"Awal"

38.6K 2.9K 882
                                    

"kesalahan terbesarku adalah bertemu denganmu"

-Adara Devanya-

Mau tanya, ketemu cerita ini lewat jalur mana, neng?

Dibawah guyuran hujan, seorang pria remaja SMA, lengkap dengan seragam SMAnya tak ada hentinya menatap makam dihadapannya.

Sudah satu jam yang lalu...

Rintik hujan tak dihiraukannya, arah matanya menatap lurus kepada makam sang ibunda, Riana Anjani.

Perlahan ujung bibirnya terangkat, terkekeh sinis, tak menyesal telah menjadi alasan kematian untuk sang ibunda.

"Akhirnya anda mati juga" ujarnya pelan.

"Apakah anda tau bahwa setiap malam saya berdoa untuk kematian anda?" Tanya pelan dengan mata mulai menajam.

Pria itu mengepalkan kuat tangannya menahan emosi. "Karna saya tidak akan bisa membunuh Anda dengan tangan saya sendiri".

"Ibu..." Panggilnya dengan terkekeh.

"Ibu...".

Mata berkaca kaca itu kian menajam. "Apa masih pantas anda saya panggil dengan sebutan ibu?"

"Saya rasa gelar itu tak pantas anda dapatkan" katanya mutlak.

Devon terkekeh pelan sambil mengusap nisan ibunya. "Saya tidak menyesal"

"Sama sekali tidak". Ucapnya dengan Isak tangis. genggaman tangannya semakin menguat.

Perlahan matanya mulai menajam, menghapus kasar air matanya.

Pria itu menggeleng. "Cih... Jangan bangga karna saya menangis untuk kematian anda" Ejeknya pelan.

"Karna selamanya saya akan membenci anda".

"Wanita seperti anda memang tidak pantas untuk hidup lebih lama lagi".

"Bahkan saya menyesal telah lahir dari rahim anda" Ucapnya dengan tatapan kosong.

Arah pandangnya kearah langit, sedikit agak mendung, sebentar lagi ia perkirakan akan segera hujan. Langit memang selalu satu hati dengannya, kaki nya tetap berdiri tegap, sama sekali tak menghiraukan hujan yang akan segera mengguyurnya.

Tak...

Tak....

Tak....

Gavin Devon Adelard, melirik pelan kearah atasnya karna tak lagi merasakan rintiknya air hujan, adanya payung hitam menandakan bahwa ada seseorang sedang melindunginya.

Arah mata tajamnya melirik kekiri pelan, menatap seorang gadis berseragam SMP yang menerjapkan matanya pelan, tangan kanannya memegang payung hitam sedangkan tangan kirinya memegang batang eskrim yang mulai meleleh.

"Kak, kenapa main mandi hujan disini?" Tanya gadis itu polos.

Devon tak menanggapi, arah matanya kembali menatap makam sang ibunda.

Matanya kian menerjap polos "Nggak takut masuk angin kak? Itu bajunya kebes" Ujar gadis itu dengan keadaan berjinjit.

"Kata mama gak baik main dikuburan, banyak setannya". Gumamnya sambil menggembungkan pipi.

Adara kecil bingung pertanyaan yang sedari tadi ia lontarkan tak dijawab satupun, sebenarnya ia juga sudah bosan dan ingin segera pulang tapi hati nuraninya kekeh mengatakan ia tidak boleh meninggalkan pria remaja disampingnya ini.

Keningnya mengkerut bingung. "Kakak bisu ya?"

"Heii, Ding dong ding dong" katanya sambil menoel pelan bahu tinggi Devon.

"BISA DIEM GAK?!"sentak Devon kuat.

Gadis kecil itu menatapnya sangar "Dih.. galak" Cetusnya pelan tanpa rasa takut.

"Nanti aku aduin mama" Katanya sambil menjilat eskrim yang hampir meleleh.

Devon menggeram."Lo-"

"Dara..." Panggil suara dari sebrang.

Adara menolehkan kepalanya, menatap sang mama yang melambaikan tangannya mengajak pulang.

"Kak..." Panggil gadis itu dengan ragu.

"Dara pulang dulu, kakak jangan lama lama mandi ujannya ntar sakit".

Tangan kecilnya menyentuh tangan besar milik Devon pelan, memindahkan eskrim miliknya untuk Devon genggam.

"Eskrim dara buat kakak aja" ujarnya disertai senyuman manis.

"Dada..." Kata dara sambil melambaikan tangannya.

Meninggalkan Devon yang menatapnya tak percaya...

Langkah kaki mulai terdengar menjauh, gadis itu meninggalkan Devon dengan payung hitam dan batang eskrimnya.

Deru mobil mulai terdengar, menandakan bahwa gadis itu benar benar pergi...

Devon memejamkan matanya pelan, menangkan detak jantung nya yang sedari tadi berguncang hebat, mencium pelan aroma sang gadis yang masih tersisa.

"Sialan..."desisnya pelan.

Sudut bibirnya terangkat pelan, menatap batang eskrim digengamannya. "Kau harus bertanggung jawab gadis kecil".

Sedari tadi ia diam, terus diam karna bingung dengan detak jantungnya yang tak karuan, mendesis sepelan mungkin karna merasa tergoda dengan bibir sang gadis yang terbuka dan menutup.

Membayangkan bagaimana jika ia membungkam bibir itu dengan bibirnya?

Membayangkannya saja membuatnya nyaris gila, yang benar saja! dia itu anak SMP!

"Adara..." Desisnya dengan tangan mengepal.

"Adara...."

Devon menaikkan sebelah alisnya, seiring dengan melirik makam sang ibunda, mengecup pelan nisan tersebut dengan terkekeh pelan.

"Ibu, kurasa anak bajinganmu ini jatuh cinta...."

Vote and coment!
Next or no?

Sadistic Of Love [Sudah Terbit Di Ebook!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang