Sajak 30 :: Angkasa Bisakah Kau Putar Kembali Waktu?

2.2K 447 98
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun di ruangan serba putih yang diselimuti dengan aroma obat yang menusuk rungu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku terbangun di ruangan serba putih yang diselimuti dengan aroma obat yang menusuk rungu. Saat netra ku terbuka hanya Bunda yang terlihat di sana, tengah terlelap di samping ranjang dengan hastanya yang memeluk jemariku.

"Bunda," panggilku pelan dengan suara serak.

Wanita paruh baya itu terbangun dari alam mimpinya, terlihat bekas air mata dari sudut pipinya. Jikalau tebakan ku benar, Bunda menangisi ku semalaman hingga terlelap di samping raga. "Jingga? Jingga kamu sudah bangun nak?! Sebentar Bunda panggilkan dokter!"










"Jingga harus istirahat secara total, jangan biarkan dia stress dan harus fokus kepada perawatan. Lalu luka jahit hasil operasi baru bisa dibuka ketika sudah seminggu. Obatnya jangan lupa diminum ya, Jingga."

Setelah berbicara seperti demikian, dokter itu keluar dari ruangan ku bersama Bunda yang mengantarkannya ke arah pintu.

"Bunda maaf," ucapku lirih. "Maafin Jingga yang sudah bohongin, Bunda. Harusnya Jingga nggak bohongin Bunda, ini pasti terjadi karena Jingga udah jadi anak yang durhaka."

Bunda tersenyum tipis kemudian mengelus surai ku pelan. "Nggak apa-apa, sayang. Yang penting Jingga baik-baik saja sekarang."

"Sudah berapa lama aku tertidur, Bunda?" tanyaku saat Bunda kembali duduk di kursi sebelah ranjang.

"Empat hari, Jingga. Kamu koma setelah operasi," jelasnya sembari meraih apel dan mulai mengupaskannya untukku.

Tadi, saat tak sengaja mendengar percakapan Bunda dan Pak Dokter aku mengetahui beberapa hal. Beberapa hari yang lalu kondisi ku kritis disebabkan karena pendarahan di kepala, beberapa tulang rusukku patah dan terkena liver oleh karenanya aku harus operasi.

Jikalau tak salah, itu adalah operasi transplantasi hati.




Aku melihat ke arah luar jendela, hujan masih saja merundung Yogyakarta. Tak memberi izin bagaskara untuk menyinari bunana. Ingatanku terakhir kali adalah ketika aku dan Senja baru saja pulang dari pantai, saat itu hujan, dan....

"Bunda, dimana Senja?"

Saat kalimat itu terlontarkan, entah mengapa raut wajah Bunda berubah seketika. Seperti ada kerutan halus yang tergambar pada kanvas mukanya. Hastanya berhenti mengupas kulit apel, terlihat bergetar lantas menatap aksaku.

Sesajak Senja , Sunghoon✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang