Harusnya aku bisa melukiskanmu layaknya van Gogh pada setiap karyanya, tetap indah meski hatinya patah.
Bukan hanya monokrom, hitam putih yang menjemukan dan tanpa makna.
Harusnya, aku bisa menunjukkan pada Semesta, betapa istimewanya kamu.
Bukan malah mengucap sepatah-dua patah kata teramat sederhana dengan bibir kelu.
Harusnya, aku bisa menerjemahkan ketulusanmu, bahkan pada penyair paling awam.
Bukan malah membiarkannya hanyut tak berjejak dalam sungai tanpa riak.
Harusnya, satu dasawarsa terakhir cukup untuk membuatku berbaik sangka.
Bukan malah membiarkan maafku terkikis rasa ego hingga berkarat.
Ah, maafkan aku yang selalu menarikmu kedalam pusaran sesal tak berkesudahan.
Maafkan aku yang selalu bersembunyi dan berlindung dibalik angan-angan semu.
Tidak mudah untuk melepaskanmu, jadi berikan waktu.
•••
dee| 1:26 am
KAMU SEDANG MEMBACA
Parfait en Ruine
PoetryOur story is imperfect, yet beautiful and worth remembering.