Sajak 8 :: Sepetak Harapan Yang Dilangitkan

2.3K 539 111
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, kenapa melamun?" Sebuah suara milik gadis Jakarta itu mampu memecahkan jerat jemari pikiranku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei, kenapa melamun?" Sebuah suara milik gadis Jakarta itu mampu memecahkan jerat jemari pikiranku. "Kalau mau beli, beli saja. Jangan dipandang begitu, kesannya kamu tidak punya uang," ujar Bening sembari memilih makanan ringan untuk ia santap nantinya di kelas.

Sekarang dua rupa itu tengah berada di sepetak ruangan paling sudut di SMA Bayanaka. Kantin tempat mereka membeli makanan untuk mengenyangkan perut nantinya.

Berbeda dengan Bening yang sedari tadi sudah keliling-keliling mencari makanan kesukaannya, aku malah terpaku di depan lemari es yang sudah setengah terbuka. Masih bingung harus membeli susu kotak atau tidak.

Niatnya ingin memberi sekotak susu itu kepada si pujaan hati saat ia latihan klub basket nanti. Masalahnya sekarang, apakah aku berani jikalau harus memberi susu ini?

"Sudah-sudah beli saja, mau dikasih ke Mas Senja itu, kan?"

Terkadang aku sempat bingung sama Bening, gadis bulan sepuluh itu nyatanya bisa baca pikiran atau dianya saja yang terlalu peka? Wajah ku mulai diselimuti rona merah, tidak bisa berbohong jika memang susu itu nantinya akan ku beri kepada Senja.

Perempuan yang sekarang sudah menenteng satu keranjang makanan ringan itu tertawa kecil, sambil menepuk pundak ku ia berkata, "semoga berhasil kawan."

"Nanti kalau jadian pj yak, hehe."

"Bening diem!!"

***


Selepas bel terakhir menggema di antara koridor utama, aku bergegas-gegas keluar dari kelas hendak pergi ke lapangan tempat dimana Senja berada.

Namun, belum lagi tungkai ku keluar dari ambang pintu, sebuah tangan menggenggam erat lenganku.

"Mau kemana, buru-buru?" tanya Jendra dengan intonasi bingung. "Kamu hari ini pulang sama aku, ya?"

"Eh, Ajen... Aku hari ini pulang naik bus kota. Lagipula aku ada urusan sebelum pulang sekolah, jadi Ajen duluan saja."

Setelahnya aku pamit dari hadapan sang pemuda. Setengah berlari ke arah lapangan tua tempat klub basket berada.

Sesajak Senja , Sunghoon✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang