[20] HH : Leave Me Alone

2.2K 319 26
                                    

Pukul 05

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 05.00 pagi, Hikari terbangun karena mendengar suara putri kecilnya itu menangis. Hanabi bahkan sesenggukan, berapa kali pun dia mencoba untuk menenangkan, namun putri kecilnya tetap menangis dan terus meneriaki nama Hinata.

Dia tidak mungkin akan tahu kalau gadis itu tidak ada di rumah, jika Hanabi tidak menangis. "Ke mana dia pergi?" Hikari buru-buru mengambil mantelnya, dia juga memakaikan jaket tebal berbulu pada putri kecilnya.

Suara dari arah pintu mengalihkan perhatiannya. Hikari bergegas langsung untuk memeriksa, dan di saat itu dia merasa lega karena mendapati Hinata berdiri di sana. Gadis itu tidak pernah keluar pada saat pagi-pagi buta, ia sangat mengetahui bagaimana sifat Hinata. "Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak ada di kamar?"

Hanabi berlari memeluk Hinata, anak kecil itu semakin menangis di dalam pelukannya. "Aku hanya berjalan mengelilingi kompleks bersama Kakak."

"Di pagi buta seperti ini?"

"Ya, dia sangat tahu kalau aku tidak bisa tidur karena surat yang diberikannya itu padaku." Hikari bergeming di tempatnya, meneliti gadis itu. Namun matanya malah tertuju ke arah kantung mata yang terlihat jelas di sana. Wajah itu bahkan terlihat begitu sembab, gadis itu baru saja menangis, pikirnya.

"Kau yakin baik-baik saja?" tanya wanita itu untuk memastikan, meskipun dia tahu kalau Hinata tidak akan menjawab dengan jujur ̶ ̶ apa sebenarnya yang telah terjadi.

Helaan napas terdengar berat di sana, "Bu, hari ini aku tidak sekolah. Mungkin sampai lusa atau ... aku akan kembali ke sekolah saat pikiranku benar-benar tenang." sesuai dengan dugaannya, bahwa gadis itu akan mengabaikan dirinya. Tentu ini semakin membuatnya khawatir.

Hinata mengusap kepala Hanabi, sebelum meninggalkan mereka dan menaiki tangga. Saat dia berada di anak tangga kelima, ia menghentikan langkahnya. "Terimakasih karena telah mengkhawatirkanku, untuk saat ini biarkan aku dengan tenang."

Di tempatnya wanita itu bergeming, bahkan matanya tidak pernah lepas memandangi putrinya itu. Sampai saat ini, dia begitu sulit untuk memahami Hinata. Ia selalu percaya bahwa gadis itu merupakan gadis yang baik. Meskipun dari luar gadis itu terlihat tidak peduli pada sekitarnya, namun Hikari tahu kalau Hinata merupakan orang yang begitu peduli dan selalu memikirkan perasaan orang lebih dulu.

"Apa dia memarahimu?" suara dari arah pintu mengejutkan dirinya. Hikari tidak begitu mengenal baik, namun dia tahu kalau lelaki itu merupakan kakak kandung Hinata. "Jangan pernah sungkan untuk menghubungiku, karena sampai kapan pun kau tidak akan pernah mengerti tentangnya."

"Terimakasih, aku akan menjaganya baik-baik."

"Tidak perlu," jawab Hamura dengan cepat. Mata dinginnya memandang sinis ke arah wanita itu. "Karena kau bukan ibu kandungnya." setelah mengatakan kalimat itu, Hamura mengambil langkah mundur untuk segera pergi.

Tidak pernah sekali pun dia merasakan sakit hati saat mendengar langsung kalimat sinis itu. Bagaimanapun juga, apa yang dikatakan lelaki itu adalah benar. Mereka pasti selalu berpikir, kalau dia merupakan orang yang merusak rumah tangga ibu mereka. Mungkinkah itu yang membuatnya sulit untuk mencoba mendekat dengan Hinata?

Hidden HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang