5

489 77 5
                                    

Jangan lupa vote, comment ya 🥰

Jay terbangun dari tidurnya. Tubuhnya penuh dengan keringat dan sedikit gemetar. Ia langsung terduduk di atas tempat tidurnya dan memeluk kedua kakinya. Angin malam membelainya dari pintu balkon kamarnya yang terbuka.

Jay berjalan dengan perlahan dan berdiri di balkon. Ia menatap semu ke arah jutaan bintang yang menghiasi langit malam. Membuatnya merindukan seseorang yang suka dengan bintang di langit malam.

"Jay."

"Hm?"

Jay menoleh menatap orang yang duduk di sampingnya. Orang yang sedang asyik menatap Jutaan bintang di langit malam.

"Tau gak, kenapa aku suka banget sama bintang?"

Jay menggeleng. Orang itu tersenyum dan melanjutkan kalimatnya.

"Karena aku pingin jadi kayak bintang. Menyinari jalan orang lain yang kesulitan dalam kegelapan."

Jay mengusap wajahnya kasar. Ingatan-ingatan tentang masa kelamnya kembali muncul bak potongan puzzle. Memori-memori yang ia lupakan seolah mengambang kembali ke permukaan. Bahkan mimpi buruknya kembali muncul setelah beberapa saat tidak datang.

"Apa kamu kembali dalam wujud Ara?"

🌠🌠🌠

Ara menuju ruang OSIS tepat setelah bel pulang sekolah berbunyi. Tepat saat ia membuka pintu, irisnya langsung melihat Jay, Sunghoon, dan Heeseung duduk bersama.

"Hei, kamu udah dateng? Sini duduk."

Jay langsung menyambut Ara dan menyuruh Ara duduk di sampingnya. Ara tampak menimbang sejenak dan akhirnya memilih duduk di sebelah Sunghoon, tepat di seberang Jay.

Sekarang mereka hanya di batasi oleh meja kecil dengan empat cangkir teh yang tampak mengeluarkan asap tipis. Suasana langsung berubah lebih canggung.

Heeseung yang paham dengan keadaan itu langsung berusaha mencairkan suasana.

"Oke, gimana kalo sekarang kita mulai rapatnya aja? Gue kan bendahara, jadi kalo kita bikin acara gue harus bikin laporan keuangan dan waktu kita gak banyak."

Jay yang awalnya menatap Ara dengan tatapan tajam langsung berusaha menjernihkan pikirannya. Ia harus profesional untuk sekarang. Ia yang menjabat sebagai ketua OSIS di situ. Ia harus bisa mengesampingkan masalah pribadinya.

Sementara Ara yang merasa ditatap Jay, berusaha menyibukkan diri dengan ponsel nya. Berpura-pura tidak sadar dengan apa yang Jay lakukan. Ia memilih mendekatkan diri ke arah Sunghoon yang duduk di sampingnya dan berbisik.

"Nanti bisa anterin aku pulang? Aku lupa bawa dompet, jadi gak bisa pesen kendaraan online buat pulang."

Sunghoon hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Jay yang melihat itu langsung emosi. Tangannya mengepal dan nafasnya memburu.

"Kita disini mau rapat buat acara habis ujian, bukan malah nonton kalian pacaran!"

Nada bicara Jay berubah menjadi ketus dengan suara yang ia tinggikan. Heeseung lagi-lagi berusaha mencairkan suasana dengan menenangkan Jay.

"Sabar, bro. Cukup tehnya yang panas. Elo jangan. Oke?"

Tak lama, rapat pun dimulai dengan suasana yang kurang baik. Tepat selesai rapat, Ara segera beranjak ke depan gerbang untuk menunggu Sunghoon.

Tak lama, sebuah mobil sport yang Ara kenali sebagai mobil Sunghoon datang. Ara langsung masuk ke dalam mobil dan menggunakan sabuk pengaman.

Ara sedikit terlonjak saat mengetahui orang yang duduk di kursi kemudi bukanlah Sunghoon. Saat ingin turun, pintu sudah terkunci. Mobil juga sudah mulai berjalan meninggalkan halaman sekolah.

Flash back on

Jay mengemasi barang-barangnya dan berniat untuk pergi. Ia merasa tidak nyaman berada di ruangan yang sama hanya berdua dengan Sunghoon. Ara sudah pergi, begitu pun dengan Heeseung.

