Laurel menghela napas, kertas di depannya kosong tidak terisi. Laurel tidak yakin apa dia harus mengirim surat pulang.
Dia bahkan tidak tahu apa dia akan kembali ke Privet Drive.
Melirik ketiga gadis lainnya dalam kamar yang sama dengannya, Laurel merapikan alat tulisnya di atas meja. Dia sudah memakai baju tidur, rambutnya basah sehabis dicuci. Laurel merangkak naik ke tempat tidurnya yang empuk dan mewah. Asrama Slytherin terletak di bawah tanah, tapi itu tidak berarti seisi asrama memiliki pencahayaan gelap dengan udara lembap.
Kamar Laurel besar dan nyaman, dengan empat ranjang dan meja serta peti pakaian untuk masing-masing tempat tidur. Hayley Mitchell, seorang Slytherin kelahiran Muggle kelas lima, tadi masuk dengannya ke kamar untuk menempatkan mantra perlindungan di tempat Laurel.
"Kita tidak pernah tahu apa yang anak-anak lain pikirkan," jelas Hayley singkat, sekilas matanya menyapu sinis ketiga gadis yang berada dalam kamar yang sama dengan Laurel.
Eustacia Gibbon tidak malu-malu memberikan pandangan jijik pada Laurel, terang-terangan memanggilnya Darah-Lumpur. Valentina Nott memperlakukannya kasar seakan Laurel tidak pantas tidur di kamar yang sama dengannya. Hanya Astoria yang sepertinya bersikap lebih sopan. Gadis berambut gelap itu ditarik dua teman berdarah murninya selalu, Astoria tidak kelihatan bisa melepaskan diri dari mereka.
Terlalu banyak hal yang terjadi pada beberapa jam terakhir, lebih banyak dari yang Laurel bisa tangani. Laurel mendapati dia tidak terlalu banyak berpikir sedari tadi, hampir-hampir merasa otaknya akan pecah kalau dia mencoba memproses segalanya dan mencari pemecahannya. Alih-alih, Laurel memfokuskan pikirannya ke hal yang dia tahu bisa dia atasi.
Papa masih membenci sihir. Dudley masih takut pada sihir. Mama, paling tidak, menoleransi sihir, tapi itu tidak cukup. Laurel harus membuat keluarganya menerima sihir.
Laurel tidak senaif itu untuk berpikir Papa akan mendadak jatuh cinta pada dunia sihir dan sebagainya. Dia tahu membuat keluarganya menerima sihir akan menjadi proses yang panjang. Jika saja dia berhasil membuat ayahnya melihat sihir sebagai sesuatu yang lain selain abnormal ....
Laurel sekali lagi melihat ke arah tiga teman sekamarnya dan mendesah, menarik kelambu tempat tidurnya tertutup. Terlalu banyak hal yang terjadi sekaligus ... Laurel perlu tidur.
***
Teman-teman sekamarnya tidak ada yang repot-repot membangunkannya, Laurel terbangun sendiri mendengar gerakan samar mereka. Selesai berpakaian dan mengepang rambutnya satu, Laurel berjalan ke ruang rekreasi Slytherin yang sudah mulai ramai. Hayley menunggunya dan langsung menariknya keluar tanpa memberi Laurel kesempatan untuk berbicara dengan siapa pun.
"Aku tidak perlu mengajarimu tentang jalan-jalan pintas ke Aula Besar. Kau akan tahu sendiri dan terbiasa pelan-pelan," kata Hayley di sebelah Laurel. Koridor tempat mereka berjalan tidak ramai, kebanyakan anak masih di ruang rekreasi. "Seharusnya malah aku tidak perlu mengajarimu apa-apa, tapi aku lebih baik tidak melihat adik kelasku dirobek-robek oleh para suprematis Darah-Murni pada minggu pertamanya."
"Apa yang kau katakan soal kami suka kekerasan, Mitchell?" kata seseorang di belakang mereka.
Laurel mendongak dan menoleh penasaran. Sekilas dia melihat Hayley memutar bola matanya tidak senang. Seorang pemuda berdiri di berjalan di belakang mereka, cukup dekat untuk mendengar semua yang Hayley katakan tadi. Pemuda itu punya rambut gelap, dasi hijaunya tidak dipasang dengan benar.
"Aku tidak bilang apa-apa, Pucey," Hayley menghentikan langkahnya, membalikkan tubuhnya dan memberikan senyum terpaksa. "Silakan, lewatlah terlebih dahulu. Kami hambamu yang patuh, hanya ada di sini untuk keset kakimu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Castaway || A Harry Potter Fanfiction
Fiksi Penggemar[ON GOING - YEAR ONE] Laurel ditarik masuk oleh sepupunya, Harry Potter, ke dalam dunia sihir dan mendapati bahwa hidupnya telah berpusar pada Harry Potter, Albus Dumbledore, dan Lord Voldemort bahkan sebelum dia mengetahuinya.