Jangan lupa vote, comment ya 🥰
Ara duduk di ruang OSIS tepat di sebelah Sunghoon. Di hadapannya ada Heeseung dan di sebelah Heeseung ada Jay.
Laki-laki itu tak henti-hentinya menatap Ara. Terlebih rapat OSIS dipimpin oleh Sunghoon. Alhasil sejak tadi Jay hanya diam menatap Ara. Layaknya elang yang membidik mangsanya, Jay seakan membidik Ara dengan mata tajamnya agar gadis itu tidak bisa kemana-mana.
"Oke, rapat hari ini sampai sini aja. Untuk kedepannya mungkin bakal sering rapat. Apalagi sebentar lagi ada masa pengenalan lingkungan sekolah juga. Semoga hari senin nanti semuanya lancar."
Tutup Sunghoon. Setelah beberapa jam rapat dan di tatap Jay, Ara bisa bernafas lega karena semua penderitaannya sudah berakhir. Ara langsung berdiri dari tempatnya.
"Ra, bisa bicara sebentar?"
Tahan Jay. Ara hanya diam di posisinya. Heeseung dan Sunghoon yang sadar langsung bergegas pergi dan meninggalkan dua orang itu di ruang OSIS. Mereka berdua ingin memberikan waktu pada sejoli itu agar bisa berbicara 4 mata.
Ara menatap Jay. Ara baru sadar jika laki-laki di hadapannya ini terlihat lebih kurus dari biasanya. Telapak tangannya juga tampak di perban. Ada sedikit darah di perban itu. Apa yang sebenarnya Jay lakukan?
Ara memejamkan matanya. Ini bukan saat yang tepat untuk mengkhawatirkan Jay. Laki-laki itu sudah tidak ada hubungannya dengan Ara. Lagi pula, Jay adalah satu-satunya tersangka yang mempermainkan Ara. Bagaimana bisa Ara masih khawatir pada laki-laki itu? Ara pasti sudah gila.
"Apa?"
Tanya Ara dengan dingin. Jay berjalan mendekat ke arah Ara. Ia ambil tangan Ara.
"Ini."
Jay memberikan sebuah kertas yang pastinya Ara kenal. Kertas ramalan dari fortune cookies beberapa bulan lalu yang ternyata masih Jay simpan. Sejenak, Ara merasa hatinya menghangat karena ternyata Jay tidak semudah itu melupakan semua kenangan mereka.
"Aku mau pake ini."
"Pake?"
Tanya Ara disertai decihannya. Ia menatap kertas itu, lalu menatap Jay dengan sinis setelah membaca kalimat yang tertera.
'Kamu akan dapat kesempatan lain.'
Ara tertawa remeh setelahnya.
"Ini kertas ramalan. Bukan kertas yang bisa di pake buat permintaan kesempatan asal kamu tau. Tapi, kalo kamu mau pake itu, oke."
Jay sempat mengernyit saat mendengar Ara mengatakan 'oke.' karena terdengar sedikit aneh baginya. Ara mengembalikan kertas di tangannya kepada Jay. Ia merogoh tasnya dan mengambil kertas yang sama dengan milik Jay.
"Baca."
Jay mengambil kertas itu dan membacanya.
'Kamu akan melepaskan rasa sakit dan beban berat hanya dengan ikhlas.'
"Bahkan fortune cookies pun bisa tau ini terjadi. Tapi kenapa ya aku dengan bodohnya percaya sama kamu? Percaya sama semua bualan dan kebohongan kamu, Jay?"
Sarkas Ara. Kini air matanya tak lagi turun. Ia berusaha terlihat tegar di depan orang brengsek seperti Jay yang sudah dengan lancangnya mempermainkan hati Ara.
"Ra, mungkin awalnya aku terpana sama kamu karena kamu mirip Areum. Tapi sekarang aku tulus cinta sama kamu, Ra."
"Jangan ngaco. Sekali jadi orang jahat, orang bakal terus inget kamu dengan sebutan jahat. Begitu pun aku. Bedanya, gak cuman sekali atau dua kali kamu nyakitin aku. Karena itu, aku terus inget kalo kamu adalah satu-satunya laki-laki brengsek yang udah main in hati aku."
Ara meninggalkan Jay seorang diri di ruangan OSIS. Tangis Ara pecah begitu keluar dari ruang OSIS. Ara bingung. Ia tak tahu kenapa ia malah menangis dan hatinya terasa lebih sakit dari pada saat ia mendengar kebohongan Jay dari Hwa Min. Ara pasti sudah gila.
