14

139 25 34
                                    

"Chanwoo, semua akan baik-baik saja, OK? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kau anak baik dan selamanya akan seperti itu. Tidak ada yang salah dengan hidupmu."

Jinhwan dan June hanya bisa mendengarkan semua perkataan psikolog yang menangani kasus Chanwoo. Mereka berdua tidak ada yang berani berbicara. Hanya mendengarkan dan sesekali mengangguk saat sang psikolog melirik mereka meminta pendapat.

Hari ini adalah jadwal Chanwoo menjalani konsultasinya bersama seorang psikolog kenalan June. Jadi Jinhwan dan June datang menemani adik semata wayang mereka.

"Di dunia ini tidak ada yang namanya anak haram. Begitupun kau, Chanwoo. Siapa yang mengatakan kau anak haram?"

Dari tempatnya duduk, Jinhwan bisa melihat Chanwoo yang menunduk. Kedua tangan Chanwoo terlihat sedang saling meremas, dan Jinhwan bisa menebak jika anak itu sedang panik.

"Chanwoo?"

Tanpa Jinhwan duga, bahu Chanwoo bergetar. Anak itu menangis. Dia hendak bangkit dan menghampiri Chanwoo tapi tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh June. Dia menoleh pada June yang sedang menggeleng dan tersenyum lembut padanya. "Jangan," lirihnya.

Akhirnya dengan perasaan campur aduk Jinhwan kembali duduk di sofa yang tersedia di dalam ruang dokter. Namun matanya tidak lepas dari Chanwoo yang masih menangis dalam diam.

Jinhwan dan June sedang menemani Chanwoo yang mendapatkan penanganan dari psikolog karena hilangnya rasa percaya diri yang sudah dia bangun sejak lama. Tembok yang Chanwoo buat dengan sangat apik terpaksa harus runtuh begitu saja akibat keegoisan orang sekitar.

Tembok kokoh itu runtuh dan hancur berkeping-keping.

"A-aku." Akhirnya setelah sekian lama Jinhwan bisa mendengar suara Chanwoo yang menjawab pertanyaan sang psikolog. Walau nadanya bergetar, tapi Jinhwan yakin betul bahwa anak itu sudah bisa diajak bekerja sama.

Chanwoo harus sembuh bagaimanapun caranya.

Jinhwan melihat psikolog itu tersenyum lembut dan tangannya mengambil tangan Chanwoo yang sedang saling meremas.

"Kau salah. Tuhan tidak pernah menciptakan kata anak haram. Semua anak yang terlahir dari dalam rahim ibu, bukanlah anak haram. Semua terlahir suci, putih bersih tanpa dosa. Yang berbuat salah bukan dirimu, jadi kau tidak perlu menanggung semua rasa bersalah."

Tangisan Chanwoo kini semakin terdengar. Anak itu bahkan sesekali terlihat terseguk. Tangisannya terdengar pilu dan menyakitkan bagi siapa saja yang mendengarnya. Jinhwan bahkan tidak sanggup lagi untuk melihat jadi dia memutuskan untuk keluar dari ruangan, mengabaikan tatapan bertanya June dan lirikan dingin psikolog.

Langkah kaki Jinhwan baru berhenti setelah berjarak satu meter dari ruang konsultasi. Dia berjongkok dan menangis di sana. Bersikap tidak peduli pada tatapan heran milik orang-orang yang berlalu lalang.

Jika saja dia tidak turut serta dalam hal menyembunyikan identitas Chanwoo yang sebenarnya, mungkin sekarang Chanwoo tidak akan berada dalam keadaan menyakitkan. Harusnya dia bisa menjadi dirinya sendiri dengan mengabaikan permintaan konyol keluarga June.

Benar. Semua ini salahnya. Dialah satu-satunya orang yang pantas disalahkan saat ini.

"Jinhwan."

Jinhwan mendongak dan maniknya bertubrukan dengan manik Hanbin yang sedang menatapnya penuh permintaan maaf. Dia masih diam pada posisinya hingga Hanbin tanpa diduga mengulurkan tangan memberi bantuan.

Tangis Jinhwan pecah saat dirinya sudah berhasil berada dalam pelukan sahabatnya. Hubungan keduanya memang belum membaik setelah kejadian Jinhwan yang meminta Hanbin untuk tidak mengurusi urusan pribadinya. Namun di saat-saat seperti ini Jinhwan tidak bisa mengelak jika pelukan Hanbin sangatlah berarti. Bahkan Jinhwan berani bertaruh bahwa pelukan Hanbin jauh lebih dia butuhkan daripada pelukan June.

JUNHWAN - [Amore] SEGRETO[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang