu panggilan masuk dari pembantunya tapi Abel biarkan.

Abel yang pikirannya lagi kalut dan saat nyeberang dia gak tengok kanan-kiri hampir saja tertabrak jika tidak ada yang menolongnya.

"ABELLL ...!" Kevin berteriak sambil mendorong tubuh Abel ke pinggir.

Hampir saja ketabrak. Tubuh Abel jatuh ke aspal, Kevin ikutan jatuh dan udah pasti di atas tubuh Abel saat ini.

Abel masih belum mencerna apa yang barusan terjadi. Matanya tak berkedip saat kedua mata Kevin tepat beradu dengannya. Napas Kevin terasa dekat di wajahnya. Bahkan hembusan napasnya terdengar sama Abel.

Kevin yang sadar akan kondisinya saat ini langsung bangun dan melepaskan Abel.

Abel ikutan bangun juga, lalu mengangkat tangannya. "Awh ...." Abel meringis kesakitan, sikunya berdarah kena aspal.

Wajah Kevin langsung khawatir. "Ayo ikut aku ke mobil." Abel ditarik untuk masuk ke mobilnya.

Di dalam mobil, Kevin langsung membuka kotak P3K dan langsung membersihkan luka yang ada di sikunya. Untung aja Kevin lewat sini dan ngelihat Abel yang mau ketabrak. Kalau nggak, ya wassalam deh Abel masuk rumah sakit.

Abel diam tak berkutik sama sekali. Hatinya menghangat diperlukan seperti ini sama Kevin. Jelas sekali terlihat di wajah Kevin kalau dia khawatir.

"Udah nih, kamu hampir aja. Kalau nggak yaudah ketabrak," katanya setelah selesai mengobatinya.

"Makasih, Bang. Abang emang dewa penyelamat aku," ucap Abel tulus sambil tersenyum.

Kevin yang mendengar itu langsung balik lagi ke semula. Menampakkan wajah dingin dan ketusnya. "Gak usah geer. Kebetulan aja lewat jadi saya tolongin," katanya ketus. Kevin kalau ngomong jleb banget ya sampai ke ulu hati. 

"Gak usah ngeles kek bajai Bang. Itu muka Abang khawatir gitu tadi."

"Apaan? Mana ada hah!" Mata Kevin memicing tajam.

"Lagian kamu ngapain sih malam-malam di luar bukannya di rumah juga." Lanjutnya mulai memelankan suaranya.

"Cie, perhatian." Abel mengerlingkan mata genitnya membuat Kevin bergidik.

"Gak usah mulai ya. Saya capek abis ngantor. Gak usah ajak berantem!" Kevin langsung melajukan mobilnya dan berhenti tepat di depan gerbang rumah Abel.

"Turun sana!" perintahnya tajam.

Sebelum turun Abel sengaja menciumi pipi Kevin cepat yang sukses membuat Kevin diam di tempat.

Cup

"Makasih, Abang udah nolongin Abel." Habis itu Abel langsung turun dan masuk ke rumahnya.

Kevin langsung mengusap pipinya jijik. Alergi dia disentuh Abel.

"Gak waras emang, main nyosor aja. Dasar bocah tengil," umpat Kevin sebal.

Di kamar Abel termenung dengan kedua lutut yang ditekuk dan kepala yang menopang di atas lututnya.

Abang Tetangga !! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang