Jangan lupa vote, comment ya 🥰
Ara meregangkan tubuhnya yang terasa pegal. Pekerjaan sebagai sekretaris OSIS ternyata tidak seringan yang Ara bayangkan. Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang.
Ara sedikit terlonjak dan mendapati tangan yang sudah melingkar manis di lehernya. Terlihat seperti tangan doraemon (?)
"Kamu digigit nyamuk lagi?"
Jay terkekeh saat melihat Ara bangkit dari duduknya dan meraih tangan bengkak milik Jay.
"Kenapa gak kamu kasih minyak, sih? Bengkak juga."
Ara berdecak kesal. Sementara Jay hanya bisa menyunggingkan senyumnya.
"Kamu capek, ya?"
Ara memutar bola matanya malas karena merasa Jay mengalihkan pembicaraan mereka ke arah lain.
"Jalan-jalan dulu yuk. Kamu juga belum makan kan."
Lagi-lagi Jay kokoh pada pendiriannya untuk mengabaikan omelan Ara. Gadis itu hanya bisa menggeleng. Ara menghempaskan tangan Jay dan kembali duduk untuk fokus membuat laporan kegiatan.
Jay langsung memajukan bibirnya. Ia menarik Ara untuk kembali berdiri dan ia memasang wajah memelasnya. Ara menghela nafas.
Jay tidak kehabisan akal. Ia menangkup pipi orang di hadapannya dengan begitu gemas.
"Aku gak bisa, Jay. Ini laporan kegiatan karyawisata kemarin masih belum selesai. Aku sama Heeseung juga masih mau nge data perlengkapan sama keuangan buat acara akhir tahun sekolah."
Jay melepaskan tangkupan Ara dan memasang wajah cemberutnya.
"Kenapa harus sama Heeseung, sih? Kenapa gak sama aku? Kan yang ketua OSIS aku?"
Ara tersenyum gemas menatap orang yang menjadi kekasihnya hampir selama 4 bulan itu.
"Kan Heesung bendahara nya. Lagian kan kamu ketua. Kerjaan kamu cuman nyuruh-nyuruh aja kan?"
Jay menatap Ara dengan memicingkan matanya.
"Kenapa sih?"
Ara menatap Jay dengan heran. Jay langsung menangkup pipi Ara dan mengecup singkat bibir cherry Ara.
"Karena aku ketua dan kerjaanku cuman nyuruh-nyuruh aja, sekarang aku nyuruh kamu pergi sama aku. Ambil barang kamu, aku tunggu dimobil."
Jay melepaskan tangkupannya dan mengambil tasnya. Ia berhenti di posisinya saat matanya menangkap sesosok siluet di ambang pintu. Siluet itu menatap Ara dan Jay secara bergantian dengan tatapan kosong.
"Lah? Heeseung? Sejak kapan lo disitu? Ara gue bawa ya. Lo kerja laporan sendiri aja dulu."
Jay menatap Heesung dengan tatapan bertanya-tanya. Ara langsung menoleh ke arah Heeseung dan menatap laki-laki itu dengan kikuk.
"Mata gue ternodai astaga! Elo kalo mau ciuman pulang aja sana! Jangan disini!"
🌠🌠🌠
"Makan."
Jay memerintahkan Ara untuk mulai menyantap makanan yang sudah ia pesan. Ia sendiri sudah bersiap makan dengan mengambil sendok dan garpunya. Kegiatannya terhenti setelah melihat Ara tak bergerak sedikit pun.
"Kok gak makan? Kamu dari tadi pagi gak makan apa-apa loh, Ra. Lagian pasta kan kesukaan kamu."
Ara menatap Jay yang duduk di hadapannya dengan tatapan kosong yang membuat Jay semakin bingung.
"Jay, aku tau mungkin kita masih baru pacaran dan aku jarang banget bilang ke kamu hal-hal kecil tentang aku. Begitu pun juga kamu yang jarang banget terbuka sama aku."
Ara men jeda kalimatnya dengan menelan ludahnya kasar. Jay yang sejak tadi sibuk mengunyah berlalu menelan makanannya dan meletakkan sendok garpunya. Ia mendengarkan Ara dengan seksama.
"Tapi aku gak pernah kasih tau kamu kalo aku suka pasta. Bahkan aku alergi sama pasta, mi, atau makanan sejenis itu."
Jay mengalihkan pandangannya ke arah lain. Rahangnya mengeras. Ia terlihat sedang menahan emosinya. Ara sendiri hanya bisa menggeleng pelan dan menunduk. Ia tahan air mata nya sebisa mungkin. Rasa kecewanya meluap begitu saja.
"Ra, mak-"
Ucapan Jay terhenti tepat saat Ara bangkit dari posisinya dan meninggalkan Jay seorang diri. Tangan Jay langsung mengepal. Ia mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya dan meninggalkannya di atas meja.
Ia berjalan dengan cepat untuk mengejar Ara. Bagaimanapun juga, langkah besar Jay pasti bisa mendahului langkah kecil gadis mungil seperti Ara.
Jay berhasil meraih pergelangan Ara tepat di luar tempat yang awalnya mereka putuskan menjadi tempat makan mereka. Jay memutar tubuh Ara sehingga sekarang mereka berdua berhadapan.
Jay meraih dagu Ara dan sedikit mendongakkannya karena tubuh Ara yang hanya setinggi dada Jay sehingga membuat Ara harus mendongak untuk bisa bertatapan dengan Jay.
"Ra, dengerin aku dulu. Maksud aku gak gitu."
Ara memalingkan wajahnya. Mata elang Jay dapat menangkap jelas jejak air mata di pipi Ara.
"Aku gak tau ya siapa yang kamu pikirin. Tapi satu yang aku tau. Bukan aku yang ada dihati kamu. Hati kamu diisi sama orang lain."
"Ra, dengerin aku dulu."
"Kayak gini gak cuman sekali. Dan aku udah coba tahan sama semuanya karena aku pikir kamu bisa berubah. Waktu itu kamu juga bilang aku punya hipotermia. Nyatanya aku gak punya hipotermia. Aku sehat. Dan satu lagi. Warna favorit aku merah muda, bukan biru."
Ara melepas paksa kalung berliontin biru yang melingkar manis di lehernya. Menyisakan bekas kemerahan di lehernya yang terlihat sangat kontras dengan kulit putihnya. Kalung itu adalah kalung pemberian Jay beberapa minggu lalu.
"Warna biru kan kesukaan kamu."
Lagi-lagi rahang Jay mengeras.
"Ra, deng-"
"Kayaknya kita mending break dulu."
Ara langsung pergi meninggalkan Jay. Ia memberhentikan sebuah taksi dan berlalu meninggalkan restoran itu.
Jay menggigit bibir bawahnya dengan keras untuk menahan amarahnya. Ia masuk ke dalam mobilnya dan menutup pintu mobilnya dengan keras. Ia memukul kemudi dan berteriak.
"Argh!"
Tak lama, ia memukuli kepalanya sendiri dengan kemudi.
"Bego! Bego! Bego!"
Ia merutuki dirinya sendiri tanpa peduli dengan keadaan kepalanya yang mulai mengeluarkan darah. Jay salah. Ia tahu ia salah. Harusnya ia sadar sejak dulu bahwa 'dia' dan Ara adalah orang yang berbeda. Tapi dengan bodohnya ia memperlakukan Ara layaknya pengganti 'dia'.
Apa yang harus Jay lakukan sekarang? Ara terlampau kecewa dengan dirinya. Bahkan sepertinya akan sulit meminta maaf pada gadis itu. Masih beruntung jika Ara masih mau menemuinya. Jay takut Ara malah akan memutuskan hubungan secara sepihak.
Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Jay tidak mau terjebak di masa kelamnya lagi. Ia harus berubah. Tak terhitung sudah berapa rasa kecewa yang Ara tahan untuknya. Ara sudah banyak berkorban. Sekarang giliran Jay yang bergerak. Ia tidak ingin kehilangan Ara.
Jay harus berubah. Bagaimanapun, 'dia' dan Ara adalah dua orang yang berbeda. Ia harus fokus dengan Ara. Ia harus bangkit dan menunjukkan pada Ara bahwa ia pantas untuk Ara. Jay tidak ingin terus mengecewakan Ara. Ini air mata kedua yang Ara berikan pada Jay.
Jay tidak ingin ada air mata ketiga, keempat, kelima, ataupun seterusnya. Ara hanya boleh bahagia bersamanya.
🌠🌠🌠
Hope you like it guys 💙🥺🦅
![](https://img.wattpad.com/cover/246308091-288-k306977.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Before The Happy Ending || Jay Enhypen
Fanfiction[Sudah Revisi] [Completed] Kisahnya sempat terhenti karena separuh jiwanya hilang. Namun sekarang, kisah cinta itu kembali berjalan seperti semula. Menuntut sebuah akhir atas kisah cinta yang terlalu klise bagi sebagian orang. ••• Kang Ara yang akra...