Bahkan sekarang ia merasa sudah sangat keterlaluan pada Jay. Padahal sebelum ia bertemu Jay, ia sudah membulatkan tekad. Ia akan menjadi gadis tegar yang tidak akan menangis lagi bahkan di belakang Jay. Tapi ternyata, Ara tidak bisa.
"Ra."
Sunghoon memanggil Ara dengan lemah. Ternyata sejak tadi ia dan Heesung berdiri didekat ruang OSIS. Jujur, sebenarnya tersirat rasa malu dalam hatinya karena ia yakin Sunghoon dan Heeseeung pasti mendengar pertengkarannya dengan Jay. Tapi di banding rasa malu itu, Ara lebih merasakan sakit yang mendominasi hatinya.
"Sunghoon."
Ara langsung berlari menuju Sunghoon. Ara memeluk Sunghoon dengan erat. Ia tumpahkan semua rasa kecewanya.
"Pulang, ya. Gue anter."
🌠🌠🌠
Mobil Sunghoon berhenti tepat di depan rumah Ara.
"Ra."
Sunghoon memanggil Ara yang terlihat melamun.
"Ra."
Panggil Sunghoon lagi.
"E-eh? Iya?"
"Kita udah sampe."
Ara langsung melihat sekelilingnya.
"Eh? Iya, ya? Ya udah aku masuk dulu."
Tepat saat Ara akan turun, Sunghoon memegang pergelangan tangan Ara.
"Jay ngikutin kita. Lo yakin bakal baik-baik aja?"
Ara langsung menatap spion mobil Sunghoon. Benar saja. Tepat di belakang mobil Sunghoon ada mobil yang Ara kenal sebagai mobil Jay.
"Orang tua aku lagi di rumah kok."
"Boleh kalo gue anterin lo ke dalem?"
Ara mematung. Jawaban apa yang harus ia berikan?
"Kalo gak bol-"
"Gak apa-apa kok. Yuk."
Ara tersenyum dan keluar dari mobil Sunghoon. Tak lama Sunghoon juga keluar dan berjalan bersama Ara ke dalam rumah Ara. Jay yang melihat itu langsung keluar dari mobilnya dan mengikuti kedua orang itu. Ia marah dengan sikap Sunghoon yang seakan menggantikan posisinya untuk mengantarkan Ara pulang dan mengawasi gadis itu agar sampai di rumahnya dengan selamat.
Jay berhenti tepat di depan pintu rumah Ara yang terbuka. Tak ada seorang pun yang menyadari keberadaan Jay selain Ara dan Sunghoon.
"Eomma?"
Tanya Sunghoon yang keheranan melihat wanita paruh baya yang menjadi ibunya itu ada di rumah Ara.
"Loh? Jadi Ara anak kamu itu yang ini?"
Tanya Eomma Sunghoon kepada Eomma Ara yang langsung mendapat anggukan.
"Wah, kebetulan banget kalo gitu. Sunghoon, eomma mau jodohin kamu sama Ara. Dia yang waktu itu ke rumah kan? Pacar kamu? Eomma Ara ini rekan kerja mama di Namyangju."
Sunghoon mengangguk. Hah? Ara langsung terperanjat. Di jodohkan?
"Eomma apa maksudnya?"
"Jadi, Ra, Eomma Sunghoon ini rekan eomma sama appa sewaktu di Namyangju. Waktu itu kan eomma bilang mau jodoh in kamu. Dan kita berdua dari awal emang udah mau jodohin kalian. Kamu mau kan?"
Ara terdiam. Emosinya terasa meluap. Ada apa sebenarnya dengan dirinya? Untuk apa ia merasa emosi? Bahkan ia sendiri sudah berpisah dengan Jay. Jadi apa salahnya menerima perjodohan itu?
"Eomma, gak bisa gitu dong. Ara udah ada pac-"
Ara memeluk lengan Sunghoon. Membuat ucapan laki-laki itu terhenti dan menatap Ara. Gadis tersenyum setelahnya.
"Ara mau kok di jodoh in sama Sunghoon."
Sebuah kalimat yang berhasil menghancurkan hati orang yang sejak tadi menonton di ambang pintu. Bisa ia lihat lirikan mata Ara yang mengarah ke arahnya. Sepertinya, memang sudah tidak ada lagi tempat untuk Jay di hati Ara.
🌠🌠🌠
Hope you like it guys 💙🥺🦅
KAMU SEDANG MEMBACA
Before The Happy Ending || Jay Enhypen
Fiksi Penggemar[Sudah Revisi] [Completed] Kisahnya sempat terhenti karena separuh jiwanya hilang. Namun sekarang, kisah cinta itu kembali berjalan seperti semula. Menuntut sebuah akhir atas kisah cinta yang terlalu klise bagi sebagian orang. ••• Kang Ara yang akra...