Binar bahagia yang biasa kulihat di kedua irismu kini mulai meredup.
Dibawah kegelapan kamu bersembunyi, menghalau orang lain ikut membiru.
Dengan badan yang bergetar hebat, kamu melirih, "Bersamamu, Desember tak akan se-beku dulu. Bersamamu, Desember akan memberiku pelukan hangat yang tak luruh-luruh. Tidakkah kamu mau?"
Sisa malam itu kamu habiskan untuk duduk disamping brankar, menggenggam tangannya erat sambil berharap dapat mengulang waktu.
•••
Dan pagi itu adalah pagi tersuram dalam dua puluh lima tahun hidupmu.
Ceritamu dipeluk sendu dan kamu pun menangis pilu saat wajahnya tak lagi memerah hangat.
Garisnya telah berubah menjadi lurus, dan kamu pun menyerah pada keputusan Tuhan.
Kamu melepasnya walau tak pernah mudah untuk menjadi ridha.
Seiring dengan peluk yang mengerat, harapku pun menguat.
Semoga Desember berikutnya tak sedingin sekarang.
•••
dee| 7:44 am
KAMU SEDANG MEMBACA
Parfait en Ruine
PoesieOur story is imperfect, yet beautiful and worth remembering.