Empat belas

246 19 22
                                    

"Aku pulang...." Suara Masumi terdengar ketika pria 31 tahun itu membuka pintu masuk  Villanya, senyumnya mengembang saat dia melangkahkan kaki masuk kedalam ruangan yang kemudian penciumannya disambut oleh wangi masakan.

"Haaai, selamat datang.." Suara riang yang berasal dari dapur menyambut sapaannya.

Mendengar suara yang amat dirindukannya setelah 10 hari tidak bertemu dan hanya dicukupkan dengan saling berbalas pesan atau panggilan telepon, membuat Masumi mempercepat langkahnya, dia melempar tas kerjanya kearah sofa dan segera menangkap tubuh mungil yang berjalan mendekat kepadanya dengan senyum lebar.

"Ah rindunya dengan pacarku yang mungil..." Seru Masumi

Maya yang tadinya tersenyum kini berubah mencebik " Mengapa kedengarannya anda malah mengejekku ya." Meskipun begitu dia menghambur memeluk Masumi dan berlama- lama menyurukkan wajahnya ke dada pria itu. Menghirup wangi khas maskulin campuran parfum mewah dengan aroma pelembut pakaian dan wangi tubuh Masumi, membius penciuman Maya, dan saat memeluk Masumi kelegaan luar biasa memenuhi rongga dadanya.

Masumi terkekeh dan dia balas memeluk Maya dengan erat, tidak membuang kesempatan Pria itu bertubi- tubi melayangkan kecupan ke puncak kepala Maya.

"Rasanya seperti sudah dirumah." Ucap Masumi lega.

"Anda memang sudah tiba dirumah kan? Ini rumah rahasia milik Masumi Fujimura." Balas Maya sembari tersenyum geli. Ya, rumah persembunyian dan satu- satunya tempat dimana mereka berdua tidak perlu berakting satu sama lain. Tempat dimana mereka tidak perlu berpura- pura dan bebas menjadi diri sendiri.

"Aku minta ciumanku." Ujar Masumi setelah Maya mengendurkan pelukannya.

"Hah..?" Wajah mungil itu langsung berubah merah.

"Aku minta sekarang, daripada kamu harus menciumku setengah sadar atau sembunyi- sembunyi menciumku saat aku tidur nanti, lebih baik sekarang saat aku  sadar." Pria itu menelan senyumnya ketika melihat gadis dipelukannya menjadi salah tingkah.

"Jika aku tahu anda akan menjadikan malam itu bahan olok- olokan hingga kini, aku seharusnya berfikir panjang sebelum mencium anda saat itu atau jangan- jangan anda hanya pura,---" 

Ucapan Maya terpotong. Tangan besar Masumi sudah menangkup wajahnya, dan membuatnya tengadah, sementara Masumi membungkuk dan mencium bibirnya, mula- mulanya hanya sekedar menyentuhkan bibir mereka berdua, tapi ketika Masumi menjauhkan bibirnya sedikit, dia melihat kelopak mata Maya bergerak menutup, dia tahu gadisnya juga menginginkan ciuman itu lagi, seketika dia menarik Maya lebih rapat kedalam pelukannya, dan kedua lengan Maya melilit lehernya, membuatnya tetap membungkuk dan melumat bibir Maya, saat lidahnya menjelajah mulut Maya, erangan lolos dalam tenggorokan gadis itu dan membuat Masumi semakin memperdalam ciuman mereka,  sebentar saja mereka tersesat dalam ciuman yang lama dan panjang.

Maya gemetar ketika Masumi melepaskan ciuman mereka kedua tangannya sudah merosost kebawah dan berpegangan pada kerah jas Masumi. Lututnya lemas seperti agar- agar swallow kebanyakan air.

"Uhm...kurasa sebaiknya kita segera makan, nanti keburu dingin makanannya." Cicit Maya dengan suara kecil, dia masih menyembunyikan wajahnya yang merah, meski sudah berulang kali mereka berciuman, tapi tetap saja efeknya seperti pertama kali mereka berciuman dalam keadaan sadar, dan jika dulu mereka hanya saling mencuri ciuman saat satu sama lain tidak dalam keadaan sepenuhnya sadar dan efeknya sudah membuat yang mencium melayang ke awan, berciuman dengan pasangan yang menerima bahkan membalas ciuman itu membuat satu sama lain serasa berada di surga dengan mengendarai pesawat supersonik dengan kecepatan cahaya, dan membuat ketagihan.

"Nanti saja makannya, aku punya ide yang lebih bagus." Jawab Masumi dengan suara serak.

Dengan sepat dia melepas jas dan menarik dasinya lalu melempar sembarangan ke arah sofa. Selanjutnya yang Maya ingat tubuhnya melayang dari lantai dan berakhir di bawah kedua lengan Masumi yang memerangkapnya di sofa, Masumi melanjutkan ciuman mereka, kali ini tidak lembut seperti tadi, ciuman kali ini terburu- buru terkesan rakus, panas, kasar dan menuntut, hingga suara geraman terdengar dari kerongkongan pria berusia 31 tahun itu yang kini sudah merajalela menciumi Maya dan bukan hanya sebatas pipi atau bibir saja, ciuman itu semakin kebawah dan berlama- lama dileher Maya.

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang