Pandangan mata tertuju pada arah sudut kantin, mereka memilih untuk tetap berada di kursi dan menikmati makan siang. Daripada ikut untuk melihat apa yang telah terjadi di sana. Beberapa dari mereka sudah paham, tentu itu merupakan bullying yang sering terjadi dan menjadi tontonan yang menarik. Tetapi ada kala rasa bosan menghampiri untuk sekadar melihat.
"Ah, itu pasti anak yang sama."
"Dia hanya diam tanpa melakukan perlawanan, terkadang aku bosan melihat pertunjukan yang sama."
Suara itu berhasil mengalihkan Naruto dari layar ponselnya. Ia mengedarkan pandangan, matanya fokus pada arah anak perempuan yang tengah merundung. Ini bukan pemandangan pertama yang dilihat olehnya, tidak pernah tahu siapa yang menjadi korban di sana. Namun tidak pernah ada niatan dalam dirinya untuk mencari tahu.
"Oh, apa tidak ada tempat lain selain di kantin?" Deidara menghela napas, ini membuatnya merasa bosan. Setiap kali ia ke kantin bersama teman-temannya, selalu pemandangan yang sama didapatkan dari tempat duduknya. "Anak perempuan itu benar-benar menyebalkan." gerutunya kesal.
Sasuke menatap Naruto yang terlihat begitu tertarik. "Kau ingin tahu siapa yang menjadi korban di sana?"
"Kau tidak tahu siapa di sana?" Dei menatap terkejut, sungguh luar biasa jika temannya itu tidak mengetahui. Namun itu bukanlah hal yang biasa, mengingat bagaimana Naruto yang bersikap acuh tak acuh pada orang lain.
Naruto mengedikkan bahunya. Ia juga tidak penasaran siapa di sana yang menjadi korban, dia juga tidak terlalu banyak mengenal anak perempuan. Karena baginya mereka terlalu berisik dan membuat sakit kepala. Pun begitu juga laki-laki yang terus menatap dirinya takut. Menjadi berandalan di sekolah dan terlibat pertarungan dengan sekolah lain, membuat mereka takut berurusan dengan Uzumaki Naruto.
"Dia anak kelas sebelah. Kau ingin menolong? Aku yakin mereka semua akan berlari dalam hitungan detik saat kau berdiri di sana." Dei terlihat antusias, bahkan membujuk Naruto untuk segera melakukan keinginannya. Bukan karena iba, hanya saja mengganggu pemandangan.
"Tidak. Aku tidak berminat menjadi pahlawan."
"Oh, ayolah."
"Hentikan Dei." Sasuke menyela, mencoba memperingati. Bisa-bisa Naruto mengamuk tanpa alasan yang jelas, mengingat pemuda itu memiliki sifat temperamen yang kelewatan gila.
Sasuke melirik si pirang yang terlihat tenang dan tidak terganggu. Ia menghela napas lega, pemuda itu mengedar pandangan. Terlihat jelas kalau Naruto begitu penasaran dengan perempuan di sana.
"Kau penasaran?" Naruto tersentak, segera mengalihkan pandangan. Sasuke tahu kalau temannya itu tidak akan menunjukkan perasaan secara langsung. Ia juga tidak ingin memaksa untuk mengatakan dan memilih untuk menunggu pemuda itu membuka suara. Meskipun mustahil.
"Sudah aku katakan tidak," dia memperjelas, tidak ingin mencari keributan. Ia memilih mengambil ponsel, melihat beberapa notifikasi pesan masuk. "Sial." Naruto mengumpat, bahkan membanting ponselnya tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Heart
FanfictionNaruto selalu terlibat dengan perjodohan yang direncanakan ibunya. Membuatnya begitu lelah harus menghadapi masalah yang sama. Entah apa yang membuat ibunya begitu memaksa dirinya agar menikah. Itu merupakan suatu hal yang menyebalkan baginya. Naru...