Thirty

838 30 0
                                    

"Congratulation, sayang!"

Satu pelukan diberikan Ivan kepada Vanny yang baru saja menggunting pita grand opening cabang kedai barunya. Kecupan singkat tidak lupa ia layangkan di kening sang istri.

Buket bunga mawar putih kesukaan Vanny yang lumayan cukup besar diberikan Ivan sebagai apresiasi atas semakin luasnya cabang usaha yang istrinya dirikan.

Apa yang keduanya lakukan berhasil membuat para tamu yang hadir memekik tertahan. Terbawa suasana akan keromantisan pasangan suami istri yang hari ini menjadi pemeran utama.

"Selamat yaaa sahabat terbaikku!" Davina tidak mau kalah, turut memberikan pelukan ucapan tanda selamat kepada sang sahabat. "Bahagia selalu yaaa, calon bunda dan baby-nya," ujar Davina dengan binar kebahagiaan di matanya.

Senyuman Vanny merekah lebar. Bersyukur acara yang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari berjalan dengan lancar tanpa kendala berarti. Bertambah bahagia, karena ayah dan mertuanya turut menghadiri acara pada hari ini. Juga beberapa rekan bisnis yang telah menjadi costumer tetap di kedainya.

Mengembuskan napas lega, Vannya lantas menatap sang suami yang tengah merangkulnya mesra. "Thank you so much. Ini semua berkat kamu," katanya kemudian.

Tersenyum tipis, Ivan menyahut, "anything for you, sayang. Karena kamu, kalian, merupakan prioritas utamaku." ujarnya sambil mengusap perut Vanny.

Seketika, perasaan Vanny menghangat. Ivan sudah jauh berubah dari yang dulu. Semua dimulai sejak Vanny mengandung. Hubungan keduanya kian rapat. Namun, tidak menutup kemungkinan jika ada celah yang dapat membuat cicit badai menyelinap.

"Menantu Mama emang the best!" Nina mengacungkan dua jempol sambil setelahnya mengusap lengan atas Vanny. Senyumnya merekah tulus. Membuat Vanny merasa amat disayangi. Membuat hati merasakan kehangatan kasih sayang seorang ibu yang sudah lama pergi.

"Makasih, Ma. Ini juga 'kan, berkat doa Mama," sahut Vanny membalas.

Perlahan, Vanny akhirnya bisa membiasakan diri berada di kerasnya lingkungan keluarga Whitelaw. Untuk sampai pada titik sekarang, ia telah melewati cukup banyak rintangan.

Tanpa sengaja, ekor mata Vanny menangkap sosok sang ayah yang tengah duduk di sudut kedai sembari menatap ke luar jendela.

"Hampiri sana!"

Vanny tersentak, saat bahunya ditepuk oleh seseorang yang tidak lain adalah suaminya. Menatap Ivan, dengan rasa ragu di hati, Vanny akhirnya menghampiri sang ayah.

Derit kursi yang ditarik, mau tidak mau menarik perhatian Aiwin. Pria paruh baya yang seri mukanya menghilang belakangan ini itu menoleh ke arah depan. Mendapati anak sulungnya yang sudah duduk di kursi, dengan sedikit paksaan Aiwin mengulas senyum. "Vanny," gumam Aiwin.

"Papa," sapa Vanny yang disambut senyum kecil oleh Aiwin.

Netra Aiwin berkeliaran menatap setiap sudut kedai milik sang anak. "Seleramu persis seperti mamamu," kata Aiwin tiba-tiba.

Tubuh Vanny menegang sesaat. Tidak menyangka, sang ayah akan membahas tentang almarhumah ibunya. "Mama?" beo Vanny. Sekadar ingin memastikan.

Kepala Aiwin mengangguk. "Iya, mamamu." Pandangan Aiwin kemudian fokus ke arah Vanny. Menatap lekat sang anak. "Maafin Papa, ya?"

"Vanny juga minta maaf," sahut Vanny dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Dari dulu, Papa sudah tidak setuju, jika kamu dekat dengan bundamu. Dia … perempuan licik yang hebatnya bisa membuat Papa perlahan jatuh cinta kembali."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

White Rose (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang