20

128K 13.7K 3.3K
                                        

[MAAF BEBERAPA PART DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN]

.
.


























































































































TADINYA GITU KAN BAB INI? 😭
SEKARANG AKU ISI LAGI, YEY!
Tapi harus vote sama komen dong🙃
.
.
.
.
.
Happy Reading!

Ares dan para sahabatnya sedang berjalan menuju kantin sambil melempar candaan sesekali. Ares memasukkan satu tangan ke saku celana. Tampangnya yang selalu lempeng membuat suasana hatinya sulit di tebak. Tidak ada yang tahu kalau sekarang dia tengah memikirkan sesuatu yang sedari tadi pagi mengganggu pikirannya.

“Eh, gue mau ke toilet. Kalian duluan aja,” ucap Darren. Mereka mengangguk saja. Setelah itu, Darren berlari kecil menuju ke toilet.

Ares, Arthur, dan Rey melanjutkan langkah. Rey bertugas memesan makanan, sedangkan Ares dan Arthur mencari meja. Bisa saja mereka duduk di kursi pojok seperti biasanya, tetapi itu sangat jauh, jadilah mereka memilih yang dekat saja. 

“Bareng mereka,” usul Arthur sambil menunjuk gerombolan Aurora dan teman-temannya. Ares mengangguk.

Ares dan Arthur pun berjalan menuju meja Aurora dan teman-temannya. Terlihat mereka sedang makan dengan tenang. Tak ada yang berbicara. Mereka tampak fokus ke makanan masing-masing

“Boleh gabung?” tanya Arthur, sedangkan Ares tanpa basa-basi langsung duduk. 

“Boleh,” jawab Fani. Mereka semua kini sudah duduk.

“Ares mau makan, ya?” tanya Aurora. Ares hanya diam, sibuk dengan pikirannya yang sudah ke mana-mana.

“Iya, Ra,” jawab Rey mewakili. Dia baru datang dan langsung duduk. 

“Ares, kapan suka sama Rara?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Aurora.

“Nggak akan.” 

“Belum dicoba, kan? Coba dulu, Res!” Aurora terkesan memaksa, membuat Ares kesal.

“Ogah!”

“Ares harus suka ....” 

“GUE NGGAK SUKA SAMA LO. DENGER NGGAK, SIH?” Ares berteriak lantang. Kini mereka menjadi pusat perhatian seluruh penjuru kantin. Semua yang ada di meja itu terkejut. Aurora dan Arthur langsung mengubah ekspresi menjadi tenang. 

“Santai, Bos.” Rey menepuk pundak Ares, tetapi ditepis begitu saja oleh sang empu. 

“Lo dengerin gue! Gue udah nolak lo berkali-kali, tapi lo masih aja gangguin gue. Dasar murahan! Lo tau, nggak? Gue risi ditempelin makhluk kaya lo, najis!” Ares menunjuk-nunjuk Aurora dengan terus melontarkan kata-kata pedas.

“Lo nggak malu ngejar-ngejar cowok duluan? Di mana harga diri lo? Oh, gue lupa. Lo kan nggak punya malu. Kelakuan kayak bocah, nyusahin tau, nggak?”

“Cukup, Res!” Arthur menegur kala merasa ucapan Ares sudah cukup keterlaluan. Ares tampak tak peduli. Dia mendengkus saat Aurora hanya menatapnya tanpa ekspresi.

“Jangan pernah deket-deket gue lagi. Camkan itu!” Ares lalu pergi dari sana. 

Seketika pengunjung kantin mulai berbisik-bisik mengenai Aurora. Rey dan Arthur mengepalkan tangan. Menurut mereka Ares sudah keterlaluan. Fani dan Valen hanya bisa menyumpah-serapahi Ares dalam hati. Bagaimanapun mereka takut dengan Ares.

Lain dengan Aurora yang kini tersenyum. Bukan senyum manis, melainkan senyum kosong penuh tipu muslihat. Sayangnya, mereka tidak menyadari itu. 

Lo main-main sama gue, Alares.

Aurora pergi begitu saja, menyisakan para sahabatnya yang masih terbengong. Fani dan Valen bersiap menyusul Aurora. 

“Jangan, dia butuh waktu.” Arthur mencegah keduanya, membuat mereka terpaksa mengangguk.
 
Gue yakin hidup lo semakin rumit setelah ini, Res, batin Arthur. Dia paham betul watak Aurora yang sama kerasnya dengan Ares. 

Mereka seperti kloningan, sama-sama keras dan pantang menyerah. Bedanya,  Aurora tidak dingin. Arthur tahu betul Aurora tidak akan melepaskan begitu saja apa yang dicap menjadi miliknya. 


***

Dengan napas memburu, Aurora berjalan ke arah toilet. Di depan toilet, dia bertemu dengan Darren yang tampak panik. Pemuda itu berlari kecil mendekati Aurora.

“Ra, gue udah denger apa yang terjadi di kantin tadi.” Darren mencegah Aurora yang hendak masuk ke toilet.  

“Terus?” tanya Aurora, menaikkan satu alis. 

“Lo nggak apa-apa, kan?” Darren terdengar khawatir. 

“Gue oke.” Aurora tersenyum, lalu masuk ke toilet, meninggalkan Darren yang masih menatap punggungnya khawatir.

Di lain sisi, kini Ares sedang mengontrol emosi. Pagi tadi, dia mendapat pesan dari seseorang di masa lalu, membuatnya murka sampai kelepasan. Emosinya benar-benar tak terkontrol belakangan ini. Ada saja yang membuat emosi, mulai dari orang tua, musuh besar gengnya, dan sekarang orang dari masa lalunya.

Aku kembali, Alta.

Pesan itu dari seseorang yang membuat Ares emosi dan melampiaskannya pada Aurora. Untung saja Ares cepat pergi. Jika tidak, pasti dia akan bermain fisik pada gadis itu. Ares mengembuskan napas kasar. 

Ares termenung memikirkan apa yang baru saja dia lakukan. Hatinya tidak tenang. Namun, logikanya mengatakan memang itu yang seharusnya Ares katakan sejak dulu. Lagi-lagi, hatinya bergemuruh, seolah berteriak menentang logika.

Ares memejamkan mata, berharap semoga setelah bangun nanti, semua masalahnya akan hilang. Dari balik pohon, seorang gadis mengamati setiap gerak-gerik Ares.

Dia kembali untuk menghancurkan Alleric. Semoga kamu tidak salah jalan, batin gadis itu. 

Dia hanya bisa mengawasi Ares dari jauh karena pemuda itu sendiri yang mengusirnya dengan terang-terangan. Biasanya juga seperti itu, tetapi yang tadi itu penolakan secara mutlak. Aurora memutuskan untuk benar-benar menjauh dari Ares. Dia akan menjalani kewajibannya untuk melindungi Ares dari jauh. Aurora pergi menjauh dari tempat itu.

***

Tiktok: lalae_mtrsr17

Follow Instagram:

@lalae_mtrsr

@auror_aathalla

@aresaldbrn

@arthurrajanendra

@darre_nganteng

@adimasreynaldo4

@allericcrew

Secret Crazy Girl [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang