19) Blucione

42 16 4
                                    

"Yeee... akhirnya ke pantai!" seru Yudha.

"Yuhuuuu... pantai i'm coming." Devan ikut meneriakkan suaranya.

Mobil pick up ini membuat angin menyapu anak rambut di wajah Jingga.

Mereka menggunakan mobil bak terbuka agar bisa menghemat biaya. Sekali angkut sudah memuat sembilan anak.

Biru, Devan, Yudha, Kavi, Jingga, Diva, Vira, Maudy, dan Sandra, bisa diangkut dalam sekali jalan.

Mereka semua sangat bersemangat ketika mobil itu telah sampai di tempat tujuannya.

"Karel?!" ucap Devan kaget saat menemukan Karel berdiri di samping motornya.

"Hai." Karel menurunkan kacamata hitamnya.

"Karel?!" Diva ikut kaget. "Kok lo bisa ada disini?"

Karel tertawa samar.
"Yudha ngijinin gue kok, jadi gak masalah kan kalau gue gabung?"

"Oh iya gue lupa," Yudha menghampiri teman-temannya yang mengerumuni Karel. "kemarin gue ngajak Karel buat ikut sama kita. Biar jumlahnya genap, kan enak tu kalau mau bagi-bagi biaya." Yudha menaik-naikkan alisnya.

Semuanya mengangguk. Biru segera berlalu dari kerumunan itu, bola matanya memutar, malas.

"Dannn....biaya ongkos Karel yang bayarin. Jadi kalian harus baik-baik sama dia." Yudha menginformasikan.

"Wihh, makasih ma bro!" Devan merangkul Karel sok akrab.

"Yaudah buruan bangun tendanya." pinta Yudha.

"Ga, gue bantu." tawar Karel pada Jingga yang membawa barang-barang.

"Gak usah." balasnya cuek.

Meski Jingga bilang tidak, namun Karel merebut barang-barang yang dibawa Jingga ke tangannya.
Jingga hanya bisa memaklumi sifat Karel yang menurutnya sok gentel.

"Mau bangun tenda dimana?" Kavi mencari-cari tempat yang nyaman.

"Situ aja tuh." tunjuk Devan. "Di deket pohon-pohon Cemara."

"Pohon Cemara?" Jingga mengulang pernyataan Devan. Ia melihat sekeliling tepi pantai yang penuh dengan pohon indah itu.

"Ga."

Jingga masih menatap sekumpulan pohon itu.

"Ga!" Diva menepuk pundak Jingga.

Jingga sontak menoleh dan mengangkat alisnya.

"Lo lihatin apa sih? Ayo buruan kesana." Diva mendahuluinya.

Setelah sekian lama, dengan terpaksa Sandra menginjakkan kaki di tempat ini. Tempat yang benar-benar ia benci. Karena disinilah ia melihat mamanya tewas.

Seolah pandangannya sekarang mengingatkannya pada kejadian dulu.

"Nyiksa diri sendiri. Harusnya lo gak usah paksain." Biru melewati Sandra.

Sandra dengan sigap menyusulnya.
"Gimana sama kamu? Bukannya pantai juga tempat yang tragis buat kamu?"

Biru menyunggingkan senyum.
"Seenggaknya ada satu kenyataan bagus yang gue tahu."

Sandra tak mengerti maksud Biru. Kenyataan? Apa sesuatu yang baru ia ketahui?

"Ahhh..." Sandra memegang kepalanya. Sesuatu tiba-tiba menyerang kepalanya.

"Sann, lo gak papa?" Maudy berusaha membantu.

Vira melingkarkan lengan Sandra di bahunya.

"Duduk dulu." Maudy mengambilkan kursi lipat.

Jingga BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang