Mereka berdua sudah melewati beberapa jalan sebelum akhirnya kepala Harry mulai mendingin. Terengah-engah karena kopernya yang berat, dia baru mulai memikirkan apa yang akan dilakukannya.
Harry sendiri yakin dia akan dikeluarkan dari Hogwarts. Dia tidak bisa menahan diri dan menggunakan sihir. Dia dapat pergi ke London dan mengambil uangnya di Gringotts, menghabiskan sisa hidupnya di pengasingan, Harry nyaris tidak peduli.
Namun, Laurel ....
Orang terakhir yang Harry pikirkan akan muncul di Privet Drive nomor empat adalah Snape, guru ramuan-nya yang membencinya. Ketika melihat surat dari bahan perkamen tebal itu diserahkan pada Bibi Petunia, jantung Harry langsung berdebar-debar kencang. Itu nyata, Laurel dapat pergi ke Hogwarts bersamanya.
Dia begitu terpaku pada kenyataan tentang status Laurel sehingga tidak memikirkan Paman Vernon, yang tentu saja, tidak akan mau membiarkan putrinya yang baik dan berprestasi dan bisa dibanggakan belajar sihir. Lalu Paman Vernon mulai mencela bangsa penyihir, dan orang tuanya, dan Hogwarts, dan Profesor Dumbledore, dan mengancam untuk tak akan mengirim Laurel ke Hogwarts, hal selanjutnya yang Harry tahu? Dia meledak dalam kemarahan dan melepaskan sihirnya.
Sekarang setelah tahu Laurel sama dengannya, Laurel juga seorang penyihir dengan darah magis, Harry tidak dapat memikirkan hal yang lebih tidak masuk akal dari Laurel yang tidak pergi ke Hogwarts. Hogwarts adalah sekolah sihir terbaik di dunia, semua orang tahu itu.
Tapi sekarang, apa yang akan mereka lakukan? Mereka berdua belum cukup umur untuk melakukan apa pun. Mungkin Laurel bisa baik-baik saja di rumah keluarga Dursley, tapi dia menyeretnya ke dalam kekacauan ini ... seharusnya dia lanngsung pergi saja tadi, tidak mengajak Laurel bersamanya. Dia bisa jadi telah menghancurkan masa depan Laurel. Mungkin sekarang Paman Vernon tidak menginginkan Laurel di rumahnya lagi setelah seorang penyihir lain menggelembungkannya. Mungkinkah Paman Vernon akan mengembalikan Laurel ke panti asuhan, unadopting her?
Udara malam terasa dingin menggigit. Harry tidak menyadari tangannya kedinginan sebelum tangan Laurel menggenggamnya, menyebarkan kehangatan instan ke tubuhnya. Harry menoleh memandang adiknya. Ya, adiknya. Apa pun yang Paman Vernon katakan, Laurel merupakan adiknya. Laurel merupakan adik Harry lebih banyak dari dia merupakan adik Dudley, yang setelah empat tahun bahkan tidak pernah benar-benar berbicara dengan Laurel.
Mata Laurel yang kelabu terlihat tenang dan tetap saat dia memandang Harry, bercahaya memantulkan cahaya redup lampu jalanan. Laurel tidak tampak ketakutan sama sekali. Rambutnya yang cerah tampak mencolok di kegelapan. "Tenang saja, Harry. Aku tahu kamu akan memikirkan sesuatu."
Harry merileks.
Lalu, dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Ada yang mengawasi mereka.
"Lumos," bisik Harry, tidak peduli untuk tidak menggunakan sihir di luar sekolah lagi. Dia sudah melanggar hukum satu kali, sekalian saja dia menambahkannya sedikit.
Di antara dua garasi rumah, terlihat garis bentuk seekor makhluk besar. Matanya berkilat-kilat. Harry gemetar, menarik Laurel mundur bersamanya.
DUAR!
Harry berteriak dan menjulurkan tangannya ke Laurel, setengah merangkulnya saat dia menariknya menghantam tanah bersamanya. Tepat pada waktunya, karena di tempat mereka berdiri tadi ada bus ungu cerah bertingkat tiga. Tulisan di kaca depannya, The Knight Bus.
Mata Laurel membelalak, tapi gerakannya tetap terkontrol saat dia melepaskan tangan Harry darinya dan bangkit perlahan. Seorang kondektur dengan baju berwarna sama dengan badan bus melompat turun. Masih muda dia kelihatannya, paling delapan belas atau sembilan belas tahun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Castaway || A Harry Potter Fanfiction
Fanfiction[ON GOING - YEAR ONE] Laurel ditarik masuk oleh sepupunya, Harry Potter, ke dalam dunia sihir dan mendapati bahwa hidupnya telah berpusar pada Harry Potter, Albus Dumbledore, dan Lord Voldemort bahkan sebelum dia mengetahuinya.