"Gue tau elo emosi. Tapi gue gak ada niat kayak gitu. Gue iya in permintaan Ara juga demi lo."

Jay menghentikan kegiatannya dan menatap Sunghoon. Tatapan seperti pedang yang siap menghunus kapan saja. Sunghoon tersenyum miring dan melempar kunci mobilnya.

"Tuh, anter Ara pulang. Nanti gue share alamat rumah dia. Selesaiin masalah kalian. Kayaknya Ara kayak gitu sama elo karena Hwa Min."

"Baguslah kalo elo sadar Hwa Min selalu jadi biang dari segalanya."

Jay langsung pergi meninggalkan Sunghoon. Menyisakan laki-laki es itu dengan gelengannya.

Flashback off

"Berhenti atau aku lompat."

Jay menulikan telinganya. Ia malah mempercepat laju mobil yang ia kemudikan dan baru memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Ara yang Sunghoon beri tahu tadi. Rumah yang terlihat asri dengan dominasi warna merah muda. Sederhana tapi elegan.

"Kok sepi, Ra? Kamu tinggal sendiri?"

"Bukan urusan kamu! Buka pintunya!"

Jay menatap Ara dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Orang tua kamu di mana?"

"Kerja di Namyangju."

Jay membuka kunci pintu dan langsung buru-buru keluar. Ia berhasil memutari bagian depan mobil bahkan sebelum Ara sempat keluar.

Ia membuka pintu mobil dan menggendong Ara ala bridal style ke dalam rumah. Bukannya berontak, Ara malah terdiam. Tepat saat Ara di daratkan di sofa rumahnya, Jay mengecup puncak kepala Ara.

Membuat sang empunya kepala terkejut. Pipinya langsung bersemu.

"Ra, please jangan bersikap kayak gini. Aku minta maaf soal Hwa Min kemaren."

"Aku cuman gak mau digang-"

"Aku yakin dia gak akan ganggu kamu lagi."

"Atas dasar apa kau bisa segitu yakinnya?"

"Kasih aku kesempatan buat buktiin ke kamu."

"Caranya?"

"Ijinin aku jadi satu-satunya orang dihati kamu."

Ara berdecih. Ia menatap Jay dan berdiri dari sofa.

"Jelas-jelas kemarin Hwa Min ngancem aku. Dan sekarang kamu mau aku jadi pacar kamu? Biar apa? Biar Hwa Min lebih gampang buat bunuh aku? Iya?"

Jay mematung. Ia merasakan sentilan yang begitu nyata di setiap kata-kata yang Ara ucapkan barusan.

"Ra, percaya sama aku. Aku bisa kok jaga kamu."

"Aku juga bisa jaga diriku sendiri."

Ara melangkah pergi meninggalkan Jay yang masih diam mematung di ruang tamu rumahnya. Gadis itu memilih melangkah cepat menuju kamar tidurnya.

Ia menutup pintu kamarnya dengan sedikit keras. Ia diam sambil menatap daun pintu yang ada di hadapannya. Tak lama, tubuhnya terasa lemas dan ia langsung jatuh begitu saja.

Jangan lupakan air mata yang mulai mengalir deras membasahi pipinya. Ara bingung. Ia tidak tahu kenapa ia bisa bersikap begitu pada Jay. Padahal, selama ini Ara selalu bisa mengontrol emosinya baik di depan Jay maupun di depan orang lain.

Tapi, saat mendengar Jay memintanya untuk menjadi pacar lelaki itu, emosi Ara serasa membuncah. Terlebih saat mengingat ancaman yang Hwa Min berikan padanya.

Tangis Ara semakin kencang saat mendengar suara mobil meninggalkan rumahnya. Jujur, Ara senang Jay memintanya untuk menjadi pacar laki-laki itu. Tapi Ara ragu. Ancaman Hwa Min masih begitu membekas.

Lagi pula, atas dasar apa Hwa Min mengancamnya? Pasti gadis itu memiliki alasan tersendiri sampai mengancam Ara seperti itu.

"Maafin aku, Jay. Aku masih belum siap buat nerima kamu."

🌠🌠🌠

Hope you like it guys 💙🥺🦅

Before The Happy Ending || Jay EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang