19

354 94 8
                                    

Dahyun sudah tidak sanggup menahan air matanya. Sosok yang selama ini dicarinya, menjadi alasan kuatnya untuk memberanikan diri hidup sebatang kara di ibu kota demi hanya ingin bertemu, kini menatapnya dari kejauhan.

Dahyun berlari sekuat tenaga. Dirinya langsung berhambur ke pelukan sosok tersebut.

Ia memeluknya dengan sangat erat bercampur rasa terkejut, senang, rindu, haru yang belum bisa diutarakan dengan kata-kata.

"Dahyunnie..." Ucap pria itu sambil memeluk erat Dahyun saling menyalurkan rasa rindu.

Dahyun dan pria tersebut kini sedang duduk bersama di kursi taman. Dahyun menerima sebotol air mineral yang disodorkan lawan jenisnya tersebut.

"Dahyun-ah,, tolong jangan menangis lagi, ne? Bukankah oppa sudah ada di sampingmu?" Tanya pria tersebut menangkap wajah Dahyun ke arahnya lalu mengusap bulir air di pipi Dahyun.

"Oppa bogo sip-eo..." Ucap Dahyun sambil menahan air matanya.

"Maaf dulu aku pergi begitu saja. Aku benar-benar tidak tahu terimakasih atas kebaikanmu dan keluargamu, Dahyun-ah. Aku sudah banyak merepotkan kalian,"

"Tidak. Oppa sudah dianggap sebagai kelurga inti, jadi jangan bilang kalau kau merepotkan,"

"Tapi sekarang aku bukanlah aku yang dulu, anak nakal dan bodoh. Dahyun-ah, oppamu ini sudah sukses, dan tidak jadi beban lagi. Oh iya, Bagaimana keadaan paman dan bibi? Apa mereka baik-baik saja di desa? Dan, apa kau datang ke kota untuk melanjutkan studimu?"

Dahyun hanya tersenyum pahit. Tujuannya selama ini ke ke kota sendirian bermodalkan nekad hanya demi menemukan namja di hadapannya sekarang. Bahkan ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari karena sudah tidak memiliki siapapun.

Tapi Dahyun senang mendengar kalau oppanya itu memang sudah sekses.

"Enam tahun yang lalu, eomma dan appa mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan menuju pasar hendak menjual ternak untuk ongkos menyusul oppa ke Seoul," ucap Dahyun sambil menggigit bibir bawahnya menahan tangis.

"Paman dan bibi ingin menyusulku?" Tanya Jin frustasi.

"Mereka sudah menganggap oppa sebagai anak kandungnya sendiri. Mereka begitu menyayangimu hingga tak mau kalau oppa nantinya akan menderita di perantauan dan berencana akan menyusulmu. Tapi takdir berkata lain, mereka bahkan pergi meninggalkanku sebatang kara,"

Jin diam seribu bahasa tak mengeluarkan sepatah kata pun. Dia benar-benar merasa bersalah.

Enam tahun yang lalu, orangtuanya yang adalah saudara ibu Dahyun meninggal tragis dalam kecelakaan beruntun. Hingga akhirnya kedua orangtua Dahyun mau merawatnya.

Namun tetap saja, Jin benar-benar sedih dan terpukul. Hari-harinya dia lewati dengan kesendirian dan kehampaan. Disertai teman-temannya yang perlahan menjauh darinya. Mungkin saat itu, hanya Dahyun teman yang bisa diajak bicara atau sekedar untuk dijahili.

Biarpun demikian, orangtua Dahyun tetap pengertian dan selalu mencoba sabar dan menyemangati Jin.

Hingga suatu saat, ketika terlibat tawuran antar sekolah yang memakan korban, teman-teman Jin dengan serakah menuduh bahwa Jin lah pelaku yang menyebabkan kematian para korban. Tidak adanya bukti membuat Jin terlepas dari hukuman penjara tapi orang tua korban sering kali dengan lantangnya menghakiminya dimana pun bahkan sampai sering mengganggu kenyamanan di rumah orangtua Dahyun.

Insiden tersebut menorehkan luka pedih di hatinya. Di satu sisi dia malu pada paman dan bibi dan di sisi lain dia lelah dengan semua yang dihadapinya.

Hingga Jin memutuskan kabur dari rumah dan hanya meninggalkan sepucuk surat yang menyatakan kalau dia pergi ke ibu kota untuk hidup sendiri.

Dia benar-benar tidak menyangka dari ucapan Dahyun barusan kalau paman dan bibinya itu sampai menjual ternak mereka hanya untuk mencari dirinya. Dan bahkan mereka terlebih dahulu kehilangan nyawanya sebelum semua itu terjadi.

Huge Step To Get YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang