13

150 28 25
                                    

Kompor dimatikan, panci berisi bubur diangkat. Dengan hati-hati Yuwen memindahkan sedikit demi sedikit bubur dari dalam panci ke dalam mangkuk. Setelah merasa cukup, Yuwen segera meletakkan mangkuk bubur itu di atas nampan bergabung dengan segelas susu hangat dan sebotol air mineral.

Setelah meletakkan satu buah sendok, Yuwen akhirnya beranjak menuju kamar sang adik ipar. Membawa nampan dengan hati-hati karena bubur yang ia buat masih panas. Salah sedikit, bubur itu bisa saja tumpah mengenai kakinya.

Rumah dalam keadaan sepi siang itu karena June sedang menghadiri rapat penting di perusahaan. Sebagai seorang direktur, suaminya itu tidak bisa seenaknya mangkir dari semua rapat penting. Mangkir rapat sama saja dengan mengatakan selamat tinggal pada uang ratusan juta.

Perusahan milik keluarga suaminya memang bergerak di bidang konsultan konstruksi, di mana dialah yang mengelola administrasi dalam kontrak kerja. Sebenarnya tugas June hanyalah pergi rapat dan menandatangi dokumen perjanjian kerja, beberapa pekerjaan ringan lainnya akan dia serahkan pada karyawan-karyawannya. Seperti pada Yugyeom.

Pintu kamar sang adik ipar Yuwen buka dengan sedikit kesusahan—karena kedua tangannya memegang nampan. Pemandangan pertama yang dia dapatkan adalah Jinhwan yang sedang terduduk di lantai samping ranjang, kedua tangannya setia menggenggam tangan Chanwoo yang sedang tertidur.

"Jinhwan." Panggil Yuwen. "Kau pergilah makan dulu, aku akan menyuapi Chanwoo di sini." Ucapnya setelah memastikan Jinhwan mendengar panggilannya.

"Aku saja yang menyuapi Chanwoo. Kau bisa makan duluan, Yuwen."

Yuwen menghela napas, dia meletakkan nampan yang dibawanya ke atas meja nakas. "Kau tadi pagi tidak ikut sarapan bersama June. Lambungmu masih kosong, kau mau ikutan sakit? Tidak kasihan pada Chanwoo yang akan sedih jika melihatmu sakit?"

Tidak ingin mendengar bantahan lain dari Jinhwan, Yuwen segera menghampiri ranjang Chanwoo dan membangunkan adik iparnya. Mengecek suhu tubuhnya terlebih dahulu kemudian mulai mengguncang pelan tubuh Chanwoo.

"Chan, bangun. Kau harus makan siang dulu lalu minum obatmu." Setelah Yuwen mengatakan itu, tubuh Chanwoo perlahan mulai bergerak.

Yuwen tetap pada posisinya, melihat bagaimana kelopak mata itu mulai terbuka dan menampilkan sepasang kelereng bulat milik Chanwoo.

"Nuna?"

"Hm?"

"Jinhwan hyung... mana?"

Pandangan Yuwen naik, memandangi seluruh sudut kamar dan tidak menemukan sosok Jinhwan. Kemudian dia kembali memandang Chanwoo yang masih berbaring. "Jinhwan sedang makan siang, kau mau kupanggilkan dia?"

Belum sempat Yuwen bangkit, tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Chanwoo. Perempuan muda itu memandang heran pada Chanwoo yang kini sedang menggeleng pelan. "Kenapa?" tanyanya. Namun yang dia dapatnya hanya gelengan lemah dari Chanwoo.

Merasa Chanwoo tidak akan mengatakan apapun akhirnya Yuwen berinisiatif untuk membantu adik iparnya itu untuk duduk menyender di kepala ranjang. "Kau makan dulu, OK? Setelah itu minum obatmu. Demammu juga sudah tidak setinggi kemarin."

Dengan cekatan tangan Yuwen mulai meraih sebotol air mineral dan semangkuk bubur yang masih mengeluarkan uap. Menyodorkan botol air mineral itu pada Chanwoo yang diterima dengan lemas olehnya.

"Aku tidak tahu kau suka bubur yang seperti apa, jadi aku membuatkanmu bubur dengan ayam rebus sebagai topping." Yuwen menyodorkan sesendok bubur yang sudah dia tiupi sebelumnya pada Chanwoo. "Mungkin rasanya tidak seenak masakan ibu atau Jinhwan, tidak apa-apa kan?"

Sesendok bubur itu masuk ke dalam mulut Chanwoo. Adik iparnya itu terlihat mengunyahnya barang sebentar kemudian menelannya dengan khidmat. "Masakan nuna yang terbaik."

JUNHWAN - [Amore] SEGRETO[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang