Just a Madara Doll
•
Suara burung berkicau membangunkan Rin keesokan harinya. Wanita itu bergelung ke samping, berniat tidur lagi namun karena teringat bahwa hari ini ia harus menemui Obito, Rin melompat dari kasur dengan buru-buru hingga membuat kepalanya pusing.Pagi ini masih pukul lima. Matahari belum kelihatan, namun Rin sudah mandi dan bersiap-siap untuk pergi. Wanita itu tidak sarapan, bahkan membuat sang ibu heran tiba-tiba anaknya berangkat sepagi ini.
"Mau kemana, nak?" Ibunda bertanya, membuat Rin yang sedang memakai sepatu menoleh.
Astaga, betapa kurang ajarnya dirinya. Batin Rin. Ia terlalu buru-buru sampai-sampai lupa berpamitan dengan sang ibu. Seusai memakai sepatu, Rin berdiri dan membungkuk ber-ogeji. "Kaa-san, aku pergi dulu!"
Sang ibu berdecak melihat Rin langsung berpamitan, tanpa menjawab pertanyaannya.
Rin berlari menuju gerbang Konoha. Mata coklatnya bertemu dengan onyx Obito yang menatapnya. Tsunade yang berada disana langsung menoleh pada Rin.
Gadis berambut coklat itu mengambil nafas beberapa kali setelah berlari. Untung saja, untung saja Obito masih belum berangkat dan ia sempat menemuinya sekarang.
Tsunade berdehem, memecahkan keheningan, "Baiklah, percakapan kita sudah selesai. Aku harus kembali." Ucapnya lalu berjalan mejauh dari kedua orang yang saling terikat perasaan itu.
"Rin.." Obito bergumam lembut, seolah-olah benar-benar memujanya.
"Jadi…" Rin berusaha agar suaranya tak terdengar goyah, seraya memaksakan seulas senyum pada Obito. "Kau benar-benar harus pergi ya..?"
"Aa.," Balas Obito tanpa memandangnya. Perhatiannya sejenak seolah terfokus ke arah lain dan ketika ia menoleh pada Rin, wajahnya sama tenangnya seperti sebelumnya, seakan tak pernah meninggalkan Konoha lagi.
Rin menarik wajahnya sedikit dan menatap lekat-lekat pria di depannya seakan baru pertama kali dia benar-benar melihatnya. Rasanya onyx yang mematikan itu tiba-tiba saja terlihat luar biasa indah.
Rin menahan napasnya dengan terkejut karena saat berikutnya Obito yang bergerak mendekat. Mempersempit jarak diantara mereka, "Aku mencintaimu.. Aku harus mengatakannya, aku tidak mau aku menyesal seperti dulu lagi."
Rin merasa jantungnya ingin meledak begitu saja. Ia mempunyai perasaan yang sama dengan Obito. Namun sebelum sempat Rin menjawab, Obito meraih jemari lentik itu dan meremasnya. "Kau… wanita paling mengagumkan yang pernah kutemui. Perasaan ini tidak pernah berkurang sedikitpun dari dulu."
"Bagaimana bisa…" Rin berusaha mengelak. "Bagian mana yang mengagumkan dari seorang wanita yang hatinya telah mati dan terkubur bersama masa lalu? Yang ada di hadapanmu ini hanyalah seorang jinchuriki yang tidak pernah dianggap oleh penduduk desa."
Obito mengeratkan genggamannya ketika Rin mencoba melepaskan diri, menggeleng sedih. "Jangan bersikap kejam pada dirimu sendiri, Rin. Kau tahu itu sama sekali tidak benar. Aku akan membuat mereka semua terdiam.."
Rin tersenyum mendengar perkataannya. Ia menatap onyx itu lama, hatinya menghangat. "Aku juga memiliki perasaan yang sama.."
Bibir Obito sedikit terbuka lalu sesaat kemudian ia tersenyum. "Arigatou.." Bibir pria itu kembali menemukan bibirnya, sementara tangannya meraih wajahnya, menyusupkan jemarinya yang panjang ke rambut di belakang telinga Rin.
Obito menciumnya dengan lembut, mengusapkan ibu jarinya ke kulit di pipi Rin perlahan.
Rin kemudian menemukan dirinya terdistraksi oleh sentuhan itu. Tubuhnya seolah lumer dalam kehangatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Rin lantas memiringkan kepalanya, membalas ciuman itu lebih dalam dan intens. Tangannya kini menemukan material biru tua di bagian depan pakaian Onito, mencengkeramnya, menariknya lebih dekat, sementara bibir mereka bergerak saling memanggut dalam harmonisasi yang membuatnya terkejut.
Sangat… lembut.
Mengerang kecil, Rin merasakan dirinya semakin bersemangat mencium Obito. Hingga akhirnya kebutuhan akan udara mendesak keduanya untuk memisahkan diri.
Dengan mata masih terpejam, Rin mencoba mengatur napasnya yang terengah. Dia juga bisa merasakan hembusan napas Obito yang hangat menerpa wajahnya. Hidung mereka yang bersinggungan.
"Aku sangat mencintaimu…"
Seiring dengan kata-kata yang meluncur pelan dari bibir Obito, Rin merasakan kehangatan menjauhinya. Ketika ia akhirnya membuka matanya, Obito sudah berdiri lebih jauh, seolah menjaga jarak.
Pandangan Rin terpaku pada genangan kecil di atas tanah sementara benaknya dipenuhi oleh pemikiran tentang apa yang baru saja terjadi.
Tak pernah terpikirkan olehnya ia akan melakukannya lagi. Dan orang itu adalah Uchiha Obito, yang kini tersimpan bersama cintanya pada keturunan klan Uchiha itu.
Pandangannya kemudian berpindah pada wajah Obito. Bibir yang terasa lembut dan menyenangkan. Rin tak dapat menahan dirinya tersenyum.
Sekali lagi Obito memajukan tubuhnya, mencium dahi gadis itu sebelum melepaskan pelukannya. Ditatapnya kedua mata Rin yang berkaca-kaca dengan penuh perasaan. Kemudian ia mengulurkan tangannya, menyusurkan jemarinya di rambut coklat Rin yang lembut.
"Jika saja kau tahu sejak dulu aku selalu ingin melakukan ini, menyusuri jari-jariku di rambutmu, wajahmu, untuk bersamamu." Pria itu berujar pelan
"Bagaimana pun, Kakashi adalah pria pertama yang kau cintai." Ujar Obito setelah beberapa saat terdiam. Perlahan pria itu menurunkan tangannya dari rambut Rin. "Tak ada yang dapat mengubah kenyataan itu, dan itu selalu membuatku merasa selalu berada di bawah bayang-bayangnya."
Obito berhenti sejenak, sebelum melanjutkan ketika Rin tidak menanggapi, "Aku ingat semuanya tentangmu… Bagaimana dirimu dulu sangat mengagumi sosok Hatake Kakashi."
"Obito…"
Obito tertawa kecil, pahit. "Sementara seiring berjalannya waktu, juga dengan sebuah peristiwa yang membuatku meninggalkan mu, perasaanku padamu semakin mendalam."
"Bagaimana kau begitu yakin?" Rin bertanya dengan suara pelan, "Bukankah kau kehilangan ingatan?"
Obito terdiam lalu menyunggingkan senyuman, "Aku tidak ingat siapa dirimu waktu itu. Tapi, entah kenapa hatiku benar-benar ingin melindungimu. Aku ikuti apa kata hatiku, agar aku tidak menyesal nantinya."
Air mata Rin menetes lalu cepat-cepat gadis itu mengusapnya, "Kau pasti menderita," komentar Rin parau. "Aku sudah jatuh cinta padamu sejak aku mengira bahwa kau sudah meninggal. Aku mengira semuanya sudah terlambat.."
"Setelah semua yang kita lewati bersama-sama, mana bisa aku tidak jatuh cinta padamu? Benar, Kakashi ada laki-laki pertama yang kucintai. Tapi kau.. kau telah menciptakan tempatmu sendiri di hatiku yang tak bisa dibandingkan dengan apa pun. Aku mencintaimu, Uchiha Obito. Demi Kami-sama, aku sangat mencintaimu sampai rasanya dadaku mau meledak."
Mendengar kata-kata yang meluncur dari bibir Rin, membuat wajah Obito melembut. Hatinya dipenuhi perasaan haru dan kelegaan. "Aku tahu…" balasnya.
"Berjanjilah padaku, Obito…" Rin menatap kedua bola mata Obito lekat-lekat, "Berjanjilah kau tidak akan meninggalkan ku lagi setelah ini."
Obito menjawab dengan anggukan. "Aa. Aku berjanji…"
Setengah terisak, setengah tertawa, Rin melempar kedua lengannya ke leher Obito, memeluknya erat-erat dengan penuh rasa syukur. Semuanya masih belum terlambat.
Mereka masih memiliki kesempatan untuk memulai kehidupan baru yang bahagia dari awal. Dengan keyakinan bahwa mereka berdua saling mencintai, apa pun yang akan mereka hadapi kelak, mereka pasti bisa melewatinya.
_____
Vote comment and share
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST A MADARA DOLL { Obito X Rin }
FanfictionObito Uchiha kehilangan ingatannya setelah tertimpa batu pada perang dunia shinobi ke-tiga. Ia kemudian diselamatkan oleh Madara Bagaimana jika Rin masih hidup? • Pairing/Character : [ Obito x Rin ] Genre : Romance, Friendship, Slice of life, etc ...