* * **
*
*
Soobin duduk dengan mata terpejam diatas rerumputan puncak gunung Himani,
Menikmati setiap hembusan sang angin yang menerpa wajahnya, tak lama mata yang menunjukan kekuatan dan keberanian itu terbuka, karena merasakan kehadiran seseorang.
"Mau apa kau kembali lagi?.. Apa kau pergi begitu saja dari rumahmu hanya untuk mengenali dirimu?" tanya Soobin yang saat ini duduk memunggungi Tyun.
Tyun tersenyum "tidak.. aku meninggalkan rumahku.. karena rumah itu sendiri tidak membiarkan aku tinggal.."
"Maksudmu?.. " tanya Soobin lagi tapi masih belum menoleh pada Tyun
"Ketika seseorang meninggalkan pintu rumah ayahnya... Itu hanya berarti satu hal seseorang sudah menyadari untuk siapa dia dilahirkan dan dengan siapa dia harus membuat hubungan.. " Tyun berjalan selangkah demi selangkah mendekati Soobin
"Orang itu sudah memilih pendamping hidupnya... dan aku memilihmu... aku ingin menikah denganmu.. " sambung Tyun.
"Dalam jalan hidupku tidak ada tempat untuk pernikahan... Lalu kenapa aku harus menikah? "nada Soobin sedikit menusuk
"Tanyakan itu pada angin.. Kenapa dia harus memberikan nafas kepada kehidupan... Tanyakan juga pada sungai.. kenapa dia harus mengorbankan diri dan mengalir ke lautan... Lalu tanyakan kepada api kenapa dia membakar dirinya?"
Perkataan Tyun membuat Soobin terdiam sejenak,
"Aku bukan angin.. Aku bukan sungai dan aku juga bukan api.. Aku hanya mencintai alam ini.. Aku tidak menginginkan apapun.." sahut Soobin dengan tegas.
"Kau bilang kau tidak menginginkan apapun untuk dirimu sendiri.. Tapi kau bekerja untuk kebutuhan orang lain.. Mungkin kau tidak membutuhkan aku.. Tapi kau menginginkan Tyun dan Tyun membutuhkan Soobin.."
Perkataan Tyun barusan membuat guncangan hebat dalam diri Soobin, meski Soobin tak menunjukkannya, tapi Tyun mulai merasakan perubahan dari Soobin.
"Dan demi dirimu.. Aku siap melepaskan semua ikatan.. dan hidup demi kebahagiaan seluruh dimensi.. apa itu akan menghancurkanmu? Atau apakah itu akan menganggu perjalananmu "
Lagi-lagi Tyun berhasil membuat Soobin terdiam
"Perjalanku dan kehidupanku.." nada suara Soobin sedikit melunak.
"Iya Soobin.. Kau mengatakan kau mencintai keindahan alam ini.. Kau hanya seseorang yang memiliki ketulusan pada alam ini.. Tetapi di mataku kau adalah alam semesta dan dunia itu sendiri.." Tyun tersenyum diakhir kalimatnya.
Deg!
"Kau harus membuka hatimu.. Menerima sebuah perasaan Bin"
Soobin bangkit berdiri hendak pergi darisana namun Tyun menghadang jalan Soobin dengan berdiri dihadapannya.
"Tidak ada logika dalam perkataanmu.. Pergilah! " usir Soobin
Tapi tentu Tyun itu sangat keras kepala "aku tidak mengerti apa arti sebuah logika dalam cinta... Aku memang keras kepala saat aku tidak tahu siapa diriku.. Aku datang untuk menanyakannya.. Lalu aku ditolak " Tyun tersenyum pada Soobin.
"Oleh seseorang yang mengatakan dirinya mencintai alam ini.. Tapi dia juga menolak dirinya saat dia menjadi alam itu sendiri .. "
Soobin berusaha menghindar dari Tyun tapi Tyun terus berdiri dihadapannya meski Soobin menghindar Tyun terus berjalan mendekat