Sembilan

287 20 26
                                    

"Maya, kenapa wajahmu pucat sekali? Kamu tidak apa-apa?" Tanya Masumi ketika melihat wajah Maya pucat pasi setelah mendengar ucapannya.

Maya memilih tidak menjawab dan menyembunyikan tangannya yang gemetar dan membawa piring- piring makan mereka ke wastafel, Maya memilih menyibukkan diri dengan spons dan sabun cuci piring.

Piring ditangan Maya seakan- akan hendak meluncur turun, sekuat tenaga Maya mencengkramnya kuat- kuat. Pikiran Maya sudah kalut dan mengembara kemana- mana. 

Begini amat rasanya patah hati, pantesan orang- orang ribut mau bunuh diri, rasanya memang sesak sampe ke ulu hati, duh emak...kira- kira kapal masih ada tidak ya buat ke Tokyo?

"Hei mungil, kamu kenapa?" Masumi mengulangi pertanyaannya. Saat melihat gadis dihadapannya tiba- tiba berubah menjadi patung es.

"Eh... Uhm..aku...aku tidak apa- apa Pak Masumi, apa boleh aku ke toilet?" Tanya Maya ketika sudah menyelesaikan mencuci piring- piring mereka.

"Ya.. tentu saja , kau bisa gunakan toilet dikamar tamu dilantai dua, aku temani." Masumi tentu saja tahu alasan mengapa sikap Maya langsung berubah, padahal kalimat itu sudah diujung lidahnya, sudah nyaris dia ucapkan, nyaris saja, tapi kali ini dia tidak ingin gadis dihadapannya ini salah paham lagi, dia tahu waktu mereka masih banyak, toh memangnya Maya bisa kemana? Mereka saat ini berada di Pulau, dan transportasi ke Tokyo paling cepat baru ada besok pagi.

Saat memasuki kamar dilantai dua, Maumi membuka pintu kamar  dan Maya tersenyum saat mendapati di Vas bunga di dekat meja rias terdapat setangkai mawar Ungu dan diatas tempat tidur tas perlengkapan Maya telah diletakkan disana.

"Terimakasih Pak Masumi, sungguh aku tidak apa- apa jika tidak mendapat  Mawar Ungu lagi, anda sudah banyak berbuat baik untukku." Ucap Maya lirih, dan kini airmata mulai menggenang dikedua bola matanya, dia memilih menatap langit- langit kamar.

"Kamu tahu aku akan selalu menjadi Mawar Ungu untukmu, meskipun aku tidak bisa mengirimkannya setiap saat seperti dulu, aku akan selalu berada dibalik kesuksesanmu. Aku menunggumu di teras, jika kau sudah selesai. " Ucap Masumi, pria itu menelisik  wajah gadis dihadapannya yang kini terlihat gelisah, dia tahu masih banyak salah paham yang terjadi diantara mereka dan  ingin dia luruskan.

" Terimakasih Pak Masumi, anda selalu baik padaku. Aku yakin akan baik- baik saja mulai sekarang." Maya masih berusaha memberikan seulas senyum sebelum menutup pintu kamar dan berlari kedalam kamar mandi.

Masumi tahu, Maya melarikan airmatanya, Maya berusaha terlihat tegar dihadapannya, selalu saja begitu , mereka sering salah paham, dia berkata ke Utara, Maya malah berfikir ke Selatan. Tapi Masumi bertekad menghentikan kesalahpahaman itu malam ini. Dia tidak akan membiarkan Maya berfikiran konyol tentangnya.

Sesaat sebelum Maya menutup pintu kamar, pemikiran aneh merayap dalam benaknya, entah mengapa saat melihat kamar mewah di Kapal Astoria yang disiapkan oleh Shiori, seketika dia  ingin melarikan diri dan ingin segera turun dari Kapal tersebut, tapi saat ini pikiran yang dulu ingin dibuangnya jauh- jauh, bahkan meskipun Shiori sering memprovokasinya, dia tidak pernah berfikir sampai sejauh seperti saat ini, kini pikiran itu malah menari -nari dibenaknya.

Astaga sadar Masumi, jangan Omes, gadis itu akan ketakutan dan melarikan diri jika mengetahui pemikiranmu!!! Tahan dirimu!!

Masumi memilih duduk di teras yang menghadap ke laut. Langit malam hari ini begitu cerah, sehingga bintang terlihat sangat banyak.

Menatap taburan bintang dilangit selalu saja bisa membuatnya tenang, sekalut apapun pikirannya, dan hanya satu orang gadis yang bisa memahami itu, bahkan Shiori tidak pernah memahami dirinya, yang dia lihat bukanlah bintang saat malam hari melainkan gemerlapnya lampu- lampu kota. Masumi tahu, selama masa pertunangannya dengan Shiori, dia hanya berusaha menjalankan kewajibannya saja, memenuhi keinginan Shiori, mereka bukanlah pasangan kekasih, tidak ada ketertarikan dan kenyamanan hanya dari bicara, Masumi tidak pernah menemukan itu, tidak ada perasaan rindu menggebu- gebu ataupun perasaan hangat setiap kali dia berada di dekat Shiori. Kini dia baru mulai memahami apa itu bahagia.

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang