20

1.1K 98 10
                                    

Enggak. Jea tidak sejahat itu teman-teman. Jea itu orangnya pemaaf, mudah banget memaafkan seseorang yang udah nyakiti dia. Bagi Jea, dendam itu nggak perlu, yang ada malah buat kita gelap mata.

Sekarang Jea dan Jirana lagi dikantin, tentang hubungan Jirana dan Jaemin juga selesai. Jaemin yang memutuskan, Jirana nerima aja bahkan dia malah merasa bersalah banget kalau gini.

Keadaan Jaemin sekarang kacau banget. Kata Haechan dan Jeno selaku sahabat karib Jaemin, semenjak terakhir kali Jaemin mengajak Jea untuk bertemu, Jaemin mulai berubah.

Memang keliataannya nggak ada yang berubah dari penampilan cowok bermarga Na itu. Perubahannya terlihat pada sikapnya, jadi lebih pendiam, emosional, nggak terlalu sosialisasi sama orang-orang. Nggak kayak Jaemin yang dulu mereka kenal sebagai Jaemin yang ceria.

"Jea." Jea menoleh kearah Haechan disampingnya yang memanggilnya dengan raut wajah sedikit murung.

"Iya kenapa, Chan?"

"Bisa ikut gua ke rooftop bentar nggak? Ada yang mau gua sampaikan." Jea mengangguk lalu mengikuti Haechan menuju rooftop. Jirana diam doang, kayaknya dia tau sedang ada apa.

"Kenapa, Chan?" Jea menepuk bahu Haechan begitu sampai di pintu rooftop.

Haechan menghela nafas pelan, "Lu liat disana." Haechan menunjuk kearah ujung rooftop, ada sofa dengan tirai putih di ujung sana. Jea mengerutkan dahinya bingung.

"Jaemin mau ketemu sama lu. Dia nggak mau makan sama sekali dari lima hari yang lalu-- kalau nggak ditemani sama lu." Jea sedikit kaget dengan kelakuan Jaemin yang menurutnya sangat aneh ini.

"Gua udah bilang lu nggak bisa, tapi dia nggak mau." Lanjut Haechan lagi.

"Gua minta tolong ke lu ya, makasih Jea." Haechan pergi dari rooftop ini meninggalkan Jea yang sebenarnya masih bingung.

Kaki Jea melangkah mendekati tirai putih dengan sofa bewarna cream itu, mendapati Jaemin yang sedang tiduran dengan posisi tengkurap.

Berantakkan banget disini, beberapa barang yang seharusnya di meja sofa itu berhamburan ke lantai rooftop. Handphone Jaemin bahkan tergeletak begitu saja.

"Jaemin." Jea memepuk bahu Jaemin pelan, Jaemin sedikit bergerak.

"Eungh." Tatapan mereka bertemu, Jaemin langsung tersenyum sumringah.

"Jea."

Jaemin duduk di sofa sambil memperbaiki baju dan rambutnya. Jea berdehem, lalu duduk di samping Jaemin.

"Udah makan?" Tanya Jea basa-basi, Jea kan udah tau kalau Jaemin belum makan lima hari.

"Udah, barusan Jeno datang bawa nasi goreng." Jea tersentak pelan, Jaemin beneran?

"Beneran? Nggak ada skip makan kan?" Tanya Jea lagi.

"Nggak ada sama sekali, aku juga nggak tahan kali kalau nggak makan."

"Nggak bohong kan, Na Jaemin?"

"Kamu khawatir?"

Jea melotot, lalu menggeleng pelan. Jaemin cuman terkekeh lalu mengacak rambut Jea.

"Kata Haechan belum makan lima hari." Jea menunduk sambil memainkan jarinya sendiri, sedangkan Jaemin berdiri di pinggir tembok rooftop sambil menatap Jea.

"Haechan?" Jaemin tertawa lepas mendengar ucapan Jea barusan. Jea menatap Jaemin bingung.

"Kenapa?"

"Percaya Haechan? Kamu di jahilin tuh." Jea melotot kesal, memang ya Lee Haechan.

"Bangsat. Dahlah gua pergi."

"Eh tunggu."

ex, na jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang