22. Sunset For Them.

1.5K 317 505
                                    

Hello!
Apa kabarnya?
Semoga sehat terus, yoo.
Jangan lupa kritik dan sarannya.
Serta mohon ditegur apabila memiliki kesamaan dengan cerita orang.
Semoga suka.
Selamat membaca^^

***

"Rindu adalah pertemuan yang tertunda."

***

"Ini bukan jalanan ke rumah Wakil Presiden."

Rachel yang kebetulan tahu arah jalanan menuju rumah wakil Presiden China langsung mengucapkan kalimat tersebut ketika mobil yang ditumpanginya tidak menuju ke arah yang benar.

"Apa Anda tahu rumah baru beliau, Nona?"

Rachel memicingkan matanya. Membuat Stefy meliriknya.

"Maaf. Saya tidak memberitahunya."

Stefy menatap Rachel. "Aku lupa memberitahumu bahwa wakil Presiden akan tinggal di rumah barunya selama kita merawatnya. Terletak jauh dari kota agar tenang."

"Apa kau sudah mengecek lokasinya?"

Stefy menggeleng. "Asistennya sendiri yang langsung menghubungiku."

Perasaan Rachel tidak enak. Ia tahu bahwa ada yang tidak beres. Pasalnya, kemarin ayahnya menghubunginya. Ia mengatakan mendapat undangan untuk menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan di rumah dinas milik wakil Presiden karena rumahnya yang baru belum ia tempati setelah istrinya dinyatakan meninggal beberapa bulan yang lalu.

Dan meskipun ia sudah menempati rumah baru tersebut, arah jalanannya tetap berbeda. Rachel ingat jelas alamat yang ayahnya sebutkan padanya.

Ia berani bertaruh bahwa ia saat ini berada di jalanan yang berbeda. Well, dia cukup kenal dengan China.

"Apa kita akan sampai?" tanyanya pada supir tersebut.

"Sebentar lagi kita akan sampai, Nona."

Rachel mengangguk singkat. "Periksa alat-alatmu, Dokter Stefy Kim. Periksa apakah sudah lengkap atau belum."

Stefy mengangguk. Ia lalu meraih kotak alatnya dan memeriksa isinya. Begitu juga dengan Rachel.

"Eoh? Bangunan apa itu?"

Rachel tiba-tiba menunjuk sebuah bangunan yang mereka lewati. Dan di saat supir tersebut menoleh mengikuti arah tunjuk Rachel, Rachel dengan cepat menyelipkan sebuah pisau bedah pada celana bagian dalamnya.

"Itu adalah museum baru, Nona."

Rachel mengangguk singkat. Lantas ia meletakkan kembali kotak alatnya. "Aku sudah lengkap."

"Aku juga."

Perempuan tersebut meraih tasnya dan memeriksa isinya. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya pada supir tersebut.

"Karena nanti kami akan sibuk, bisa tolong pegang ponselku? Akan ada rekan kami yang menghubungi nomor ini ketika ia sampai China. Saya takut tidak bisa mengangkatnya."

Supir tersebut tersenyum kemudian meraih ponsel Rachel. "Baik, Nona."

Bersamaan dengan itu, Rachel lagi-lagi menyelipkan satu ponselnya di celana bagian dalamnya.

Sejujurnya ia takut punggungnya akan terluka karena ia menyelipkan sebuah pisau bedah di sana. Ia juga memikirkan bagaimana jika ponselnya meledak karena terlalu panas.

Namun, otaknya tidak bisa memikirkan cara lagi selain cara tersebut.

Tak lama setelah itu, mereka sampai di depan sebuah rumah besar. Letaknya betulan jauh dari kota. Dan rumah itu terletak di pedalaman.

After 1825 Days (RSB 13) (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang